54: Bounderish Soldiers

1.9K 81 0
                                    

Tubuh pemuda itu terguncang-guncang di atas punggung kuda.

Genma bersyukur karena pasukan ini memutuskan untuk berjalan-jalan biasa, bukan terbang. Mungkin belum. Meskipun tubuhnya terikat kuat ke pelana dan tangan, kaki, dan sayapnya tidak bisa bergerak sama sekali, ia masih bisa mendengar percakapan-percakapan para tentara. Berusaha mendengarkan. Terguncang-guncang di atas punggung kuda membuatnya mual. Genma mencoba menegakkan lehernya, melihat ke mana mereka membawanya, tetapi ikatan itu menahan gerakannya. Dengan wajah menatap ke arah bawah, yang bisa ia lihat hanya jalanan berbatu, sayap, dan salah satu kaki kuda.

"Mildgyd dan Mildred sudah mati!" teriak Genma asal-asalan, pikirannya dikacaukan oleh mabuk darat. "Kalau kalian mau menemui mereka sekalipun, percuma!"

"Kau sendiri yang bilang mereka ada di sekitar sini," kata seorang tentara yang menunggangi kuda yang mengangkut Genma. "Kita lihat apa kau berbohong atau jujur, Nak."

"Nak!" teriak Genma lagi, meledakkan tawa yang sedari tadi ditahannya. "Kalian lupa siapa ak—"

Perkataannya terhenti oleh hentakan kaki kuda yang keras dan tiba-tiba, nyaris melemparkan tubuh Genma ke udara andai tali-tali itu tidak menahannya. Genma meringis kesakitan. Benar-benar lucu. Semuanya terasa lucu. Ia berbohong dan tentara-tentara itu memercayainya. Ia bisa menjebak mereka... seandainya teman-temannya ada di sini.

Genma membenci mereka karena tidak membelanya di saat ia butuh, padahal ia tahu mereka ada di sana, memerhatikannya. Genma membenci kenyataan bahwa ternyata teman-temannya penakut, tidak ingin terlibat masalah dan kabur. Tapi Tabitha menghabisi komandan sinting itu. Ia tersenyum tipis. Entahlah... mungkin semua ini hanya rencana mereka. Mungkin ia hanya perlu mengikuti alurnya saja.

Pasukan tersebut berbelok ke arah kanan, menuju sebuah jalan sempit yang hanya dihuni beberapa rumah dan satu toko obat. Jalan sempit itu diakses melalui celah di antara toko roti dan kantor pos yang berada di pinggiran alun-alun sebelumnya, yang hanya bisa dilalui tiga kuda sekali waktu. Jalan pintas menuju manor. Seingatnya, jalan ini hanya digunakan untuk rakyat biasa yang ingin berkunjung ke manor, bukan tentara-tentara. Genma penasaran apa "Mildgyd dan Mildred" benar-benar tinggal di sini. Jalan pintas ini hanya sejauh setengah kilometer, salah satu sisinya dibatasi punggung bangunan dan empat rumah sempit membatasi sisi satunya. Sudut-sudutnya dihiasi rongsokan. Satu meriam yang sudah tidak berfungsi, roda-roda kayu yang patah bertebaran di tanah, mainan-mainan rusak dibiarkan tergeletak di pinggir jalan. Mungkin Pyrrestia tidak seindah Etheres, Gaelea, Lunaver, dan Muiridel. Mungkin.

"Bangun, Nak," kata salah seorang tentara. Kuda-kuda dihentikan, tepat ketika Genma mulai merasa... panas. Tertelungkup dengan posisi kepala lebih rendah dari pinggul, darahnya mengalir deras ke kepala, membuatnya pusing. Bagian tubuhnya yang lain terasa dingin. Untunglah kuda tersebut tidak melonjak-lonjak lagi. "Di mana tempat tinggal mereka—atau, persembunyian mereka?" tanya si tentara, menarik leher Genma hingga sejajar dengan punggungnya.

Genma menelan ludah—menelan muntah, lebih tepatnya. "Lepaskan... aku... dulu," bisiknya pelan.

Tentara itu melompat turun dari kudanya, menatap teman-temannya sekilas, kemudian mengangguk.

Tali yang mengikat tubuh Genma ke punggung kuda dilepas. Setelah itu, si tentara memotong tali yang mengikat kaki Genma dengan pisaunya, kemudian menyuruhnya berdiri. Genma merosot turun dari punggung kuda perlahan-lahan, menghela napas ketika akhirnya sol sepatunya menapak tanah. Tentara-tentara tersebut menatapnya dengan waspada.

Genma berusaha melepas tali yang mengikat tangannya juga, tetapi ikatannya terlalu kuat dan ia menyerah.

"Di mana teman-temanmu yang lain?" tanyanya, dengan suara yang lebih stabil dari sebelumnya

ElementbenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang