78: Innocence Lost

876 64 12
                                    

Mortimer tidak akan membiarkan gadis itu lolos.

Tidak setelah dia mengetahui rencananya sesungguhnya. Apa pria itu akan membiarkan Ayumi dan sekumpulan teman-teman berandalannya sampai ke Efthralier, kemudian melaporkannya pada Denki? Tentu tidak. Lebih bagus kalau mereka langsung membunuh sang raja—tetapi tidak ada yang bisa menjamin mereka bisa melakukannya.

Ketiadaan sayap ini mulai membuatnya sinting. Mengapa Denki tidak memberikan makhluk-makhluk sihirnya sayap? Apa itu semacam simbolisme; keterkungkungan sang Raja baru selama menjadi perdana menteri sekaligus pengendali angin—atau dia hanya ingin memastikan anak-anaknya tidak dapat lebih berkuasa daripada dirinya? Apapun itu, Mortimer tidak peduli. Toh pria itu akan mati. Kalau bukan di tangannya, di tangan pangeran kecil arogan itu juga bisa.

Dia kira aku lemah, ha.

Denki harusnya berpikir ulang soal itu. Menciptakan lima makhluk sihir dari lima teguk darahnya sendiri—sihir yang paling terlarang, beresiko, menakjubkan—tanpa mengingat poin penting bahwa makhluk-makhluk itu akan memiliki keinginan-keinginan tersendiri sama saja dengan mendaftar untuk masalah yang pasti akan datang. Dan masalah itu bernama Grey Froth.  Apa jadinya kalau seorang anak yang patuh tiba-tiba membelot pada orang tuanya sendiri? Hah, Denki tidak akan menyadarinya sama sekali. Mortimer tertawa kecil.

Lebih baik ini daripada menjadi pelayan selamanya.

Mortimer tertawa lagi. Kali ini lebih keras; mengagetkan Ayumi tiba-tiba. Getaran napas sang pengendali pengganti memantul-mantul di lorong yang sempit, menciptakan kaleidoskop suara yang untuk makhluk normal akan membuatnya langsung sakit jiwa. Getaran itu menjelma menjadi lorong yang lebih panjang. Pintu menuju ruang cermin bertambah jauh dari waktu ke waktu. Mortimer tahu sang gadis mulai putus asa.

"DIAM, MORTIMER!"

Gadis itu akhirnya berbalik. Sepasang sayap yang sebelumnya mengepak hebat tersebut kini terlipat lurus di punggung, meskipun wajah sang pengendali masih seganas dan sewaspada sebelumnya. Selama sedetik mereka hanya menatap; tetapi kemudian tangan Ayumi bergerak, mengayunkan benda tak kasat mata padanya seolah senjatanya masih ada di sana. Dan sepertinya memang itulah yang dia kira. Tangan itu tertahan di udara, si pemiliknya hanya terpaku tak percaya. Tidak ada busur biola.

"Ups. Ketinggalan di kamar, ya?" tanya Mortimer menggoda. Ayumi buru-buru menarik tangan kosongnya kembali ke sisi tubuh. "Sayang. Kalau aku bawa dua mungkin sudah kuberikan satu untukmu..., biar impas."

Ayumi hanya menatapnya curiga. 

"Aku punya pengendalianku," kata sang gadis. Seolah dia sedang berusaha menyombongkan diri dan gagal. "Itu lebih dari cukup."

"Seperti?"

"Seperti ini."

Koridor bergemuruh. Ayumi mengepakkan sayapnya lagi untuk menghindari guncangan, tetapi Mortimer yang berdiri di atas dua kaki terpaksa berpegangan pada dinding untuk tetap tegak. Batu-batu berjatuhan. Aliran air merembes jatuh dari banyak lubang di langit-langit. Sang pengendali perusak tanpa sadar mundur beberapa langkah; saat gadis di hadapannya mulai berubah, mengelam dan bertambah alien dari waktu ke waktu. Digenggamnya busur cello tersebut semakin erat.

Wajah sang gadis mulai berubah bentuk. Bertambah tirus dengan sepasang mata kecil kelam yang menakutkan; Mortimer yakin ia melihat tanduk sempat menjulang di atas kepala gadis itu sebelum kembali menghilang. Sayapnya melebar, lekukan cakar mencelat dari sendi-sendinya. Ayumi bukan lagi gadis lemah yang baru saja ia lecehkan beberapa menit lalu.

Namun Mortimer tidak semudah itu putus asa. Dengan cepat, dikibaskannya busur cello itu di depan mata; bilahnya segera menjelma menjadi capit besi raksasa yang menyatu dengan tangan kanannya. Ayumi hanya menatap tak berkedip saat perubahan-perubahan tubuh sang lawan terus terjadi. Kakinya yang semula normal kini membengkok layaknya reptil. Matanya menyipit—dua kelopak tipis dengan sedikit bola mata kekuningan yang mengintip; dan air berbau busuk menetes-netes dari rambut hitam panjangnya, memenuhi ruangan ini dengan aroma memuakkan. Mortimer menyeringai. Ayumi mendesis; kedua sayapnya mengembang waspada.

ElementbenderWhere stories live. Discover now