20: Angels with Sharp Weapons

3K 140 5
                                    

Sesaat setelah Higina mengucapkannya, akar kering tersebut bergerak. Seberkas cahaya suram tiba-tiba bersinar dari gurat-gurat kayunya, membuat sang gadis menjatuhkan akar tersebut—sementara cahaya suram yang merambati garis-garis akar semakin memekat. Ketika cahaya tersebut akhirnya memudar, akar kering itu menghilang.

Higina tercengang. Akar yang tadi dipungutnya memang lenyap... digantikan sebuah kapak bergagang panjang yang kini tergeletak manis di lantai.

"Keenam rahasia para pengendali," bisiknya takjub.

Kelima pengendali elemen lainnya—ditambah Takumi dan Marabel—tidak tahu harus berbuat apa ketika Higina memungut kapak tersebut dan mengayunkannya dengan lihai. Sesaat, gadis itu bahkan melupakan kehadiran mereka. Hanya Higina yang tahu maksud "keenam rahasia", sehingga mereka diam saja.

Gadis itu memainkan kapak bergagang panjangnya dalam gerakan memotong dan membelah, menangkis dan melompat, memukul dan menghindar. Ketika ia mengayunkan mainan barunya dengan keras, kapak itu lolos dari tangannya, ujung bilahnya menancap dalam di dinding. Gadis itu menoleh pada Marabel, meringis. "Eh. Maaf."

"Kau tidak pernah bilang ada rahasia para pengendali," alih-alih membantu gadis itu, Sakura justru berkata curiga. "Ochiru-sama juga tidak pernah bilang ada rahasia para pengendali. Seharusnya kami diberi tahu," tatapannya beralih pada keempat temannya yang lain. Dan Takumi, dan Marabel. 

Higina mengernyit. "Kalian belum tahu?"

Diurungkannya niatnya menarik kapak itu dan kembali duduk di tatami. Giliran gadis itu yang bercerita panjang lebar.

Dulu, jauh sebelum keenam pengendali terdahulu lahir, para pengendali elemen pertama menyimpan benda-benda tertentu yang mereka rahasiakan dari semua orang. Bahkan keluarga kerajaan tidak tahu apa-apa. Enam benda mematikan yang jauh lebih mematikan apabila jatuh ke tangan yang salah. Satu-dua rakyat pernah melihatnya—tanpa mengetahui fungsi asli benda-benda tersebut di genggaman para pengendali elemen.

"Atsuka-nee mendeskripsikan salah satu benda itu kepadaku," kata Higina akhirnya. "Dan ini persis sekali dengan benda dalam cerita itu."

"Biar aku tebak," sela Tabitha, setengah merenung. "Kekuatan rahasia?"

Higina menggeleng.

Para pengendali elemen terdahulu melekatkan enam benda rahasia mereka pada atribut yang dikenakan para pengendali elemen selanjutnya. Dan itu berarti—

"Itu berarti kita selalu membawanya tanpa sadar!" seru Ayumi, tercekat.

"Harga diri?" sela Tabitha lagi. Kelima temannya menggeleng.

Ada keheningan janggal yang aneh. Masing-masing dari mereka saling menatap satu sama lain; meminta jawaban. Keenam pengendali elemen beralih pada Takumi. Sedari tadi, sang pangeran hanya meniup-niup tehnya seolah tidak menyadari tatapan menusuk mereka—sesekali melirik ke arah Higina dan kapak perangnya. Metsuki juga sama tenangnya; menjilat-jilat cakar kotornya dengan tenang.

Bagi Takumi, pertanyaan—yang tidak secara langsung dikatakan—tersebut sangat mudah. Dia sudah terbiasa dengan segala pikiran liarnya akan kekejaman hidup manusia, kisah-kisah detektif yang didengarnya, dan bagian dari jiwa Takumi sebelum hilang ingatan. Mengapa ia masih memegang pisau antik itu juga bukan tanpa alasan.

"Mereka menyelundupkan senjata di suatu tempat di tubuh kalian," sang pangeran berkata pelan. Disisipnya sedikit teh dari cangkir keramiknya.

Keenam pengendali elemen bertukar pandang, seperti yang biasa mereka lakukan. Sebelah tangan Takumi merogoh saku tuksedonya, mengeluarkan pisau antik itu, kemudian menaruhnya di atas meja rendah di antara mereka.

ElementbenderWhere stories live. Discover now