Bab 8

26.7K 1.4K 0
                                    

"Sholat malam lah, walaupun sebentar."

Happy Reading ❤️
.
.
.
.
.
.
.

"Abi, Umi, Jian ke depan dulu yah sama Syifa. Biasa, teman lama hehe." izin Jian kepada Kiai Ahsan dan Umi Salamah.

Setelah mendapatkan izin, Jian langsung menarik pergi Lidya ke teras rumah.

"Sekarang jelasin, kenapa lo bisa disini?" tanya Jian to the point.

"Kenapa? Lo gak suka gue ada di sini?" Tanya Lidya tak mau kalah.

"Aaaaaa gue seneng banget bisa ketemu lo lagi, Lilid gue." Girang Jian yang langsung berubah ekspresi dari yang tadinya datar menjadi sangat senang. Lilid adalah panggilan khususnya dari SD untuk Lidya, sahabat baiknya.

"Gue juga seneng banget huaaa!!" teriak Lidya ikutan girang.

Jian tidak tahan untuk tidak memeluk teman lamanya itu setelah sekian tahun berpisah dan baru kali ini mereka dipertemukan kembali. Begitupun Lidya yang langsung memeluk Jian penuh rindu.

Setelah acara peluk-pelukan, barulah Lidya menceritakan semuanya dari awal. Tentang kenapa dia bisa datang dan jadi santriwati di pesantren itu, penyamaran dia dan lain-lain sebagainya. Memang cuma Jian temannya satu-satunya yang tahu mengenai identitas asli Lidya sebagai putri keluarga Nugroho.

"Huhu kasian banget Lilid gue. Tapi tenang aja, selama lo disini, gue akan bantu lo dan rahasia lo aman sama gue." kata Jian penuh keyakinan. Lidya pun tersenyum puas lalu memeluk kembali sahabat lamanya itu.

"Gue masih kangen banget sama lo." Lidya begitu terharu sampai-sampai menangis.

"Gue juga hueee." Jian pun ikutan menangis.

***

Semua orang yang ada di ruang tamu masih berbincang-bincang ketika Jian dan Lidya kembali dari teras.

"Gimana, udah selesai acara kangen-kangenannya?" tanya Kiai Ahsan sambil senyam-senyum menggoda mereka berdua. Suara kegirangan mereka di luar terdengar hingga ke telinga semua orang yang ada di sana.

"Hehe. Udah, Abi." Kekeh Jian. Ia lagi menggandeng tangan kanan Lidya seperti anak kecil. Memang hobinya tidak pernah berubah dari dulu. Hanya karena tingginya yang hanya sedagu Lidya, ia bersikap over manja kepada sahabatnya itu. Selayaknya adik kepada kakak.

"Yasudah kalau begitu, Zulaikha tolong antar nak Syifa ke kamarnya di Asrama Putri 4." pinta Kiai Ahsan kepada putri sulungnya itu.

Mendengar hal tersebut, sontak membuat Jian melotot dan langsung menghentikan pergerakan kakaknya itu.

"Tunggu!"

Jian melepaskan pelukannya di lengan Lidya lalu berlari ke depan Abi serta Uminya berlutut.

"Abi, Umi, tidak bisakah Syifa tinggal bersama kita di sini saja? Kumohon ...." Minta Jian kepada keduanya. Abi dan umi tentu saja kaget dengan permintaan anaknya tersebut.

"Kalau Syifa tidak bisa tinggal di sini, Jian yang akan tinggal di asrama bersama Syifa." ucap Jian menatap yakin.

Kiai Ahsan dan Umi Salamah saling memandang satu sama lain. Entahlah, ini keputusan yang cukup sulit. Mereka pun berbincang-bincang pelan. Jian agak samar-samar mendengar percakapan mereka.

"Abi sama Umi sudah memutuskan. Untuk sementara sampai Syifa cukup beradaptasi dengan lingkungan pesantren kita ini, dia bisa tinggal di sini. Tapi setelahnya, itu keputusan kamu mau ikut pindah ke asrama bersamanya atau tidak." kata Kiai Ahsan yang tentu saja langsung membuat Jian senang. Begitu Juga dengan Lidya di ujung sana.

Gus Arrogant!! (TAMAT)Where stories live. Discover now