6: Absurd Evening

3.5K 173 3
                                    

Malam yang ramai di apartemen keenam pengendali elemen. Semua orang sudah pulang; Genma, Rira, dan Tabitha menjadi yang terakhir kali pulang, blazer mereka kusut dan rambut cokelat Tabitha acak-acakan.

"Aku dikejar makhluk kecil berbulu yang berteriak guk-guk-guk tadi," jelas Tabitha, bahkan tanpa menyeka beberapa helai rambut lengketnya yang jatuh ke pipi.  "Dia mengendus-endus sepatuku dan kelihatan imut sekali—tapi dia benci kucing," Dihempaskan tubuh di sofa ruang televisi.

"Mungkin karena baumu mirip kucing," komentar Genma ringan. Sepasang flat shoes langsung melayang ke kepalanya.

"Itu namanya anjing. Ada banyak di Etheres. Masa' belum pernah lihat, sih?" Sakura mengangkat bahu. "Kalau semua kucing itu imut, nah—tidak semua anjing itu lucu. Dunia ini tidak adil, 'kan?"

Tidak ada yang ingin berkomentar. Sementara Sakura mulai mendorong-dorong Genma ke dapur untuk memasak makanan; Higina ada di meja konter, duduk di atasnya. Ayumi melantai sambil melamun di sudut, Rira melepas sepatunya dan Tabitha bangkit dari sofa; berjalan mendekati pintu kamar yang ada di sebelah kanan. Hanya ada dua kamar di unit rumah mereka.

"Kalian punya baju ganti? Kain tebal ini kutemukan di lemari pakaian dan hanya ada satu, sudah kupakai seharian."

Higina segera melompat dari atas meja. "Aku bisa buatkan," katanya. "Tunggu... tidak. Lebih baik aku taruh langsung di kamar mandi saja. Itu berarti kalian harus mandi. Kalian bertiga." Ia menengok ke dalam kamar mandi yang lampunya entah sejak kapan dinyalakan. Kemudian ia masuk. Teman-temannya tahu bahwa Higina tidak boleh diganggu sementara ia membuat pakaian yang dijanjikannya—selain pengendalian tanah dan kehidupan, gadis itu bisa membuat barang-barang solid—dari kayu sampai uang—dengan cara yang tidak diketahui siapapun. Lagipula, biasanya ia tidak lama.

Tabitha melonjak ketika Higina keluar dari kamar mandi. Kira-kira baru beberapa detik saja.

"Aku du—"

"Aku duluan."

Gadis itu nyaris kehilangan keseimbangan ketika ia berusaha bangkit dari pose hampir-mau-masuk-kamar-mandi tersebut. Ada tangan yang menghalangi jalannya. Ia menoleh ke samping, akan mengumpat—hal yang normalnya tidak boleh dilakukan seorang pengendali elemen—sebelum melihat siapa pemilik tangan tersebut.

Rira. Tabitha langsung mengirim sinyal waspada ke sistem sarafnya: hati-hati kesetrum!

"Kenapa harus kau yang duluan?" tanyanya, suaranya kacau oleh rasa takut. Ia tidak berani menabrak tangan Rira; ia takut setruman listriknya. Rira hanya meliriknya dengan tatapan seolah ia baru saja bertemu pengendali terbodoh sejagat raya.

"Karena aku lebih bau darimu," katanya tenang, sambil berjalan memasuki kamar mandi dan mengunci pintunya dari dalam.

Tabitha mengerutkan dahi. Ia menghela napas, kemudian kembali duduk di sofa depan televisi.

Untung aku belum kena setrum tadi.

***

Suasana yang sunyi di kediaman Aya Matsuzaki malam ini. Ame sudah mengganti-ganti saluran televisi, tetapi ia tidak mengerti semua isinya. Sinetron romantis, film laga, berita tentang pria yang gantung diri di Hutan Aokigahara....

Argh.

Aya tidak berkomentar apa-apa ketika melihat Ame di rumah. Ia malah tidak tahu bahwa cowok itu bolos kuliah. Sekarang ia pergi lagi, dengan keluarga Naharu; meninggalkannya sendirian di rumah. Sudah dua jam ia sendirian di sini. Mungkin sebentar lagi Aya pulang.

Gadis itu, aaargh.

Matanya mengerjap-ngerjap. Oh, ya. Gadis itu. Ia masih mengingat dengan jelas wajahnya, suaranya, dan kenyataan bahwa gadis itu sangat cengeng. Seorang pelayan kafe yang mengejar-ngejarnya sampai ke pertigaan, kemudian jatuh, dan tiba-tiba memeluknya. Sambil menangis, pula.

ElementbenderWhere stories live. Discover now