18: First Strike of Corruption

3K 143 1
                                    

"Pangeran Takumi, Anda sudah memercayai kami sepenuhnya, iya, 'kan?" tanya Higina. Namun, gadis itu tidak menunggu jawabannya. "Sekarang kita harus menemui Raja dan Ratu, mempersatukan Anda dengan mereka.... Ke Efthralier, kalau begitu. Tapi itu jauh sekali dari Portamortalis." Kemudian ia menambahkan, setelah berpikir-pikir. "Dari Gaelea juga."

"Tidak heran biasanya kau datang paling telat ke hadapan sang Raja," komentar Genma sinis. Higina menatapnya gemas; nyaris akan melemparkan sebelah geta-nya ke arah si pengendali api.

"Cukup dekat kalau kita terbang secepat mungkin," tambah Sakura. Teman-temannya menggeleng. "Kali ini kita pergi tanpa pengawal dan kereta ekspres, Higina! Satu-satunya cara, ya, terbang."

Takumi tidak suka ke mana arah pembicaraan ini berjalan. "Bagaimana dengan—"

"Jangan terbang, kita harus melihat keadaan teritori dulu," tolak Tabitha.

"Itu penyiksaan buat kakiku!" Sakura membantah.

Kelima pengendali lainnya sudah melompat ke udara, terbang—sementara Sakura masih meluruskan sayapnya yang bengkok sebelum bisa mengepakkannya dengan leluasa. Takumi menyusul mereka sampai ke tepi menara dan berteriak. "Di mana tangganya?"

"D-di sini tidak ada tangga, Yang Mulia,"  Ayumi kebingungan. "Semuanya terbang."

Bagus, gerutu Takumi dalam hati. Diliriknya titik-titik di bawah menara dan membayangkan seberapa tinggi bangunan ini, sampai-sampai ia mulai kedinginan di atasnya. Tempat ini lebih tinggi daripada Menara Tokyo.

Refleks, Takumi meraba punggungnya. Tidak ada sayap. "Tapi aku tidak—"

Ia tidak punya waktu untuk membantah, karena Tabitha dan Rira sudah menyambar tangannya dan membawanya ke udara lepas. Terbang.

***

"Benar kata Tabitha; kita harus melihat keadaan teritori," celetuk Higina. "Karena pergi ke Efhtralier itu jauh sekali... tanpa kereta."

"Dan sayap kita pasti lelah kalau digunakan untuk terbang terus," timpal Tabitha sambil mengeratkan pegangannya pada tangan kanan Takumi. "Tapi ini pertama kalinya kita terbang sambil membawa seorang pangeran tanpa sayap, iya, 'kan?"

"Hei!" teriak Takumi. Ia bergelantungan bebas di udara, beberapa mil jauhnya di atas permukaan tanah dan hanya mengandalkan genggaman Tabitha dan Rira sebagai tempat berpegangan. Sekali terlepas, nyawanya melayang. "Kalian benar-benar tidak punya ide yang lebih baik, hah?"

"Anda juga tidak!" balas Tabitha tanpa rasa bersalah. "Hei. Itu jalanan besar Gaelea, 'kan? Gaelea Savea."

Keenam pengendali tidak ingin berada di ketinggian terus-terusan, sehingga mereka mengambil tukikan tajam menuju daratan. Takumi mengeratkan pegangannya.

Ia bisa melihat segala hal yang tidak ada di Fukui. Padang rumput tandus, bangunan-bangunan batu yang seolah mencuat dari tanah, spanduk sederhana bertuliskan kalimat yang tidak ia mengerti terpasang di rumah salah satu warga, dan samar-samar aroma daun basah tercium. Pepohonan dan bangunan terlihat makin cantik dari udara, meskipun ada yang berada tidak pada tempatnya. Beberapa pepohonan mati. Bangunan-bangunan hancur, tak terurus. Di sana-sini, jamur-jamur raksasa berpola aneh tumbuh mencuat di tanah yang kering.

"Perjalanan kita dimulai dari sini," gumam Genma. Mereka mendarat di sebuah hutan tipis dekat pemukiman fayre. Pepohonan di sekeliling mereka bergerak menoleh ke arah mereka—Takumi terkesiap, tetapi yang lainnya bahkan tidak melihat. "Temui salah satu warga dan tanyakan apa dia baik-baik saja. Sesederhana itu?"

"Tidak," geleng Rira sambil mengernyitkan dahi. Dia merasakan sesuatu; ada hal yang berbeda terhadap tempat ini semenjak terakhir kali mengunjungi Gaelea. "Jangan ada yang tahu bahwa para pengendali dan Pangeran sudah kembali. Sembunyikan sayap kalian."

ElementbenderWhere stories live. Discover now