64: Strugglers

1.7K 80 1
                                    

Aloysius menarik rapier-nya dari sarung pembungkusnya. Ujungnya yang setajam jarum diarahkan ke wajah Genma, mengantisipasi penyerangan dengan penyerangan.  Pemuda itu terhenyak. Hal pertama yang terlintas di pikirannya adalah mundur—sebelum menyadari apa yang ada di belakangnya. Sebuah celah raksasa di dinding menara yang langsung mengarah ke udara bebas.

Genma mengeluarkan salah satu pedangnya. Bilah metaliknya berkilat-kilat tertimpa cahaya obor dari luar, memantulkan cahaya tersebut ke lantai batu di bawahnya. Kemudian, ia menarik pedang satunya dari balik sayap, menunjukkannya pada Aloysius. Pedang itu lebih pendek dan tajam. Genma tersenyum simpul.

"Kalau kau kalah, tinggalkan dunia elemen. Kalau aku menang, kau harus angkat kaki dari tempat ini." Ia terdiam sesaat. Aloysius menatapnya, tidak terkesan oleh lelucon murahannya. "... Tunggu. Kalau aku kalah, lakukan apa yang kau mau—apapun itu. Aku bisa jadi pelayan dapur seumur hidupku atau dipancung di atas atap, terserah."

Aloysius mendecakkan lidah. Tawaran pemuda itu tidak begitu disukainya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap Genma—kecuali membunuhnya, tentu saja—dan "lakukan apa yang kau mau", di telinganya, sama artinya dengan tidak melakukan sesuatu yang berbeda. Dan ia paham siapa Genma—seorang anak muda yang menyembunyikan seribu arti dalam ucapan dan senyumannya. Ia bisa memotong kedua tangan pemuda ini dan dia akan tetap menyerang dengan pedang di mulutnya.

"Termasuk mengambil teman-temanmu dan menggoreng mereka, hmm?" senyum tipisnya terkembang.

Sebaliknya, senyum kecil Genma menciut. "Tidak. Yang itu tidak."

"Anak kecil sialan," raung Aloysius, jenuh dan marah mendengar suara pemuda itu. Ia merangsek maju, menggenggam rapier di tangannya seperti jimat pengusir setan. Genma sadar bahwa adu senjata ini bukan adu senjata biasa. Aloysius ingin membunuhnya sedari tadi. "Bahkan meskipun kau menang, aku tidak bisa meninggalkan tempat ini."

"Oh ya?" Genma tertawa sinis. Ia menurunkan kakinya dari pinggiran jendela dan berputar. Sepasang mata Aloysius yang kelam menatapnya. Genma menggenggam pedangnya yang panjang di tangan kanan, pedang yang lebih pendek di tangan kiri, menunggu Aloysius melakukan serangan pertamanya.

Dan dia melakukannya, lebih cepat dari yang Genma duga.

Aloysius merendahkan tubuhnya dalam satu gerakan ringkas, mendorong punggungnya ke depan sementara lutut kanannya menekuk, tangan kanannya mendorong bilah rapier ke arah Genma. Pemuda itu melompat ke belakang, mendarat di pinggiran jendela raksasa. Berat sayapnya membuatnya limbung. Genma menggeleng dan mengepak-ngepakkan sayapnya, menyeimbangkan tubuhnya dengan pinggiran jendela yang curam dan udara luar yang dingin. Ia mengetatkan cengkeramannya pada pedang yang lebih panjang.

Genma melompat ke dalam menara dengan pedang terhunus di tangannya, sayapnya mengepak pelan. Ia memasang kuda-kuda, menyerang Aloysius dengan lutut kanan tertekuk dan dagu terangkat, masih melayang di atas lantai. Pedangnya terdorong ke wajah Aloysius—yang langsung mengelak dengan lincah. Genma berputar. Ia menyerang dari sisi lain, memusatkan ujung pedangnya pada pinggang Aloysius. Pria itu menyadarinya. Ia menggerakkan rapier-nya ke samping, melindungi sisi kiri tubuhnya dengan bilahnya yang ramping, tepat sebelum pedang Genma berhasil menembus dagingnya. Logam pedang sang pemuda api beradu dengan logam rapier-nya. Rapier Aloysius yang fleksibel dan pedang Genma yang kokoh mendesak satu sama lain, saling menggerus, menimbulkan suara berderit-derit pelan yang menggemeretukkan gigi.

Genma menyerah. Logam rapier Aloysius lebih kuat dari yang ia duga. Ia mundur, punggungnya menabrak tembok batu dingin, dan samar-samar didengarnya suara teriakan dari ruang aula. Seolah-olah sekompi monster telah dijatuhkan ke ruangan itu. Genma menelan ludah.

ElementbenderWhere stories live. Discover now