42.2: Paschalis Returns

2K 75 0
                                    

Sakura membuka mata perlahan-lahan. Kunang-kunang menyambutnya.

Untuk sesaat, ia pikir kunang-kunang itu hanya ilusi. Kepalanya pusing, sementara lantai di bawah tubuhnya berputar-putar dalam kecepatan tinggi. Ada sesuatu yang menggigit hidungnya. Sakura menggeleng-geleng, berusaha sekuat tenaga agar kembali ke dunia nyata, napasnya pendek dan tersengal-sengal. Lantai di bawahnya berhenti berputar. Samar-samar, Sakura melihat tempatnya berada—sebuah koridor sempit, gelap dan dingin. Namun “sesuatu” yang menggigit hidungnya tadi nyata, dan bukan kunang-kunang seperti dugaannya—melainkan sekumpulan capung mungil. Sayap mereka berpendar-pendar menerangi kegelapan koridor.

“Hei, bung,” bisik Sakura lemah. Bibirnya membentuk senyuman tipis. “Kelihatannya hanya kalian satu-satunya makhluk yang masih normal di sini. Di Etheres. Di tengah... entah-apa-namanya ini.”

Hewan-hewan kecil itu berputar-putar di sekitar wajahnya, seperti sekawanan peri mungil yang menatap Sakura dengan mata-mata terbelalak.

Senyuman Sakura memudar.

Capung-capung itu berhamburan pergi bersamaan dengan terdengarnya suara langkah kaki. Sakura sendirian lagi, dan koridor tempat ia berada kembali gelap gulita. Ia bisa merasakan dinding kayu yang dingin di belakang punggungnya. Dinding itu keriput dan membusuk. Sakura menyentuhkan telapak tangannya ke permukaan dinding; dinding itu juga berlubang-lubang, dan dari lubang-lubang itu keluar sejumlah ulat bulu yang lengket.

Sakura menyentakkan tangannya. Ia berbisik pelan. “Maaf, err... calon... kupu-kupu.”

Bagi Sakura, ulat-ulat itu lebih terlihat lucu daripada menjijikkan. Semua pengendali angin sependapat dengannya. Ketika cara membuat kain sutra ditemukan di dunia elemen, para pengendali angin langsung melarangnya. Sekarang, sekawanan ulat mengunyah-ngunyah batang kayu kantor pusat, jantung Etheres.... Sakura menelan ludah.

Suara langkah kaki itu memelan, terhenti sebentar, kemudian mulai terdengar lagi. Sakura hampir melupakannya. Seseorang akan datang—Synthetic Elf-kah? Siapapun dia, gadis itu tidak peduli. Dia punya cambuk dan keberanian untuk membela diri. Yang ditakutinya adalah kegelapan koridor ini.

“Fairy Mistress?”

Sakura terhenyak. Itu suara laki-laki—suara laki-laki setengah baya yang goyah dan ketakutan, lebih tepatnya—tetapi bukan Synthetic Elf.

“Paschalis?”

Seorang pria berjalan mendekatinya, langkahnya pelan dan hati-hati. Sulit memperkirakan dari arah mana pria itu datang. Sakura mendengar helaan napas seseorang, kemudian gumaman-gumaman kecilnya, dan akhirnya ia melihat sepasang mata biru berkilau yang mengintip dari balik kegelapan. Memang ada seseorang di sini selain dirinya. Seseorang yang jauh lebih tinggi darinya.

“Paschalis, matamu lucu,” komentar Sakura sambil tertawa sinis. Selama beberapa jam tanpa humor hari ini, yang dibutuhkannya adalah tertawa. “Di tengah kegelapan pekat, hanya matamu yang kelihatan.”

“... Milady?” gumam Paschalis heran. “Bodohnya aku. Harusnya kunyalakan dulu lampunya, tapi gelap sekali.”

Sakura mengulurkan tangannya, menggapai-gapai udara. “Di mana kau?” tanyanya. Tangan kirinya menyentuh sepotong kain; pakaian Paschalis. “Di sini. Aku di sini.”

Seekor capung terbang melintas. Jejak cahaya yang ditinggalkan sayapnya menerangi wajah Paschalis sesaat, meyakinkan Sakura bahwa pria itu benar-benar ada di ruangan ini. Ia bisa melihat mata birunya yang sedikit miring ke atas, garis-garis penuaan di sekitar mulutnya, telinga lancipnya, dan rambut pirangnya yang diikat ekor kuda.

“Hati-hati, Milady. Tuan Ælfric bisa datang kapan saja,” bisik Paschalis. Wajahnya kembali gelap gulita. “Dia membuat tentara-tentaranya di sini. Boneka-boneka kecilnya.”

ElementbenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang