88: Obligatory Hallucinatory

207 23 1
                                    

[spoiler: just a bunch of confusing fight scenes. you have been warned.]

.

"Rira! Cepat!" teriak Sakura gemas.

Lautan seolah berderu di sekitar mereka sementara pasukan duyung terus mengejar. Ketiga remaja itu berenang tanpa tujuan, menghindari jalanan ramai Fabula—dan menghindari dasar lautan. Sekompi tentara berseragam hanya tinggal sejengkal lagi dari ujung kaki mereka. Metsuki mendesis waspada di tengkuk kemeja Rira.

Genma menoleh ke belakang, dan buru-buru berbalik lagi. Ia bergidik. Wajah-wajah mereka....

... bukan makhluk hidup.

"Kita tidak bisa begini terus-terusan!" seru gadis di sebelahnya; suaranya mengalahkan jeritan duyung-duyung-setengah-ilusi di bawah sana. "Takumi dan yang lainnya masih di dasar. Kalau kita terpisah lagi, bagaimana?"

Sang pemuda api menatap ke atasnya. Gelap gulita, tanpa vegetasi maupun duyung lain sejauh mata memandang—tetapi ia juga tahu bahwa mereka telah hampir mencapai daratan. Terasa dari tekanan airnya. "Berenang terus. Mereka tidak akan bisa sampai ke pantai."

"Mereka duyung, Genma."

"Bukan. Lihat sendiri."

Menghela napas, Sakura akhirnya menunduk. Apa yang dilihatnya selanjutnya membuat sang gadis tercengang. Sepasukan tentara yang tadinya ia kira sebagai duyung, ternyata hanyalah... bangkai hiu. Dengan tubuh penuh bilur-bilur luka, mata yang tinggal rongga, dan harum mawar yang janggal menguar dari tubuh mereka—"tentara-tentara" tersebut kini berupa lima bangkai hiu yang dijahit asal-asalan menjadi satu. Berpotong-potong tangan boneka terhunjam ke dalam daging busuknya, menggapai-gapai liar. Semua tangan menggenggam pisau.

Sakura tercengang; jantungnya merosot. Jangan. Jangan lagi.

Monster hiu itu mulai menggeram, dan kedua remaja tersebut berenang semakin cepat. Rira yang linglung ikut ditarik ke atas. Tekanan air semakin menipis. Tinggal sedikit lagi.

... Kita tidak bisa begini terus-terusan.

"Genma, pegang dia erat-erat. Berenang sampai ke atas," kata Sakura tiba-tiba. Tangannya, yang selama ini mencengkeram lengan kiri sang pemuda listrik, kini lepas. Genma melotot menatapnya.

"Apa-apaan—kau tidak punya senjata—"

"Kubilang berenang!"

Sang pemuda api menyerah. Meninggalkan gadis itu seorang diri, dieratkannya cengkeramannya pada lengan gontai Rira; dan mengayuh sayapnya membelah lautan.

.

Tabitha hanya termangu selama setengah jam terakhir ini.

Mereka tengah menyusuri gua bawah laut tersebut, sambil berharap agar tidak terjadi gempa susulan di Muiridel. Adiknya terkapar lemas di atas punggung Furo. Matanya menatap lurus ke kegelapan gua; bibirnya tertarik hingga segaris. Ada sesuatu yang berkecamuk di benaknya, ia yakin.

Nozomu memutuskan untuk bertanya. "Ada apa, Imouto?"

"Hmm," hanya itu jawaban Tabitha. Kemudian, "Tidak apa-apa."

Tidak biasanya gadis itu seaneh ini. Telah lebih dari seratus tahun ia mengasuh Tabitha, dan baru sekarang—hanya sekarang—dia menjawab pertanyaan dengan sepotong pendek "hmm" dan tatapan datar tanpa ekspresi. Agak menakutkan juga, sebenarnya. Terbersit dalam benaknya bahwa Tabitha yang ini bukan benar-benar Tabitha dan hanya ilusi menjebak sang Madam, tetapi digusahnya pikiran itu jauh-jauh. Tentu ia bisa membedakan energi air asli dan yang palsu. Milik sang Madam jelas-jelas palsu.

ElementbenderNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ