49: Leaving Vidar

1.9K 73 0
                                    

Űbeltat menuntun kudanya melintasi semak-semak. Matahari pagi menerobos masuk melalui celah-celah dedaunan, menyinari kulitnya, membuatnya mengernyit. Kuda putih itu meringkik sekilas ketika seekor tupai melenggang melintasi mereka dengan pipi penuh makanan. Selain tupai itu, hutan ini terasa sepi selain suara para pengawal yang mengobrol dalam suara pelan.

Terlalu sepi untuk ukuran hutan, malah.

Hewan-hewan itu takut padanya, ia tahu. Makhluk-makhluk mungil lebih peka dalam mendeteksi baik-tidaknya seseorang, bisa dipercaya atau tidak. Dan Űbeltat tidak. Pria itu tersenyum. Senyum yang nyaris merobek ujung mulutnya, membuat pria itu terlihat sepuluh kali lebih tua dari umur aslinya. Digaruknya puncak kepala kuda itu dan terus berjalan.

Ia berhenti ketika kakinya menginjak setumpuk kayu bakar yang sudah menghitam. Űbeltat menatapnya sesaat, tanpa berkedip. Ada sisa-sisa abu di sekeliling kayu-kayuan itu. Ada seseorang yang baru saja bermalam di sini.

Seseorang yang hidup, bergerak, dan bersenjata.

Űbeltat berjongkok, memerhatikan kayu bakar itu dengan lebih teliti. Disibakkannya tumpukan kayu dan abu, dan menemukan... tidak ada. Űbeltat meraup segenggam abu, mendekatkannya ke mata, dan tersadar.

Abu yang putih cemerlang.

Berarti, api yang sebelumnya membakar kayu bakar itu berwarna putih. Semenjak kedatangan Űbeltat ke Pyrrestia, api di seluruh dunia elemen berubah merah dan hitam. Warna itu cukup untuk membungkam ketakutan para penduduk, membuatnya gila, bersamaan dengan bir buatan Synthetic Elf dan pelat besi yang dipasang Arashi ke sejumlah rakyatnya. Selama masa-masa itu, tidak ada yang bisa membuat api putih atau kuning sekalipun. Kecuali segelintir  orang.

Para pengendali api.

Űbeltat menumpahkan abu itu ke tanah dan bangkit. Berapa banyak generasi pengendali api yang masih hidup? Bisa dihitung jari. Lima, empat mungkin. Salah satunya ditawan di istana selama lima tahun belakangan ini. Dua lainnya terlalu tua untuk mengendalikan api. Pengendali termuda, generasi pengendali api terbaru, entah ada di mana saat ini.

Tidak terlalu jauh, Aloysius.

Űbeltat melompat ke punggung kudanya dan memacunya berlari melintasi hutan, mencari Komandan Cuthberht. Furious Knight. Dialah orang yang hidup, bergerak, dan bersenjata. Hatinya berpacu lebih keras begitu mengingat nama itu, lebih cepat daripada kaki-kaki kudanya.

Itu pun kalau dia punya hati.

***

 “Di mana mereka?” desis Higina panik. Rasanya ia melihat ketiga sosok temannya entah di mana, di tengah pepohonan yang lebat. Genma, Rira, dan Takumi—yang terpisah dari kelompok kecil itu selama mereka mandi. Di lengan Higina terkepit tiga pasang pakaian laki-laki dan tiga pasang sepatu kulit. Sakura—yang sebenarnya bisa berlari jauh lebih cepat darinya—tertinggal di belakang.

Gadis itu ketakutan setengah mati. Ia sudah melihat bayang-bayang tentara yang menjelajah masuk ke dalam Vidar dengan senapan terkokang dan kuda-kuda cokelat di antara pepohonan. Gadis itu meringis sendiri mengingat kecepatan kakinya yang tidak memadai. Ia bisa melintasi hutan lebih cepat dengan terbang, tetapi semak-semak dan batang pohon menghalangi sayapnya agar mengepak dengan leluasa. Ia menoleh ke belakang, melihat Sakura, Ayumi, dan  Tabitha hampir berhasil menyusulnya.

“Berikan sebagiannya untukku,” kata Tabitha, sambil mengulurkan tangannya. “Kau tidak bisa berlari cepat dengan bawaan sebanyak itu.”

Higina menyerah dan mengangsurkan tiga pasang sepatu kepada gadis itu. Mereka berlari lagi, kali ini dengan lebih waspada.

ElementbenderWhere stories live. Discover now