8.1: And Evaliot Crambles

3.1K 154 2
                                    

Seorang elf kecil terbang rendah melewati bangunan istana—para penjaga sedang istirahat entah di mana. Telinga runcingnya bergerak-gerak ketika angin membawanya ke salah satu jendela istana yang terbuka, mengintip apa yang ada di dalam.

Jendela itu langsung mengarah ke ruang singgasana.

Banyak yang berubah dalam tata urutan silsilah kerajaan. Evaliot sudah berganti pemimpin. Raja dan Ratu menghilang, membiarkan sang perdana menteri mengambil alih singgasana. Mulanya tidak ada yang berbeda tentang hal itu—sampai Denki mengubah peraturan-peraturan di dunia elemen.

Pangeran juga menghilang; begitu pula para pengendali elemen. Rakyat tidak menyukai perubahan-perubahan yang dipaksakan Denki. Sebaliknya, mereka membutuhkan para pengendali elemen agar kembali. Tanpa mereka, keenam elemen berada pada titik terlemahnya. Seharusnya hal itu bisa diatasi dengan pengalihan kekuasaan terhadap pengendali elemen terdahulu, tetapi mereka juga menghilang.

Astaga. Banyak sekali orang-orang penting yang menghilang.

Laki-laki kecil itu hinggap di pinggiran jendela; mencoba mencuri dengar pembicaraan orang-orang di dalam sana. Di ruang singgasana hanya terlihat Denki. Pria itu berjalan mondar-mandir sambil membawa... tongkat? Pedang? Yang jelas benda itu berwarna putih seperti tulang. Apa yang direncanakannya dengan sebuah tongkat?

"Terbukti, 'kan? Kau tidak bisa melakukan apa-apa. Kau terlalu lemah, dan aku memiliki segala yang tidak kalian punya. Aku mengurus Evaliot untukmu."

Denki bicara dengan seseorang. Siapa? Hanya ada dia sendiri di ruang singgasana. Atau jangan-jangan dengan seseorang yang tidak terlihat? Si elf kecil mendengarkan lebih seksama sementara Denki berbicara lagi.

"Sejauh ini, kerajaanmu berjalan sesuai rencanaku. Tidak ada yang kelaparan, tidak ada yang curiga, tenang saja. Jangan khawatirkan soal para pengendali elemen. Mereka ada di bumi sekarang... mencari yang tidak ada. Kapanpun mereka datang, mereka datang sebagai pecundang, Yang Mulia. Karena tak ada lagi sang ratu yang bisa dihibur, teritori yang bisa mereka kuasai, rakyat yang bisa mereka pimpin, dan pangeran yang bisa mereka peluk."

Anak itu mengerti sekarang. Para pengendali elemen tidak kabur dari tugas memerintah kelima teritori seperti dugaan rakyat, mereka justru sedang mencari pangeran di bumi. Dan kapanpun mereka kembali, mereka sudah terlambat. Dunia elemen sudah... terlanjur rusak.

"Sebaliknya. Keenam elemen membutuhkan pemimpin-pemimpin baru sesudah itu. Pemimpin yang mau tunduk pada raja yang baru." Denki mengangkat tongkatnya—mungkin lebih terlihat sebagai jarum panjang—dan asap sewarna darah muncul dari ujungnya; bergumpal-gumpal, membentuk wujud seseorang. Siluet asap merah tersebut mendarat di hadapan Denki. Si elf kecil harus menolehkan kepala agar bisa melihat seseorang di balik asap dengan lebih jelas.

Kemudian, asap itu memudar—lebih tepatnya diserap kembali ke dalam tongkat—memperlihatkan seorang laki-laki mungil berkimono merah, dengan kulit pucat dan rambut pirang. Sebelah bahunya tersingkap. Laki-laki itu tidak terlihat... sehat: tato sebentuk lambang kuno terukir di dadanya. Benar-benar terukir, bukan ditulis dengan tinta. Dan ada semacam... pisau gergaji bundar melekat di punggung laki-laki itu, menggantikan sepasang sayap.

Si elf kecil melebarkan mata. Apa dia membuat makhluk hidup baru?

"Dia cantik, 'kan, Hakkou?" tanya Denki, sambil menatap "tongkat sihir"-nya dalam-dalam.

Ada hubungannya dengan kelima teritori yang kehilangan pemimpin, pasti. Dan bukan pertanda baik.

"Satu lagi. Pasangannya; sahabat sejatinya, seseorang yang akan dicintainya," gumam Denki. Asap di tongkatnya memekat lagi. Kali ini membentuk seseorang berkulit pucat, bermata emas tanpa pupil. Dada bidangnya yang telanjang dipenuhi tinta hitam menetes-netes: dari leher, dari matanya. Pria itu memiliki telinga runcing seperti elf pada umumnya—kali ini memiliki cincin-cincin metal tertanam di sisi-sisinya. Dia tidak terlihat seperti monster... setidaknya tidak seaneh laki-laki berkimono.

Namun, ada yang aneh dari pria itu. Entah apa. Mungkin karena sepasang mata emas tanpa pupilnya kini menatap si laki-laki berkimono dan—entah bagaimana—laki-laki berkimono itu tersenyum?

Tidak. Ini gila. Denki bukan raja pengganti biasa, dia....

"Pria muda yang manis," komentar Denki. Dia tersenyum tipis, sangat tipis sampai elf kecil itu harus memicingkan mata untuk melihatnya. "Lebih baik daripada sang Fairy Mistress. Benar 'kan, Yuma?"

Si elf kecil tidak bisa melihat hal ini lebih lama lagi. Ia bergegas terbang pulang ke desanya. Ia harus memberitahu rakyat Etheres—dan mungkin keempat teritori lainnya—bahwa dunia mereka berada dalam bahaya. Secepatnya.

Andaikan dia tahu bahwa sang raja juga telah memperhatikannya sejak tadi.

ElementbenderWhere stories live. Discover now