Chapter 29: Bad Day For Kenzie

4.5K 546 41
                                    

Thea mengusap rambut Aria yang berwarna coklat

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Thea mengusap rambut Aria yang berwarna coklat. Gadis itu tertidur lelap setelah mencurahkan isi hatinya dan tangisan di pelukan sang ibu.

Thea tidak pernah berharap putrinya akan mengalami rasa sakit seperti ini. Tidak cukup hanya dirinya saja! Aria masih terlalu muda untuk melaksanakannya.

"Dia sudah tertidur?" tanya Riden memasuki kamar putrinya.

Pria yang memiliki tubuh tegap itu, mengusap rambut istrinya dengan sangat lembut. "Kau juga harus beristirahat." ucapnya lembut. Matanya menatap wajah Aria yang masih meninggalkan jejak air mata.

Seandainya yang membuat putrinya seperti ini bukan Pangeran Immortal. Riden pasti sudah memberikan pelajaran kepadanya.

Beraninya dia membuat Putriku menangis pikir Riden dengan tangan yang terkepal. Menyembunyikan kepalan tangannya dari Thea.

"Seharusnya aku tidak mengizinkannya untuk mengikuti latihan. Dengan dengan begitu ini semua tidak akan terjadi." ucap Thea dengan penuh penyesalan.

Riden meremas bahu istrinya dengan lembut. "Ini bukan salahmu, jadi kau tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri."

Thea merengut. "Tapi tetap saja aku..."

"Stt.." Riden meletakkan telunjuknya di bibir Thea. Lantas membuat wanita itu berhenti berbicara.

"Jangan terlalu keras, kau bisa membuatnya bangun sayang." ucap Riden mengingatkan istrinya jika mereka masih berada di kamar Aria.

Thea bungkam seketika, wanita itu menyempatkan diri untuk mencium kening Aria. "Maafkan ibu, Thea."

Riden tersenyum tipis dan merangkul istrinya. Membawa wanita itu pergi meninggalkan kamar Aria.

Tanpa sadar jika ada sosok lain yang berada di dalam kamar itu selain mereka.

*******

Slavita bercerita dan sesekali tertawa mendengar ucapannya sendiri. Tetapi pria yang berada di sampingnya tidak merespon sama sekali.

Malah diam saja seperti tidak memiliki jiwa sama sekali. Hanya berkedip dan bernafas!

"Ken!" Slavita menyentuh tangan Kenzie yang sedari tadi tidak mengeluarkan suara.

Kenzie sedikit tersentak, pria Demon itu lantas menatap Slavita yang menatapnya khawatir. Dia sedikit merasa bersalah karena telah mengabaikan gadis itu.

"Maaf! Apa yang kau katakan tadi?"

Slavita tersenyum tipis. Kemudian gadis itu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak ada." balasnya berbohong.

"Kau kenapa? Apakah ada yang sakit?" tanya Slavita mencoba mengalihkan pembicaraan. Meskipun hatinya sedikit sakit karena pengabaian pria itu.

SF 4 : Our Story Kde žijí příběhy. Začni objevovat