5.1: The Illusionbender: Founded

3.4K 183 3
                                    

"Wanita itu muncul lagi. Kali ini wajahnya terlihat, meskipun kurang jelas."

"Katakan; bagaimana wajahnya? Jelaskan sebisamu," komentar Helen. Ia berpikir, kalau laki-laki ini hanya bermimpi, dia tidak akan mengingatnya dengan jelas.

"Dia... dia familiar, itu saja. Matanya sembab. Dan ada orang lain di sebelahnya. Laki-laki itu warna rambutnya sama dengan—"

"Stop, Ame," pinta Helen. "Jelas sekali bahwa mimpimu hanya bunga tidur. Wajah wanita, laki-laki, semuanya berasal dari elemen-elemen dalam hidupmu. Mungkin kau pernah bertemu satu-dua orang di kampus, atau di kafe, dan meskipun kau tidak mengenal mereka—"

"Tapi mimpi itu terasa nyata, Dokter," bantah Ame. "Semua mimpi memang terasa nyata selama kita tidur, tapi yang ini berbeda. Aku memimpikan orang-orang yang sama; mereka bersayap, mereka familiar, dan bahkan aku belum pernah melihat mereka di Fukui. Aku bahkan mencatatnya!"

Helen menghela napas. "Baik. Lanjutkan ceritamu."

Dia tidak terkesan mengetahui bahwa Ame benar-benar mencatat setiap karakter dalam mimpinya—dia sendiri yang menyuruhnya. Selama lima tahun, Ame mencatat detail mimpi-mimpi tersebut dalam sebuah buku coretan. Sudah sepenuh apa buku itu? Helen berharap anak ini tidak benar-benar mengidap halusinasi atau skizofrenia. Pembicaraan mereka mengenai manusia setengah elang, peri-peri bertubuh tinggi, penghuni bawah tanah, manusia setengah kuda laut, dan duyung membuat Helen putus asa.

"Setiap orang yang kutemui di mimpi itu—mereka selalu membicarakan hal yang sama. Tentang hilangnya pangeran, hadirnya raja baru, dan lenyapnya para pengendali—aku tidak tahu apa maksudnya. Tapi sepertinya aku pernah melihat "para pengendali" yang mereka katakan, dalam mimpi...."

Wanita psikiater di sampingnya mulai tertarik. Kelihatannya Ame pintar mengingat mimpi-mimpi yang pernah ia alami . "Ceritakan bagaimana penampilan mereka."

"Mereka ada enam, dan masing-masing diwakili sebuah elemen," kata Ame sambil mengingat-ingat. Ia sendiri terkejut bisa menjelaskan sampai serumit itu. "Api, angin, air, ilusi, tanah, listrik."

"Hmm. Well," Helen berpikir sesaat sebelum bertanya," dan apa kau mengetahui sang pangeran itu sendiri?"

Ame terdiam. "Um..."

Untuk sesaat, Ame tercekat. Pangeran. Pangeran yang hilang? Ia tidak pernah melihat wajah sang pangeran di mimpinya; hanya orang-orang yang sepertinya adalah sang raja, sang ratu, orang-orang terdekat mereka dan makhluk-makhluk bersayap tadi. Seolah-olah pangeran tadi adalah hantu—atau, lebih parahnya lagi, dirinya sendiri. "Sang ratu", wanita keibuan di mimpinya kemarin, memanggil pangeran yang hilang itu dengan sebutan "Takumi".

Takumi.

Seketika memori-memori dari masa lalu melesak ke dalam otaknya—mimpi-mimpi bertahun-tahun lalu yang terkait dengan nama itu. Mimpi-mimpi itu nyata, dan benar-benar terjadi di suatu tempat.

"Pangeran kecilku, Okaa-sama akan  berikan sebuah nama untukmu."

"Dia tumbuh besar dengan cepat. Dia akan menjadi raja yang sempurna kelak."

"Takumi, mereka teman-teman barumu—para pengendali elemen cilik."

"... bahwa sang pangeran, Takumi, telah menghilang."

"Ame. Ame!" seruan Helen mengagetkannya. Wanita itu memastikan keadaan Ame dengan mengibas-ibaskan telapak tangan di hadapan matanya. "Kau diam lama sekali. 'Suara-suara' itu lagi?"

Ame mengangguk lemah. "Mereka tidak menakutkan, hanya membingungkan."

Helen bangkit dari sofa berlengannya dan berjalan mendekati pintu ruangan. Membukanya secelah. "Aku pikir sesi hari ini sudah selesai. Satu lagi: kau bolos kuliah, ya?"

ElementbenderWhere stories live. Discover now