Bab 5

30.1K 1.6K 2
                                    

"Persahabatan itu seperti mata dan tangan. Mata menangis, tangan mengusap. Tangan terluka, mata menangis."

Happy Reading ❤️
.
.
.
.
.
.
.

"Kenapa, Ayah? Kenapa harus ke pesantren?" tanya Lidya yang terlihat tidak terima dengan keputusan ayahnya ini.

"Karena cuma itu satu-satunya tempat yang aman, Sayang. Mereka g mungkin sampai mikir kalau kamu ada di sana. Justru kalau kamu tinggal di apartemen, apalagi bersama grandma, kemungkinan besar sebelum masalah ini selesai, mereka bisa saja mencelakai kamu duluan." jawab sang ayah, Avian, memberi pengertian.

Lidya hanya terdiam. Ia tidak tahu apakah harus setuju atau tidak. Pikirannya sedang berkecamuk.

"Ayah mohon sama kamu, yah?" Mohon sang Ayah. Ia menggenggam erat tangan putrinya dan menatap dengan pandangan penuh kekhawatiran.

Lidya akhirnya menyerah. Ia pasrah lalu mengangguk dan langsung memeluk erat tubuh sang ayah.

"Aku sayang, Ayah." ucapnya begitu tulus sambil terisak pilu di pundak Avian.

"Ayah juga sayang kamu, Sayang." balas Avian. Ia mencium kening putrinya berkali-kali. Sungguh ia sebenarnya tidak sanggup untuk berjauhan sehari saja dari putrinya. Tapi ini semua demi kebaikannya juga.

***

Hari terakhir ujian

"Lid, gimana? Aman?" tanya Azalea. Dan pasti hal itu tentang ujian.

"Lumayan sih. Tadi sempet ada beberapa yang kelupaan, tapi semoga aja bener hehe." jawab Lidya apa adanya sambil terkekeh.

"Ah, lu mah gitu! Katanya ada yang kelupaan, ada yang g dipelajari lah, gak tahu, gak sempet belajar, jawabannya asal dan bla-bla-bla segala macam, eh ujung-ujungnya nilai lo dapat seratus terus. Lo terlalu merendah untuk di tonjok!" ucap Azalea ceplas-ceplos. Tapi Lidya sudah terbiasa dengan sifat temannya itu. Jadi dia hanya tersenyum kikuk dan menganggapnya hanya candaan semata.

"Eh eh, jawaban kalian nomor 51 apa?" tanya Fawaz yang tiba-tiba datang entah dari mana.

"51 yang mana?" tanya Evan penasaran.

"Ituloh yang perenang. Menghembuskan nafas ketika naik ke permukaan akan menimbul penyakit apa?" Jawab Fawaz.

"Oh itu, kalau gue sih barotrauma paru." kata Evan.

"Salah, Jawabannya tuh harusnya-"

"Ah, udah-udah! Kalau mau bahasa-bahasa soal tuh jangan disini. Sakit perut gue ngedengerin lo pada bahas-bahas soal. Magh gue auto kambuh! Tensi gue juga auto naik!" Clarissa memberang, menghentikan pembahasan para kamu-kaum ambis tersebut.

Lidya dan yang lainnya pun tertawa mendengar lolucon temannya itu.

"Eh guys, healing ke Candi Borobudur yuk. Mumpung kita masih lengkap, belum ada yang mau mudik kan?" tanya Azisha kepada teman-temannya.

"Ayok!" Jawab serentak mereka semua.

Kecuali Lidya. Ia ingin sekali menghabiskan liburan yang berbahagia, tapi semuanya direnggut karena harus masuk ke pesantren. Yang terpikir dibenaknya saat ini adalah masuk penjara suci itu membosankan, banyak aturan, dan dia tidak suka dikekang.

"Lid, kok lu diam aja? Gimana? Mau nggak?" tanya Fawaz yang melihat temannya tiba-tiba murung.

"Sory guys. Kali ini gue gak bisa ikut kalian." Lidya berkata dengan lesuh. Membuat semua temannya tiba-tiba terlihat sedih.

Gus Arrogant!! (TAMAT)Where stories live. Discover now