76: Heart and Lungs

2.2K 94 21
                                    

"Aku pintar juga, 'kan, kadang-kadang." Senyum polos Tabitha merekah begitu mereka di dalam gedung Undamaris. Dipandanginya pria gemuk yang sedang mengambilkan minuman dari kejauhan. Menurutnya wig yang dipakai si pria konyol juga. "Kita jadi tidak perlu repot-repot ke sana, 'kan? Hah," Bibirnya tersenyum miring; puas akan rencananya.

"Tapi buat apa kita di sini, Tabitha? Kita belum siap—aku masih lapar." Bibirnya mengerucut. Dielusnya ujung kapak yang tersembunyi di balik sayap dan ikat pinggangnya sambil berpikir-pikir. "Saking laparnya sampai-sampai aku ingin mengguncang tempat ini sedikit, membuat otakku amnesia, supaya aku bisa melupakan komitmen anti-dagingku dan makan kalian semua." Wajah lonjongnya bertambah masam. "Kalian berenam, dan Metsuki sekalian."

"Tapi di antara kita semua, dagingku yang paling enak, 'kan?" Genma berkata kalem.

PLAAKK.

"Ini dia... tujuh tiram untuk kalian, dan sebotol mutiara untuk Yang Mulia Grey Froth—nanti, saat dia turun...." Si pria berambut pirang kehijauan mengisyaratkan mereka agar duduk di sofa terdekat, di tangannya terdapat nampan berisi botol-botol bir. Diberikannya semua masing-masing satu botol, kecuali satu botol yang tercantik, yang ditaruh hati-hati di atas meja. "Silahkan... silahkan minum!"

Tidak ada yang menyentuh botol mereka. Para pengendali memiliki komitmen untuk terus menjaga kesadaran dalam situasi apapun—dan itu termasuk tidak mengonsumsi apapun yang membuat mabuk. Sementara Takumi terlalu curiga pada botol tiramnya sampai-sampai untuk melihat pun dia tidak mau. Bagaimana kalau benda itu punya energi rahasia, yang menghipnotismu seperti di film—

 Ayumi berbisik, suaranya tercekat di tenggorokan. "Grey Froth."

Lampu-lampu conchella seolah meredup begitu sang pengendali ilusi pengganti memasuki ruangan; langkah-langkahnya panjang dan pasti, menciutkan nyali Ayumi. Seisi ruangan yang nyaris kosong itu terasa semakin hampa dibandingkan dengan kehadiran sang pria di sana.

Para pengendali elemen terpaku. Takumi siaga.

Grey Froth pria raksasa; panjang bidang bahunya mungkin dua kali panjang bahu pria dewasa normal; rambutnya lurus dan hitam, tergerai sampai punggung bawah. Selingkar mahkota berhias mutiara terpasang menahan rambutnya. Bibir pria itu semerah darah, dan matanya sipit, kelopak mata atasnya menggantung lemah menutupi sepasang iris cokelat cemerlang di baliknya. Senyumnya bengkok dan lebar.

Selain jas militer dengan motif hitam-putih berselang-seling, pria itu memakai celana hitam dengan bot putih yang menutupi sepasang kakinya. Di balik ekor jas, terdapat ekor lain—ekor kadal bersisik perak—mengibas ke sana-ke mari dengan lincahnya. Di tangannya yang bercakar putih terdapat sebuah cello besar.

"Selamat malam, Anak-anak."

Tidak ada yang bergerak.

"Hah, kenapa? Takut? Jangan, jangan. Aku hanya merekrut orang-orang baik di sini. Hanya orang-orang yang polos dan belum tahu apa-apa, sama seperti kalian. Jangan khawatir—kalian punya banyak teman di sini!"

Ayumi mulai merasakan giginya gemeretuk. Ia ingin bangkit dari kursinya, menjambak rambut Grey Froth, apapun—ia ingin mengalahkannya, mengalahkannya sekarang juga kemudian pergi dari sini. Namun rasa takut memang menahannya. Grey Froth lebih terlihat seperti tipe yang akan menculik jiwamu saat kau tidak melihat. Dia bermain dalam kegelapan—atau, untuk kasusnya, ilusi.

Ada sesuatu yang salah dalam perkataannya. Ayumi mencoba berpikir-pikir—tetapi Takumi langsung mengerti seketika itu juga.

"Orang-orang polos? Seperti anak-anak?" sentak sang pangeran tiba-tiba, mengagetkan teman-temannya. Pemuda itu bangkit dari kursinya dengan tangan di seputar pisau, bersiap menghunus. Grey Froth hanya tertawa. Suara tawanya berubah menjadi debur lautan di air lepas.

ElementbenderWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu