Hoofdstuk 43 : Een Kus

56 7 2
                                    

"Kenapa berjalan sangat cepat?" tanya Lanzo mengejar Lou. "Karena aku tidak mau berjalan denganmu. Apakah kau bodoh?" balas Lou malas.

"Bukankah beberapa hari yang lalu kau berbicara dengan lembut? Kemana semua itu?" tanya Lanzo heran. "Apa kau benar-benar bodoh? Tidak ada perempuan yang begitu. Bila kau menemukan seorang gadis yang berbicara dengan lembut, percayalah padaku kalau dia sedang berakting." jelas Lou.

"Termasuk kau?" tanya Lanzo.

"Tentu, pria bermata biru." jawab Lou.

Lanzo langsung menarik tangan gadis itu sehingga ia berbalik dan menatap Lanzo. "Kau mau apa?" tanya gadis itu heran.

"Kemarin kau sempat mengatakan kau salah menilaiku." ucap Lanzo sambil menatap kedua mata Lou.

"Memangnya seperti apa kau menilaiku?" tanya Lanzo. Gadis itu masih terpaku pada mata biru Lanzo. "Tidak ada," jawab gadis itu singkat.

"Jawab aku," ucap Lanzo.

"Kau tampan, tinggi, dan lembut terhadap wanita." ucap Lou sejujurnya.

"Dan nyatanya?" tanya Lanzo.

"Kau menyebalkan, angkuh, dan kasar." jawab Lou.

"Apa kau punya seorang kakak?" tanya Lanzo sambil mengatur nafasnya.

"Aku tidak tahu," ucap Lou sambil berusaha mengalihkan pandangannya dari mata biru Lanzo.

"Jika kau punya satu, yang mana yang kau inginkan? Seorang kakak yang lembut atau yang kasar?" tanya Lanzo dengan suaranya yang tercekat.

"Aku tidak ingin punya satu," jawab Lou.

"Kenapa?" tanya Lanzo serak.

"Dulu aku pernah bertemu seorang peramal. Dan ia mengatakan jika aku bertemu kakakku, aku akan jatuh cinta pada kakakku sendiri." jawab Lou.

"Apakah itu baik atau buruk?" tanya Lanzo sambil menarik pinggang gadis itu mendekat. "Yang kutahu tindakanmu sekarang termasuk buruk." jawab Lou yang hampir tidak bisa bernafas akibat pesona lelaki ini.

"Dimana buruknya?" tanya Lanzo serak.

"Kau tidak seharusnya begini, kita memiliki batas satu sama lain." jawab Lou.

"Dari awal aku sudah tahu kalau bertemu denganmu itu buruk." balas Lanzo sambil mengatur nafasnya kemudian berlalu.

***

"Aku sudah memutuskan. Karena sudah semuanya tahu termasuk Lionelle maka kenapa kita tidak memperkenalkan Lou sebagai adikmu saja?" ucap Leo mengusulkan.

Lanzo menoleh. "Apa kakak gila?" balas Lanzo tak kalah kuat.

"Apa aku yang gila atau apa itu kau?" jawab Leo.

Lanzo tampak sedikit frustasi.

"Apa kau punya perasaan khusus terhadapnya yang membuatmu begini?" ucap Leo akhirnya melontarkan pertanyaan mematikan itu.

Lanzo terdiam sejenak. "Aku tidak akan menjawab itu," ucapnya.

"Sebaiknya jangan, Lanzo." ucap Leo mengingatkan adiknya.

"Kurasa aku harus menahan diri," jawab Lanzo pada akhirnya yang membuat Leo mengumpat. "Damn."

"Umumkan saja kalau begitu, biarkan dia tinggal disini supaya setiap kali aku melihatnya aku akan mengingat kalau dia adalah adikku." ucap Lanzo.

"Kau pasti bercanda kepadaku," balas Leo.

"Aku hampir saja menciumnya ketika tadi aku menjemputnya." ucap Lanzo sambil tersenyum miring.

Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now