38.1: Run! Watch Out!

2K 77 0
                                    

"Lari. Lari, Yang Mulia!" seru Ayumi panik. Para elf bersenjata pedang beterbangan ke arah mereka, beberapa di antaranya berjalan dengan langkah lebar, sama cepatnya dengan elf yang terbang. Mereka membelok ke arah jalan setapak yang ditunjuk sang wanita, pikiran mereka dipenuhi keinginan menyergap ketujuh anak muda pengganggu Etheres dan menyerahkannya kepada Synthetic Elf.

"Kita bisa melumpuhkan beberapa dari mereka," gumam Genma. Ia dan keenam temannya belum beranjak dari tempat mereka, sementara jarak antara para elf dengan mereka semakin sempit. Dihunuskannya pedangnya ke udara.

"Jangan!" geleng Sakura. "Mereka rakyatku. Kalau semua ini sudah selesai, kita masih bisa menyembuhkan otak mereka."

Genma menyelipkan kembali pedangnya di ikat pinggang sambil menggerutu pelan.

Higina mencolek pundak Sakura dan membisikkan rencananya. Mereka mengangguk, kemudian memberitahu teman-temannya yang lain agar berlindung di satu-satunya tempat yang tidak dipenuhi para elf. Ketujuh remaja itu berlari ke arah kantor pusat. Dan sesuai dugaan mereka, sekompi pasukan elf mengejar di belakang, meneriakkan lolongan serigala.

Pasukan elf menyeringai. Di tangan mereka, terdapat berbagai jenis tombak dan senjata angin, beberapa membawa pedang. Segelintir elf yang terbang membawa busur dan panah yang dilumuri racun. Mereka melesat di udara, berteriak-teriak riuh, menembakkan hujanan panah ke arah ketujuh pengganggu Etheres yang masih berlari. Para elf yang berlari melepaskan tombak mereka, sisanya menembakkan gigi-gigi penghisap darah ke udara.

Ketujuh remaja itu menunduk ketika tujuh bilah tombak dilemparkan ke arah mereka. Tombak-tombak itu meleset, ujungnya yang beracun menancap di bunga hortensia raksasa, kemudian patah dengan sendirinya. Mereka terkesiap ketika bunga itu mulai mengisut dan mati seketika.

"Tutup sayap kalian!" teriak Genma. Sayapnya terlipat erat di belakang punggungnya. "Jangan biarkan mereka melubanginya lagi!" Dugaannya benar. Beberapa elf yang berlari mengarahkan senjata angin mereka ke sayap-sayap para pengendali elemen, beberapa lainnya mengincar kaki Takumi. Salah satunya berhasil.

Takumi menggerenyit. Kakinya tertusuk gigi binatang. Digusahnya gigi-gigi itu sampai terlepas, kemudian berlari menyusul para pengendali elemen. Dikeluarkannya pisau itu dari saku rompinya.

Sebuah anak panah ditembakkan ke arah Ayumi. Gadis itu menyingkir, tetapi panah itu tidak berhenti—dan menusuk perut Tabitha. Sang gadis air terbelalak. Racun dengan cepat menyebar ke seluruh tubuhnya.

"M-maaf," bisik Ayumi panik. Ditahannya tubuh Tabitha yang melemas agar tetap tegak. Sebelah tangannya berusaha mencabut panah itu, tetapi ia terlalu gemetar. "B-berhenti, teman-teman. Dia—"

"Ayumi, kita tidak boleh berhenti," Sakura berbalik. Gadis itu terhenyak melihat panah yang menancap di perut Tabitha dan darah yang merembes keluar dari lukanya. Ditatapnya wajah Tabitha. "Jangan. Jangan dia lagi."

"T-tapi aku tidak kuat mengangkatnya," kata Ayumi. "Genma?" panggilnya. Sang pemuda api menoleh. Ayumi menunjuk ke arah Tabitha. "Dia melemah." Genma mengangguk, memindahkan Tabitha dari pegangan Ayumi, dan dengan hati-hati menggendongnya.

Kantor pusat semakin dekat. Hanya tinggal beberapa langkah dan mereka bisa masuk ke dalamnya. Sialnya, pagar kantor itu dikunci. Mereka harus memanjat lagi.

***

"Katerina, hei. Anak baik."

"...."

"Sudah baikan? Jangan menangis lagi."

Katerina menunduk. Rambut hitamnya menempel di pipinya yang basah. Gadis itu menggenggam sebotol bir pemberian Synthetic Elf, mencengkeramnya erat-erat. Botol bir itu terasa hangat di tangannya.

Pelayan pria itu mengalihkan perhatiannya dari Katerina. Diawasinya halaman kantor pusat dari jendela. Terdengar suara gedebuk samar, bunyi pagar disentak-sentak, dan teriakan banyak orang. Pelayan pria itu membuang muka.

"Pemberontak." Dia menoleh ke arah jendela lagi. Matanya melebar. "Oh. Jangan. Bukan. Pengendali elemen. Pangeran T-T-Takumi.... Katerina, hei, bangkit." Katerina berdiri seperti yang diminta si pelayan. "Tuan Ælfric mungkin membutuhkanmu. Tuangkan minuman atau apa saja. Ayo, anak baik." Dirangkulnya tubuh ringkih Katerina sambil berusaha menjernihkan pikirannya. Anak perempuan itu menurut.

"Maafkan saja dia, oke? Yang memasukkan bara api ke minumanmu memang dia, tapi... pokoknya lupakan saja. Dia hanya ingin rahasianya selamat," bisiknya. "Sejujurnya, aku bingung harus berpihak kepada siapa."

Katerina menoleh. Matanya bundar dan sayu, dan sejenak pelayan pria itu mengira Katerina adalah anak perempuannya yang hilang. Yang dibawa ke Efthralier sebagai—ah, ia tidak mau membayangkannya. Andaikan Katerina berambut pirang dan bermata biru pucat, mungkin ia bisa salah mengira Katerina sebagai anaknya.

Terdengar teriakan keras dari luar. Pelayan pria itu buru-buru mendorong Katerina keluar ruangan.

"Sana. Cepat."

ElementbenderWhere stories live. Discover now