4.1: Job Openings

3.3K 178 2
                                    

4.1: Job Openings

"Jam 1 lewat 13 menit," gumam Higina saat melihat jam dinding yang kini ditaruh di meja makan (ia tidak tahu tempat yang benar). "Oke. Sekarang kita harus menyempurnakan penyamaran kita dengan... berbaur layaknya manusia biasa."

Higina mengambil koran yang disediakan di bawah rak televisi dan melebarkannya di atas lantai. Ia menyusuri semua kolom sampai menemukan apa yang ia cari. Kolom lowongan pekerjaan.

"Yakin kita bisa melakukannya?" tanya Sakura skeptis. Diliriknya koran tersebut. Tulisannya dibuat kecil, tetapi ia bisa membacanya dengan baik. "Maksudmu—pekerjaan manusia? Seperti apa?"

"Seperti... pengantar pizza, mungkin?" cetus Ayumi tiba-tiba, menunjuk salah satu iklan di barisan paling atas. Sakura mengangkat bahu.

Yang lainnya membantu mencari. Higina menggunakan pulpen berstempel apartemen yang ditemukannya di laci meja tempat tidur, kemudian menggunakannya untuk mencoret kolom-kolom pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan oleh mereka. Pekerjaan-pekerjaan itu entah menghabiskan banyak jam dalam sehari, melibatkan sesuatu yang tidak mereka ketahui, kemungkinan bertemu banyak orang sangat sedikit, atau bahkan terlihat mencurigakan. Akhirnya, setelah sekitar setengah jam berkutat dengan berpuluh-puluh lowongan pekerjaan yang dicoret, hanya tersisa empat iklan.

"Empat tidak cukup untuk kita," keluh Higina. Sakura mengangkat bahu.

"Tidak apa-apa. Lihat yang pertama: pengantar pizza yang disebutkan Ayumi tadi," bacanya, menunjuk iklan itu sekali lagi. "Kelihatannya lumayan. Tidak butuh tingkat pendidikan tertentu kecuali gesit, bisa menemukan alamat dengan mudah, dan paling tidak hafal jalur-jalur di kota ini.... Di sini disebutkan; "gesit". Aku bisa menghampiri seluruh daerah di kota kecil ini dalam waktu singkat. Tinggal menghafalkan daerah di sekitar sini saja. Jalan-jalannya, bangunan-bangunannya...." Ia berusaha agar  tidak memikirkan bayangan 'seorang-Sakura-menjadi-pengantar-makanan?' di benaknya. Toh ia terbiasa melakukan segala sesuatu secepat angin.

Sakura si Lady Pengantar Pizza. Bagus juga.

"Coba lihat yang kedua," kata Ayumi. "Penjaga florist. Perempuan 16-35 tahun, tidak ada persyaratan khusus... hanya loyal saja."

"Aku bisa," cetus Higina. "Menjaga bunga seharusnya tidak terlalu sulit. Aku suka tanaman."

Ayumi mengangkat koran tersebut sedikit lebih tinggi dan membaca iklan berikutnya.

"Yang ketiga," gumam Ayumi, memotong perkataan Higina. "Pelayan di Nichiyoubi Kafe. Perempuan, 17-25 tahun. Selain itu, dia harus.... Yang ini aku saja."

Keenam orang tersebut kembali menekuri daftar lowongan kerja tersebut, yang telah ditandai X di mana-mana. Siapa tahu ada satu iklan yang terlewat. Namun, percuma saja. Hampir semua lowongan di koran ini sudah ditandai.

Semua, kecuali satu.

"Hmm. Tinggal satu," celetuk Genma. Disikutnya Rira dan Tabitha. Kemudian, ia membacakan sendiri lowongan pekerjaan terakhir tersebut. "Dibutuhkan lima pegawai baru di Miraculous Wedding, perempuan atau laki-laki, usia 22 sampai 40, berdedikasi tinggi, berpenampilan menarik dan..." ia memutuskan kalimatnya. "Hmm..."

Higina menatap mereka bertiga dengan mata berbinar. "Bagaimana, bagus, 'kan?"

"Tidak!"

"Tidak!" 

"Tidak." 

"Kau seharusnya coret yang itu juga," Genma melirik iklan di koran tersebut sekali lagi; setelah itu menatap Higina. "Penyelenggara pernikahan? Untuk pendatang seperti kita? Cari yang lain saja."

Dia punya alasan kuat: mereka tidak ingin menekuni pekerjaan manusia yang berhubungan dengan pernikahan dan hal-hal rumit lainnya. Selain itu, pekerjaan ini pasti membutuhkan surat-surat lamaran. Higina  bisa memalsukan surat-surat tersebut, tetapi tetap saja....

Higina menghela napas. "Hanya ini yang paling memungkinkan dibanding pekerjaan-pekerjaan yang lain," katanya. "Kalian mau jadi guru sejarah kelas 10 dan 12? Apa yang kita tahu soal sejarah manusia—sementara sebelumnya tumbuh besar di dunia elemen?"

"Koki di mall? Kalian bertiga tidak bisa memasak! Kecuali mungkin Genma, tapi—ayolah," bujuk Sakura. Gadis itu menghela napas pasrah.

"Lagipula," cetus Ayumi. "Menyelenggarakan pernikahan... kupikir cukup romantis juga."

Romantis?

"Bagaimana?"

Tabitha berpikir-pikir.

"Hmm..."

"Ya?"

"Coba saja."

Dan Genma dan Rira pun hanya bisa pasrah.

ElementbenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang