Bab 82

14.7K 1K 102
                                    

"Bunda."

"Iya, Sayang?" tanya Lidya. Ia sedang mengelus kepala putranya yang katanya ingin tidur bersamanya.

"Kapan ayah pulang, Bund? Kata Bunda, ayah cuma pergi beberapa bulan, tapi kok sampai sekarang nggak pulang-pulang? Apa Ayah udah punya keluarga baru yah, Bund?"

deg

Lidya terkejut dengan ucapan putranya yang baru berusia 7 tahun. Dari mana ia mendapatkan pemikiran seperti itu.

"Ayah udah ngelupain kita berdua yah, Bund?" tanya Azka lagi.

"K-kok bisa, anak bunda sampai berpikiran seperti itu sama ayahnya? Enggak, Sayang. Suatu saat ayah pasti bakalan pulang kok. Semoga ...." tutur Lidya mengecilkan suaranya di akhir. Sebenarnya ia juga tidak yakin keajaiban seperti itu akan menghampiri keluarga mereka. Tapi ia harus tetap kuat jika di hadapan sang anak.

"Tadi di sekolah, ayahnya adek kelas Azka mirip banget sama Ayah. Tapi Azka nggak berani mendekat, cuma ngelihat mereka aja dari kejauhan. Hiks ... Bunda, Azka kangen ayah. Azka juga pengen di jemput sama ayah kek teman-teman Azka yang lain hiks ... hiks ..."

Melihat anaknya menangis, Lidya juga ikutan menangis. Ia tahu, pasti berat menerima kenyataan pahit ini. Ia yakin, yang di lihat putranya adalah Adam, ternyata selain memiliki calon bayi, pria itu juga sudah memiliki anak yang beda beberapa tahun dengan putranya.

"Iya, Sayang. Bunda janji kamu bakalan di jemput sama ayah terus suatu saat nanti, yah." kata Lidya berusaha menenangkan anaknya.

Azka begitu pengertian. Ia mengangguk dalam pelukan sang ibu dengan antusias. Sekarang Lidya meninabobokan putranya itu dengan nyaman.

***

Beberapa hari kemudian ....

"Selamat pagi, Mbak Flora dan Pak Adam. Besok rencana kita akan melakukan medical check up terlebih dahulu untuk melihat kondisi kesehatan ibu dan bayinya. Karena lusa adalah hari persalinannya, jadi pada kondisi ini suami di harapkan selalu setia menemani istrinya." nasehat Lidya secara proporsional pada kedua pasangan tersebut.

Adam menatap Flora dengan penuh cinta. Lidya rasanya sedikit iri melihatnya. Ia sudah ikhlas dan menerima dengan lapang dada bahwa memang benar pria itu bukanlah suaminya.

"Mas Fatir kapan pulangnya sih? Asya iri terus nih sama mereka berdua." batinnya lesuh.

Lidya selalu menganggap suaminya itu belum meninggal. Sampai kapanpun bagi ia dan Azka, Gus Fatir belumlah meninggal. Meskipun hanya ada 0,0000001 % kemungkinan Fatir masih hidup, ia akan tetap menjalani kesehariannya menggunakan harapan sekecil itu.

"Terimakasih, Dokter Lidya. Suami dokter pasti sangat beruntung mendapatkan istri sebaik dan secantik dokter." puji Flora dengan tulus.

Lidya terkekeh mendengarnya. "Saya yang beruntung Mbak, mendapatkan pria seperti suami saya. Kalau dia mah kayaknya malah sial mendapatkan istri yang seperti saya hehe." canda Lidya.

"Dokter Lidya bisa aja. Saya yakin, suami dokter pasti sangat mencintai dokter juga. Iya kan?" tanya Flora lagi.

"Weis, jangan di tanya lagi kalau soal itu Mbak. Suami saya tuh, udah overdosis kalau sama saya." bisik Lidya mengecilkan suaranya.

Flora makin tertawa mendengar ucapan wanita itu. Ia merasa punya teman akrab dan bercanda ria selama di rumah sakit ini. Lidya selalu menyuguhkan sifat aslinya ketika mereka sedang berdua.

Gus Arrogant!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang