2.2: Portal of Mundanity

4K 194 3
                                    

Portamortalis.

Tempat ini sekarang berdebu dan tak terurus. Merupakan menara tinggi di atas laut, terdiri dari pilar-pilar dan batu-batu marmer dingin dan jarang tersentuh makhluk apapun. Keenam pengendali elemen tiba di atasnya dengan terbatuk-batuk. Tentu saja, karena tempat ini hanya dikunjungi sekitar 120 tahun sekali.

"Kapan-kapan aku harus ke sini dan membersihkannya sendiri," gerutu Higina, mengepakkan sayap bulu gagaknya dari debu yang menempel. Ia mengangkat ujung gaun kimononya yang berharga dan menyikut Sakura. "Gunakan sayapmu. Cepat."

Sakura mengangguk, melangkah ke tengah-tengah lantai, tepat di tengah lingkaran yang terukir di sana. Ia menghela napas dalam-dalam ketika mulai mengepakkan sayapnya secepat mungkin tanpa membiarkan kakinya terangkat dari lantai.

Angin mulai berdesing. Selain kelima temannya yang berpegangan pada pilar-pilar yang menopang atap menara, Sakura adalah satu-satunya yang paling tenang di sana; membiarkan angin berputar-putar di sekitar pinggangnya, membawa debu-debu pergi...

... dan melemparkannya ke arah pengendali lain.

"Sakura!" Higina menjerit. Mereka terbatuk-batuk lagi. Sementara itu, Sakura hanya mengangkat bahu dengan cuek.

"Katamu membersihkan lantai, 'kan. Kalian tidak bilang aku tidak boleh melemparnya ke wajah kalian."

"Y-yang penting sudah bersih," Ayumi cepat-cepat memotong. Ia tidak ingin Higina dan Sakura berperang—kecuali kalau ada yang mengharapkan gempa bumi dan angin ribut sekarang, yang jelas tidak diinginkannya. Gadis itu maju beberapa langkah ke tengah menara, menggantikan Sakura, kemudian berlutut. Telunjuknya mulai menyusuri ukiran lingkaran di tengah-tengah lantai, dan seiring gerakan tangannya, ukiran tersebut berubah menjadi cahaya putih dan hitam.

Ayumi bangkit berdiri dan mundur selangkah. Ukiran lingkaran tersebut berubah menjadi lambang kuno dalam bahasa asli dunia elemen. Jalan menuju bumi telah terbuka. Cahaya dari lambang tersebut lama-lama memudar, menyisakan sebuah portal berwarna hitam pekat—lubang tanpa dasar yang mengarah ke suatu dimensi lain, sebuah dunia di sebelah dunia elemen.

Yang harus dilakukan sekarang hanya melompat ke dalamnya.

"Semoga kita melakukan hal yang benar."

"Ya. Semoga," timpal Genma, nada enggan bercampur sarkatis terkandung dalam suaranya. Padahal dia sendiri yang mengusulkan rencana ini. "Demi Pangeran Takumi. Mau bagaimana lagi."

"Jangan kira aku tidak tahu resikonya," kata Sakura. Pupil matanya membesar sesaat, menampakkan kekhawatirannya yang memuncak, menatap portal hitam di hadapannya dengan gelisah. "Etheres dan lainnya akan kehilangan pemimpin. Tapi kita tidak punya pilihan lain."

"Tapi kita... sudah lima tahun merencanakan ini," cetus Ayumi. "Kita sudah mempelajari bahasa manusia, budayanya, bagaimana cara kita... beradaptasi di bumi dan apa yang harus kita ketahui di sana," katanya sambil tersenyum lemah.

Tabitha memandang ke sekelilingnya, dan senyum isengnya yang langka terkembang.

"Nah, sedih-sedihnya sudah, 'kan? Sekarang tinggal lomp—" Langkahnya terhenti ketika seseorang menahan tangannya. Tabitha nyaris menjerit, tersengat rasa sakit yang kini menyebar ke seluruh tubuhnya.

"Rambutmu, Tabitha."

"Oh iya." Digusahnya pegangan Rira dari tangannya. Sakit sekali—seperti seluruh tubuhnya adalah luka menganga dan ia baru saja menyentuh jarum. "Sayap, pakaian kita..."

Hening beberapa saat. Masing-masing berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah penampilan mereka. "Ah, aku ada ide," kata Higina. "Tutup mata kalian."

Dan mereka pun menutup mata.

"Sekarang buka."

"Baru lima detik," gerutu Genma, setelah membuka matanya. Yang lain mengikuti.

Mereka menurunkan pandangan, menatap diri sendiri. Penampilan mereka telah berganti. Kulit masing-masing pengendali elemen berubah, menjadi lebih berwarna. Sakura tidak melihat sepasang sayap mungil di masing-masing kakinya lagi. Warna rambut Tabitha berubah cokelat-hitam biasa, dan saat mereka menoleh ke belakang, sayap-sayap mereka sudah tidak terlihat.

Perubahan ini tidak terlalu bagus.

"I-ini kostum manusia?" tanya Ayumi bingung.

Gaunnya telah berganti menjadi terusan pendek berwarna kuning dengan motif bunga-bunga mungil. Rambut hitamnya diikat longgar dan menjadi jauh lebih pendek dari aslinya. Sakura memakai kaus lengan pendek berwarna putih, celana kaku panjang, dan rambut emasnya terurai. Tuksedo yang dikenakan Genma berubah menjadi kaus dan rompi pendek.

"Sekarang," kata Tabitha skeptis. Ia tidak menyukai rambut barunya, dan ia tidak tahu apa matanya ikut berubah atau tidak. "boleh kita lompat?"

ElementbenderWhere stories live. Discover now