Perihal Double Date?

3.3K 362 24
                                    

Masih bonus bab panjang. Seperti... Ah, sudahlah. Baca dewek. Monggo...
Eh, ojolali. Doakan aku sembuh ya... Makasih...

✨✨

"Mas ngapain ke sini sih!" ketusku dalam hati sambil menatapnya. Si Babas melihat ekspresi wajahku hanya mengangkat alis sebagai respon.

Moga aja si Babas menangkap sinyalku agar dia segera pulang. Bukan apa-apa, aku cuma takut ketahuan Mas Andi dan Mbak Ellen kalau ada sesuatu diantara kita. Aku takut si Babas gak bisa akting kayak aku. Nanti kalau dia keceplosan gimana? Mau ditaruh dimana mukaku kalau sampai mereka tahu yang sebenarnya?

"Hallo Yang... Sehat?" tanya Mas Andi sambil menyalamiku.

"Sehat Mas. Saya gak perlu tanya kabar Mas kan ya? Dari wajahnya udah kebaca kalau Mas sehat dan bahagia banget," jawabku sambil tertawa.

"Keren. Bisa tahu gitu, Yang. Udah kayak peramal aja," Mas Andi ikut terkekeh. "Oh ya, saya ajak Tian ke sini, biar Yayang gak jadi nyamuk sendirian," Mas Andi menyindirku tanpa basa-basi. "Gak apa-apa kan ya?" tanyanya padaku sambil tersenyum jahil.

Kalau aku bilang apa-apa, emang si Babas bakal di depak dari sini?

"Gak apa-apa dong, Mas. Apa kabar Mas Tian?" sapaku sambil mengulurkan tangan.

"Baik. Saya gak perlu tanya kabar kan ya?" tanya si Babas padaku sambil tersenyum tipis seolah menyindir pertanyaanku pada Mas Andi tadi.

Nyebelin ini orang.

Aku curiga, kayaknya pertemuan ini sengaja direncanakan Mas Andi dan Mbak Ellen. Soalnya, mereka main kode pas lihat aku sama si Babas.

"Belum apa-apa, udah gaspol aja, Yan," celetuk Mas Andi. Si Tian hanya menatap Mas Andi datar.

"Mas tumben gak sibuk? Kok mau aja diseret Mas Andi ke sini?" tanya Mbak Ellen saat si Babas memutar tubuhnya untuk duduk di sampingku.

"Sibuk. Tapi si Andi maksa minta ditemani ke bengkelnya Ko Rudi. Tahunya bengkelnya pindah ke sini," ketus si Babas yang membuat Mas Andi terbahak.

"Daripada nguli terus, Yan. Ngejar apa lagi sih? Duit udah numpuk. Iya gak, Yang?" Mas Andi melirikku sambil tersenyum.

"Aku gak ikutan, Mas. Gak paham," jawabku sambil terkikik.

Hhh... Sedikit lega, si Babas ternyata bisa akting juga tanpa aku briefing terlebih dahulu. Moga aja mulus sampai pulang.

"Bukan perkara duit, Ndi. Tapi tanggung jawabnya juga," balas si Babas sebal.

"Iya deh iya, Pak Bos."

"Lagian, Mas libur sakit cuma tiga hari, masa bayar hutangnya sampe lembur-lemburan begini? Kalau sakit lagi, gimana?" semprot Mbak Ellen.

Sebenarnya, si Babas dikelilingi orang-orang yang care sama dia. Mas Andi, Mbak Ellen bahkan ibunya sendiri memperlakukan si Babas penuh perhatian dengan cara mereka masing-masing.

Aku tahu hal itu, saat si Babas ku tinggal di rumah sakit kemarin. Waktu itu, aku dan Mas Puja dilarang menginap oleh si Babas karena dia merasa gak enak pada keluarga kami. Akhirnya, si Babas sendiri yang menghubungi Mas Andi untuk menemaninya. Tentu saja tak hanya Mas Andi yang datang, Mbak Ellen dan Mamanya juga ikut heboh mengurusnya. Dengan begitu, otomatis aku gak mungkin menampakan diri kembali di rumah sakit. Masa bodoh, kalau aku dibilang tega karena gak menemaninya. Yang jelas, aku dan Tian sudah berkomitmen untuk backstreet dari keluarganya.

"Ada sedikit problem makanya Mas lembur," jawab si Babas datar.

"Beb, kalian belum pesan?" tanya Mas Andi pada Mbak Ellen. "Kok mejanya masih kosong?"

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang