Bab 37

22.3K 1.2K 7
                                    

"Bagaimana keadaan anak saya, dokter?" tanya Kai Akhsan yang terlihat sangat khawatir. Begitupun dengan keluarganya yang lain.

"Anak Bapak baik-baik saja, hanya saja butuh istirahat beberapa hari dan usahakan jangan memancing emosinya terlalu banyak. Sepertinya dia mengalami stres yang bisa saja menjadi fatal jika ini terus saja terjadi." jelas Dokter tersebut.

"Tapi kenapa anak saya belum sadar juga dokter?" tanya Pak Kiai yang heran.

"Tenang saja pak. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Luka-lukanya juga sudah kami obati dan Alhamdulilahnya tidak ada cedera yang serius. Kemungkinan kalau bukan malam ini, besok dia pasti akan sadar. Seperti yang saya bilang tadi, anak bapak butuh istirahat untuk beberapa hari ke depan." Jelas Dokter itu lagi.

"Apa kami semua sudah bisa menjenguknya, dok?" tanya Jian kali ini angkat bicara.

"Tentu saja. Tapi jangan terlalu bising di dalam sana, karena saat ini dia butuh ketenangan." Jawab dokter.

"Terimakasih, terimakasih banyak dokter." kata Pak Kiai sedikit terharu.

"Sama-sama pak, bu, mbak, kalau begitu saya pamit dulu yah. Masih banyak pasien yang perlu saya periksa di ruangan lain." Pamit dokter kemudian pergi meninggalkan mereka.

Kiai Ahsan dan sekeluarga pun masuk ke ruang rawat Fatir. Tangan dan kepalanya dibalut perban. Mulutnya yang sempat ia lukai pun sudah diberi salep dan plaster luka.

Umi Salamah tak kuasa menahan tangis saat melihat anaknya terbaring lemah seperti itu. Kiai Ahsan memeluk erat bahu istrinya agar tetap kuat.

Jian mendekat ke ranjang kakaknya. Ia melihat ada sebuah kursi lalu duduk di samping kakaknya. Ia lalu memegang tangan Fatir dengan tatapannya yang sendu.

"Kak, maaf ... maaf ... Harusnya waktu itu Jian berusaha mengehentikan Syifa pergi. Harusnya Jian memberitahu kakak malam itu ... hiks ... I-ini semua salah Jian, kak ... maafin Jian ..." lirihnya sambil menangis penuh penyesalan.

Zulaikha mendekati sang adik. "Udah dek. Semuanya udah terjadi, mungkin ini memang udah takdir dari yang maha kuasa. Kita harusnya lebih banyak berdoa untuk kesembuhan Fatir, semoga badai ini cepat berlalu, yah." nasehatnya.

"Aaamiin." gumam Jian.

***

Keesokan harinya

Mata pria yang itu terbuka. Memandang sekeliling yang terlihat dominan berwarna putih.

"Eughh ...." erangnya saat cahaya lampu masuk menusuk matanya.

"Kakak! Umii, Abi, kak Zulaikha!? kak Fatir udah sadar!" panggil Jian dengan antusias.

"H-haus ...." gumam Fatir pelan. Tubuhnya masih sangat lemah untuk sekedar mengangkat tangan.

Jian dengan segera mengambil air dan membantu kakaknya minum walaupun harus menggunakan sedotan.

Orang-orang yang sedang berbincang dengan dokter di kuar pun akhirnya datang.

"Alhamdulilah, akhirnya kamu sadar nak." syukur umi senang.

Dokter memeriksa kondisi badan Fatir dengan teliti.

"Apakah ada yang sakit? Di bagian sini mungkin?" Dokter menekan bagian perut Fatir. Kemudian Fatir menggeleng sebagai jawaban.

Dokter menekan bagian tubuhnya yang lain dan menanyakan hal yang sama berulang-ulang. Dan jawaban Fatir pun sama.

"Sepertinya kondisi tubuh anak bapak sudah stabil. Tapi masih belum bisa saya perbolehkan untuk pulang. Saran saya, setidaknya ia harus berada di sini hingga 2 atau 3 hari ke depan untuk pemantauan lebih lanjut." jelas Dokter.

Gus Arrogant!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang