Hoofdstuk 49 : Melancholie

49 6 2
                                    

Pagi itu Lionelle melihat Lanzo yang tengah berada di taman belakang. Lionelle memghampirinya dan duduk berhadapan dengannya. Lanzo sudah memberi tatapan bahwa ia ingin membunuh lelaki yang berada dihadapannya ini.

"Jangan terus-terusan memancingku," ucap Lanzo sambil menatap pria itu dingin. Lionelle tertawa seketika. "Kau lucu sekali," balas Lionelle sambil masih tertawa.

Kemudian ia berhenti tertawa dan tatapannya berubah menjadi serius. "Kau pikir aku tidak mengetahui masa lalumu? Jangan terlalu brutal kepadaku, Lanzo." sambung Lionelle.

Lanzo sudah menahan amarahnya. "Dean yang terkenal sebagai pria yang kalem itu, atau Cainnessio yang terkenal sebagai pemimpin tertinggi Quezo?" ucap Lionelle sambil tersenyum.

"Bagaimana ini? Aku tidak tahu kalau adikku yang dikenal sebagai Pangeran yang paling ramah di negeri ini ternyata memiliki kekuasaan sebesar itu. 70% kelab di negara ini berada dibawah tanganmu. 10% pasar gelap yang ada di negara ini berada dibawah naunganmu. 15% pusat perbelanjaan di negara ini berada dibawah naunganmu, serta 5% untuk casino mewah milikmu. Aghh... aku tidak bisa membayangkan betapa agungnya kau, Cainn. Bagaimana jika Lou tahu itu? Bagaimana kira-kira reaksi gadis itu? Aku bertanya-tanya." sambung Lionelle.

"Jangan memancingku-"

"Jangan memancingku juga, Lanzo. Rahasiamu berada di tanganku." potong Lionelle kemudian bangkit dan melangkah pergi.

***

Lanzo menghampiri Leo hari itu. Tidak lupa ia membawa sebuah dokumen bersamanya. Leo selalu merupakan sosok kakak baginya, dan ia percaya dengan Leo walaupun dulu hubungan mereka sempat retak.

"Lanzo, ada apa?" tanya Leo. Lanzo tidak mengatakan sepatah kata pun dan ia menyerahkan dokumen itu pada Leo. Dokumen itu berisi semua kekuasaannya yang ada di negara ini. Leo yang membaca dokumen itu langsung mengeraskan rahangnya dan detik selanjutnya ia mencampakkan dokumen itu.

Leo nenghembuskan nafasnya dengan kasar. "Apa itu?" tanya Leo dengan marah. "Bukankah kau sudah membacanya?" jawab Lanzo datar. Leo sudah sangat marah. "Kenapa kau masuk ke dunia gelap itu? Kenapa! Jika Lionelle tahu ini, aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya terhadapmu!" bentak Leo dengan emosi.

"Lionelle sudah tahu," jawab Lanzo datar tanpa ekspresi apapun.

"Dia mengancamku, dan aku ingin meminta tolong kepadamu. Keluarkan gadis itu dari sini seminggu lagi." ucap lelaki itu.

Leo mengeraskan rahangnya. "Gadis itu? Kau masih bisa memikirkan tentang gadis itu??! Sadarlah, Lanzo!! Lionelle sudah bisa menjatuhkanmu kapan saja dan kau masih bisa berpikir untuk dia??! Apa dia yang membuatmu berubah begini??! Apa karena dia kau menyerang Lionelle kemarin??! Maaf, tapi aku tidak bisa membantumu dengan itu!" bentak Leo marah dengan tingkah adiknya itu.

Detik selanjutnya Lanzo menumpukan kedua lututnya di lantai. Ia berlutut kepada Leo. Lelaki itu mengeraskan rahangnya dan mengepalkan tangannya. Air mata sudah mau jatuh dari mata birunya.

"Kumohon padamu, Kak. Untuk yang terakhir kalinya, tolong lepaskan anak itu. Dia tidak berhak mengetahui apapun. Dan aku tidak mau dia melihatku bila suatu hari nanti Lionelle benar-benar menjatuhkanku," ucap Lanzo dengan air mata yang akhirnya keluar dari mata birunya.

Leo langsung merendah dan memegang erat pundak Lanzo. "Baiklah jika itu yang kau mau, aku akan melakukannya." jawab Leo sambil mengeraskan rahangnya.

"Kau perlu ingat satu hal, selama aku masih berada di dunia ini, tidak akan ada satupun orang yang berani menyakitimu. Bahkan jika itu Lionelle, aku akan terus membelamu. Itulah pesan terakhir Ayah yang pasti akan kupenuhi. Kau mengerti? Jadi jangan menoleh ke belakang, aku yang akan mengurus sisanya." ucap Leo dengan tatapan matanya yang penuh tekad.

***

"Kau lagi? Apa yang kau inginkan sekarang? Kau ingin memerkosaku lagi? Lakukan saja dan mungkin Lanzo bukan hanya menendangmu lagi." ucap Lou ketika mendengar Lionelle menyapanya.

"Tenanglah sedikit. Aku hanya ingin memberitahumu sesuatu." balas Lionelle. Lou kemudian terdiam sambil menatap lelaki itu.

"Apa kau tidak merasa ada sesuatu yang aneh dengan Lanzo?" tanya lelaki itu.

"Apa maksudmu? Tidak usah berbelit-belit dan katakan saja langsung." jawab Lou kesal.

"Lanzo adalah seorang pengkhianat. Kau tahu itu? Dia menjalankan bisnis gelap di seluruh negeri ini." ucap Lionellle. Lou terdiam. Kemudian tiba-tiba pikirannya teringat kembali ketika kemarin ia tidak sengaja menguping pembicaraan lelaki itu di telepon.

"Jangan mengatakan omong kosong kepadaku." potong Lou seolah-olah itu tidak benar.

"Tanyakan saja sendiri pada kakakmu itu, atau mungkin dia sudah menjadi kekasihmu." ucap Lionelle meledek gadis itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Lou dengan kegelisihan.

Di saat itu juga, Lou langsung mencari lelaki itu. Dimana kau sekarang, Lanzo? tanya gadis itu khawatir dalam hati.

Detik selanjutnya gadis itu menemukan Lanzo yang tengah berbaring di rerumputan hijau yang ada di taman belakang. Perasaan gadis itu bercampur aduk. Ia sedih, marah, khawatir, gelisah, ia tidak tahu lagi bagaimana mengatakannya.

Kemudian gadis itu menghampiri Lanzo dengan tergesa-gesa dan seketika juga Lanzo membuka matanya. "Aku merindukanmu," ucap lelaki itu kemudian bangkit berdiri dan hendak mengecup bibir Lou. Namun Lou menahan dada lelaki itu, yang membuat lelaki itu menatapnya heran.

"Jangan sentuh aku," ucap gadis itu sambil menahan dada lelaki itu agar menjauh darinya.

Lanzo belum mengatakan apapun, ia meraih tangan gadis itu yang hendak menahan dadanya dan hendak mengecup bibir Lou, namun Lou masih saja menahannya dan menjauhkan bibirnya dari bibir Lanzo.

"Keenan, ada apa?" tanya lelaki itu.

Lou berusaha menghindari tatapan lelaki itu. "Jawab aku dengan jujur," ucap gadis itu. "Apa benar kalau kau terlibat kasus-kasus gelap itu?" tanya Lou sendiri. Lelaki itu membeku ditempatnya. Lou sudah tahu, batinnya.

Lanzo masih saja terdiam, dan Lou akhirnya menatap lelaki itu dan berkata, "Jadi itu semua benar??!" seru gadis itu sambil memukul-mukul dada Lanzo. Lelaki itu berusaha menenangkan Lou. Tiba-tiba saja gadis itu menangis lagi padanya. Astaga, gadis ini tahu saja kelemahannya, batin Lanzo. "Kenapa kau melakukan itu?" tanya gadis itu sambil menangis. Lanzo kemudian tersenyum kepada gadis itu. "Siapa yang bilang?" balas Lanzo sambil tersenyum menenangkan gadis itu.

"Bisakah kau tidak melakukan hal-hal yang akan membahayakan dirimu??" ucap gadis itu terisak. "Mereka semua bisa saja menjatuhkanmu kapanpun," sambung gadis itu.

Lanzo akhirnya melumat bibir gadis itu agar gadis itu diam. Lou masih saja meronta dengan bibirnya yang terasa asin bercampur dengan air mata gadis itu.

Kemudian Lanzo melepaskan bibir mereka berdua dan berkata, "Mereka tidak akan bisa menjatuhkanku." ucap lelaki itu sambil tersenyum kepada Lou.

"Tidak bisakah kau melepaskan saja semua ini?? Aku tidak ingin kau hidup begini. Aku tidak suka melihat mereka yang selalu mencari cela agar menjatuhkanmu. Aku tidak suka semua hal yang ada disini. Aku ingin pergi dari sini bersamamu." balas gadis itu denngan kedua matanya yang tampak lesu.

"Aku akan melepaskannya. Aku tidak perlu ini, kau saja sudah lebih dari cukup bagiku. Ayo kita pergi kemanapun kau mau. Dimanapun itu, asal bersamamu, aku akan bersedia." jawab lelaki itu dengan senyuman hangatnya.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-L Y C A N O

Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now