40.2: His Little Servant

1.9K 74 0
                                    

"Bicara, Katerina. Coba bicara."

Gadis kecil berambut hitam lurus itu menurunkan rahangnya, mencoba bicara—tetapi kata-katanya hanya berupa hembusan napas dan suara tercekat. Telinganya pernah tertusuk sampai berdarah, sementara lidahnya terbakar parah. Pita suaranya juga; semua organ di lehernya sudah rusak berat kecuali kerongkongan, tenggorokan, dan sumsum tulang belakang.

Sumsum tulang belakang? Apaan, tuh?

Katerina menggeleng-geleng, menengadah menatap Synthetic Elf dengan pasrah. Ia baru 63 tahun lebih 7 bulan, tetapi matanya telah melihat berbagai hal yang seharusnya tidak dilihat anak seusianya—pesta minum keras, pembantaian, pelecehan. Otaknya berkembang menjadi tempat yang sunyi dan liar, dipenuhi jeritan anak-anak dan raungan monster, dan anehnya—meskipun ia tahu asalnya dari minuman itu—ia perlahan-lahan melupakan keenam pengendali elemen dan Pangeran Takumi. Siapa Fairy Mistress? Siapa ketujuh remaja pengembara yang kemarin mengetuk pintu rumahku dan menumpang beristirahat?

"Oh," hanya itu reaksi Synthetic Elf. Katerina mengira sang pemimpin Etheres yang baru akan minta maaf, tetapi tidak.  Dia hanya duduk kembali di kursinya. Katerina terpaksa duduk di lantai—lantai marmer sedingin es membuat perutnya masuk angin.

Gadis cilik itu menatap benda-benda di sekelilingnya dengan ngeri. Ruang senjata adalah ruang tertinggi di kantor pusat; terletak di cabang pohon paling puncak, dilingkupi atap bundar yang terbuat dari jalinan sulur-sulur tanaman rambat. Sinar matahari menerobos masuk melalui sela-sela tanaman. Sulur-sulur itu gundul—daunnya yang hitam berjatuhan ke lantai, beberapa menimpuki kepala Katerina—menciptakan karpet organik berbau pohon mati yang terhampar di sepanjang ruangan.

Ruangan ini menyimpan senjata, sesuai namanya—tetapi senjata-senjata itu ditumpuk asal-asalan di setiap sudut ruangan; di belakang kursi Synthetic Elf, tergantung di langit-langit—sebagian senjata dipasang di dinding ruangan dalam susunan teratur. Katerina menoleh ke setumpukan tombak. Salah satu tombak tersebut dipasang berdiri, disangga oleh tombak-tombak lainnya, seperti susunan kayu bakar di perapian—ujung tombak tersebut ternoda darah kering. Segumpal benda merah lembek tertancap di sana. Katerina tidak ingin melihatnya lama-lama.

Dia lebih memilih menatap sang pemimpin Etheres sendiri, meskipun dia sama buruknya dengan ruangan ini. Synthetic Elf berwajah tirus, dengan bibir tipis yang selalu mengatakan hal-hal menyebalkan dan sepasang mata yang ujungnya miring ke atas. Matanya yang berwarna emas mengingatkan Katerina akan manik-manik kalung emas palsu. Sepasang telinganya lancip dan panjang, seperti elf pada umumnya—terlalu panjang, malah—dihiasi anting-anting perak. Sebuah kacamata mungil bertengger di hidungnya.

Katerina mengernyit menyadari Synthetic Elf tidak memakai atasan apapun hari ini. Pria itu bertubuh ramping dan jemarinya lentik, dengan percikan cat hitam menodai dada dan perut bawahnya. Rambutnya yang pirang ditata rapi ke belakang. Sebuah kuas cat terselip di telinganya, masih meneteskan cat hitam. Synthetic Elf seorang pelukis. Dia punya galeri khusus yang hanya boleh dilihatnya dan salah seorang sahabatnya, dan terkadang—hanya terkadang—Katerina bisa mengintip Synthetic Elf melukis di ruang senjata. Katerina tidak pernah melihat lukisan maupun orang yang menjadi objek lukisannya.

"Dia datang," ujar Synthetic Elf tiba-tiba. "Bukan. Mereka datang." Kekagetannya berubah menjadi amarah. "Siapa yang suruh dia masuk? Keluar! Keluar!"

Synthetic Elf bangkit berdiri—hampir menendang kursi setengah singgasana itu ke setumpukan pedang rusak—tangannya yang dingin menangkap bahu Katerina dan memelintirnya, bunyi tulang berderak tidak membuat pria itu berhenti menariknya ke arah pintu. Katerina menyentak-nyentakkan bahunya dalam panik. Ia bisa melihat sorot mata Synthetic Elf dari posisinya saat ini—tatapan tanpa belas kasihan yang belum pernah dilihatnya selama menjadi pelayan pribadi Synthetic Elf. Synthetic Elf menendang pintu ruangan hingga terbuka, bibirnya berbisik pelan.

"Ayo, boneka kecilku."

ElementbenderWhere stories live. Discover now