Hoofdstuk 4 : Huwelijk

171 11 2
                                    

"Benarkah? Aku takut kau tidak akan bisa membuangku. Aku akan menempel padamu seperti perekat." jawab wanita itu sambil membaringkan kepalanya pada pundak Leo.

Wanita itu mulai memegang dan mengikuti kedua tangan Leo yang meraba-raba seluruh tubuhnya dari belakang.

Kemudian Leo berbisik padanya, "Sebenarnya apa motifmu?" bisik lelaki itu tajam. "Untuk apa wanita sepertimu tiba-tiba mendekatiku? Apakah Ayahmu sudah bangkrut sehingga putrinya harus melacur secara terpaksa? Tidak mungkin." sambung lelaki itu.

"Kau tidak salah." jawab wanita itu dengan senyuman menggodanya.

Dengan satu gerakan akhirnya Leo menghentikan aksinya itu kemudian menatap wanita itu dengan aura biasanya.

"Lalu apa itu?" tanya Leo dingin.

"Lanzo. Apa kau masih mengingat nama itu? Atau perlukah aku membuatmu mengingatnya?" ucap wanita itu sembari tersenyum.

Mendengar nama itu, reaksi tubuh Leo sedikit menegang. Tetapi untungnya ia berhasil untuk terlihat biasa-biasa saja tanpa terganggu sedikitpun.

"Kenapa kau menyebutkan nama itu?" tanya Leo dingin.

Anastasia tersenyum. "Aku tahu kau diam-diam menyelidiki segala hal tentang Lanzo. Bahkan dimana keberadaannya saat ini. Tetapi sayangnya, Lanzo tidak sebodoh itu, dan tidak akan ada orang yang bisa melacaknya kecuali aku." ucap Anastasia.

"Bagaimana aku bisa memercayai semua perkataanmu?" tanya Leo dingin.

"Kau salah kalau kau mengira kau bisa memancing Lanzo semudah itu. Kau tidak mengenalnya. Lanzo adalah orang yang paling sulit untuk digoyahkan." sambung Leo.

"Oh, ya? Kau tidak tahu seberapa pedulinya Lanzo padaku. Karena aku pernah berhubungan dengannya." balas wanita itu dengan angkuhnya.

Leo menatapnya sinis. "Kau kira kau bisa menggunakan alasan yang sesimpel itu untuk memancing pria itu? Tidak peduli sedekat apapun hubungan yang pernah kau jalin dengan Lanzo, ia akan hanya menganggapmu sebagai angin yang berlalu. Lanzo memang sangat baik kepada orang lain, tanpa terkecuali. Tapi apakah kau tahu berapa banyak wanita yang mendahuluimu sebelum dan sesudah kau bersama dengannya? Mungkin ribuan." ucap Leo dingin.

"Bagaimana kalau begini saja? Percayalah padaku dan aku akan membantumu mencari Lanzo karena kita memiliki tujuan yang sama, tetapi kau harus menikah denganku. Apa pendapatmu?" tawar wanita itu dengan tatapan laparnya.

"Kau sedang bernegoisasi denganku? Kenapa tidak kau beritahu saja keberadaan Lanzo sekarang, dan aku akan setuju menikahimu kapanpun kau mau." ucap Leo yang tampak tidak sabaran.

"Apa kau masih tidak mengerti? Pernikahan inilah yang akan memancing dia." balas wanita itu.

"Sudah kubilang, Lanzo tidak akan peduli mau salah satu dari ribuan wanita yang pernah ditidurinya akan menikah atau tidak." jawab Leo.

"Ini bukan tentang kepeduliannya terhadapku. Tetapi kaulah umpannya yang sebenarnya. Aku hanya pemain pembantu berhubung aku pernah menjalin hubungan dengannya. Tetapi pada akhirnya anak baik seperti Lanzo tidak mungkin melewatkan pernikahan kakaknya, terlebih lagi jika calon istrinya kakaknya itu adalah salah satu wanita bekasnya." ucap wanita itu.

"Lalu kenapa dari beribu-ribu gadis Lanzo, aku harus menikah denganmu?" tanya Leo dingin.

"Apa kau sedang berada di posisi yang tepat untuk bernegoisasi, Pangeran Leo? Dan mungkin hanya akulah dari beribu-ribu gadis itu yang bisa bekerja sama denganmu." sindir wanita itu tepat sasaran. Rahang Leo mengeras seketika.

"Menikah denganku, atau ucapkan selamat tinggal pada Lanzo." sambung wanita itu.

Leo menatap wanita itu dingin. Untung saja wanita itu bukan pria. Kalau tidak ia tidak tahu entah bagaimana lagi ia akan melampiaskan kemarahannya yang sudah tak tertahankan ini.

"Jadi kau memerasku." ucap Leo dingin. Wanita itu tertawa.

"Aku tidak pernah memerasmu, Yang Mulia. Aku hanya menawarkanmu sesuatu yang hanya bisa kau dapatkan di dunia ini melaluiku. Terserah padamu apa kau menginginkannya atau melewatkannya." jawab wanita itu dengan profesional.

"Kapan-"

"Leo!!! Leo!!!!!" teriak seseorang dari luar sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar itu. Leo menghembuskan nafasnya kasar kemudian membuka pintu itu dan melihat Lionelle dengan tatapan sinisnya.

Lionelle tampak seperti baru saja bermandi-mandi ria di sauna, yang mana membuat seluruh keringatnya bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Ada apa, Lionelle? Apa kau tidak lihat aku sedang bersama orangku?" tanya Leo dengan tajam. Kemudian Lionelle menoleh. "Wanita yang menamparmu?? Jangan bilang dia adalah orang yang akan dijodohkan denganmu??!" seru Lionelle tidak percaya kemudian mendekati wanita itu.

Anastasia menatap Lionelle sambil menunjukkan senyuman menggodanya. "Sial. Kau benar-benar beruntung, Leo." komentar adiknya itu.

Leo menatapi mereka berdua dengan dingin. "Lionelle, apa kau berpikir kamarku adalah tempat untuk menampung keringatmu??!" bentak Leo dengan dingin.

Tetapi tampaknya adiknya itu tidak mendengarkan karena ia terlalu sibuk mengagumi Anastasia.

Leo memutar kedua bola matanya merasa kesal. "Anastasia, apa kau sudah puas untuk tersenyum-senyum kepada adik dari calon suamimu?!" serunya kesal.

Mendengar itu Lionelle terkejut. "What??! Kenapa langsung menikah? Tidak ada acara tunangan dulu?" tanya Lionelle terkejut.

Leo menatapnya dengan dingin untuk kesekian kalinya.

"Biarkan aku bertanya padamu. Sekarang siapa yang akan menikah denganku? Kau atau dia, Leon? Berhentilah bersikap seolah-olah kau calon istriku yang merasa belum siap untuk menikah!" seru Leo.

Astaga. Kenapa para mahluk di sekelilingnya selalu saja membuat emosinya naik dalam sekejap. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh orang-orang bodoh ini, terkhususnya Lionelle, adiknya sendiri itu.

Tolonglah. Ia bukan Lanzo, yang tidak akan marah sedikitpun bahkan ketika ada yang mengatakannya anak haram. Darimana anak sinting itu bisa mendapatkan kepribadian yang begitu tenang? Leo tidak habis pikir. Sementara ia sudah sangat tersiksa di kamarnya sendiri, berhadapan dengan dua manusia yang sangat payah ini!

Memang sepertinya Leo terkadang harus meniru sifat positif adiknya yang menghilang ke bulan itu, batinnya.

"Leo... tidak bisakah kita bertukar hanya sekali ini saja? Aku yang akan memohon kepada Ayah. Kenapa kau tidak yang bersama Nebula saja dan aku berasamanya? Ayolah, Leo..." bujuk Lionelle.

"Tidak Lionelle! Tidak! Kenapa kau selalu mengangguku saja??! Sekarang keluarlah dari kamarku!" bentak Leo dengan dingin.

Lionelle langsung memasang wajah jeruk nipisnya kemudian pergi keluar dari kamar ini.

Leo menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia tidak menyangka hari ini akan datang. Hari dimana ia mempertaruhkan jalan hidupnya demi anak sinting itu, Lanzo. Ia juga bingung. Kenapa Lanzo bisa sangat memengaruhinya sebesar itu? Ia benar-benar tidak habis pikir.

Leo menghampiri Anna dengan tatapannya seperti biasa kemudian mengatakan, "Tentukan tanggal, tempat, dan waktunya. Beritahu kepadaku kalau sudah siap. Lakukan semaumu." ucap lelaki itu tanpa berbasa-basi lagi.

Anastasia tersenyum sekali lagi sembari berkata, "Keputusan yang tepat, Leonardo." ucapnya.

"Kau bisa keluar dari kamarku, Anna." ucap Leo dingin. Wanita itu kemudian tersenyum dan mengucapkan salamnya, "Permisi, Pangeran Leo." ucapnya sembari memberi hormat lalu pergi meninggalkan Leo.

Leo menghembuskan nafasnya kasar kemudian berbaring diatas tempat tidurnya yang empuk. Ternyata ia benar-benar mengikuti perjodohan sialan ini hanya dengan satu kata yang mengancamnya, Lanzo.

Kepala Leo rasanya sudah mau pecah. Lagian kemana sebenarnya anak sinting gila itu? Ia selalu saja merepotkan Leo. Argh! Leo bahkan tidak tahu untuk apa ia melakukan semua hal tidak berguna ini demi anak sesinting Lanzo. Jika ia menemukan anak sinting itu, ia pasti sudah membunuhnya, batin Leo.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-L Y C A N O

Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now