29: We Thought You Were...

2.5K 111 1
                                    

Siang itu, setelah puas menembaki enam lukisan berbentuk keenam pengendali elemen dan mengutuk siapapun yang merenggut Arashi darinya, Ælfric baru bisa tenang. Pria itu duduk seorang diri di meja minum tehnya, menenggak bergelas-gelas rum merah hingga penglihatannya memburam. Setiap pelayan yang mencoba menegurnya, diusir.

Ælfric berpikir keras. Rompi emasnya sampai berkeringat—tunggu. Ia tidak pernah berkeringat, hanya merasa panas.

"Boneka-boneka kecilku, dengan penyamaran yang... aha," Diisinya gelas dengan rum lagi. "Dunia kecilmu seharusnya diperintah orang-orang dewasa, bukan remaja-remaja lugu. Idiot."

Ia terus berbicara sendiri. Sementara rum dalam botol sudah habis, ia dengan cepat mengambil botol lain.

"Crescence!" teriaknya pada pelayan yang lewat. "Siapkan kanvas dan cat di ruang senjata. Secepatnya."

Pelayan itu mengangguk-angguk seperti boneka.

"Dan bawa mereka ke kereta kuda. Kecuali gadis yang paling kecil. Dia belum datang hari ini."

Pelayan itu mengangguk untuk kedua kalinya, kemudian buru-buru pamit.

Ælfricsendiri lagi. Ia mengetuk-ngetuk jemari plastiknya ke atas meja.

Ia perlu membuat jebakan laba-laba. Dengan serat-serat jaring yang berkilau, menarik mangsa agar mendekat. Cukup besar untuk menangkap segerombolan remaja lugu, tetapi cukup transparan agar tidak terlihat mata. Dan ia sudah punya umpannya.

"Boneka-boneka kecilku yang tampan, keluar dan temuilah mereka. Ajak mereka berpesta."

***

Ketujuh orang itu (karena tidak ada panggilan yang lebih mudah selain itu) duduk di kursi ruang tamu rumah Clair; sambil berusaha mengingat untuk apa mereka datang ke mari. Tujuan utamanya adalah ke kantor pusat Etheres, tentu saja—di mana mereka bisa mencari pertolongan untuk Takumi dan keenam pengendali elemen sendiri. Sayap mereka rusak. Berjalan terus-terusan tidak akan mengatasi masalah sepele itu.

Seperti yang Sakura bilang: rasanya seperti membunuh kakimu sendiri.

Mungkin mereka berhenti di rumah Clair hanya untuk istirahat. Ya. Bisakah mereka berkeliaran di Etheres tanpa penyamaran? Tidak. Namun, rakyat sudah terlanjur melihat mereka. Sakura terdiam, berpikir keras.

"Kita butuh sayap," celetuk Higina tiba-tiba. Yang lain menoleh. "Kantor pusat Etheres itu tinggi sekali. Pagarnya saja tinggi. Kecuali kalau kalian mau memanjat terus-terusan, silahkan saja."

Kantor pusat seharusnya tidak terlalu jauh dari tempat ini. Selain berada di pusat kota, bangunan itu besar sekali—menjulang di antara pemukiman warga, melampaui pohon tertinggi yang ada di dunia elemen. 

Dalam kalimat lain, dibangun di dalam pohon tertinggi yang ada di dunia elemen.

"Seburuk itu, ya," Takumi mendengar dirinya sendiri bergumam. Ia menelan ludah. "Tidak bisa berbuat apa-apa tanpa sayap."

"Bukan hanya itu. Masih banyak kendala-kendala lainnya," timpal Genma. "Kita terjebak."

"Kita dijebak," ralat Tabitha tajam. "Siapapun pengendali-pengendali pengganti ini, mereka tahu langkah kita selanjutnya. Dihadang, dicerai-beraikan, diseret, dibuang, dilukai..." sang gadis air menghela napas. Mata silvernya menerawang. "Atau mereka mengira kita hanya anak-anak yang tolol, atau apalah."

Mereka terdiam. Udara sejuk dan gemerisik dedaunan pohon apel membuat kelopak mata mereka memberat. Ruang tamu ini begitu aneh; dengan jendela dibuka lebar, pintu kayu mengilap, tirai cokelat berenda, cangkir-cangkir teh berornamen, dan kursi-kursi empuk. Di dinding, tergantung rajutan-rajutan dekoratif yang disimpan di dalam bingkai kayu. Lantai ruangan ini diselimuti karpet mewah berilustrasi janggal. 

ElementbenderWhere stories live. Discover now