Hoofdstuk 44 : Red Mij

53 6 2
                                    

Pagi itu orang yang pertama Lou lihat adalah Lionelle. Lou teringat perkataan Lanzo seketika, yang menyuruhnya untuk menjauhi Lionelle. "Kau tidur nyenyak?" tanya Lionelle. Lou mengangguk singkat. "Dimana kakakmu?" tanya Lionelle. Lou menggeleng-geleng kepalanya tidak tahu. Ia baru saja ingat kalau hanya Lanzo sendiri lah yang tahu kalau Ibu mereka mengadopsi dirinya, yang membuat Lou sendiri merasa sedikit geli saat lelaki didepannya ini menanyakan Lanzo dengan menggunakan kata 'kakak'.

"Ayo ikut aku. Aku akan membawamu sarapan." ajak Lionelle. Dan akhirnya Lou mengikuti lelaki itu hingga mereka sampai di meja makan. Leo dan Anna menyambut mereka dengan baik. Tetapi Lou melihat seorang wanita lain, Lou tidak tahu siapa wanita itu. Sebelum Lou sempat bertanya, Lionelle bersuara.

"Lou, ini Laila. Laila, ini Lou." ucap Lionelle.

Tetapi wanita itu hanya menatap Lou dengan tatapan sombong dan mengalihkan pandangannya. Namun Lou diam saja, ini hari pertamanya sarapan dengan mereka. Tidak mungkin ia cari ribut.

Lou melihat sekelilingnya dan Lou tidak menemukan tanda-tanda kehadiran Lanzo. Kemana pria mata biru gila itu pergi? batinnya dalam hati.

Tak lama kemudian, Lanzo muncul. Lou langsung meliriknya sedikit dan tanpa ragu lelaki itu langsung mengambil tempat duduk tepat disampingnya.

Ok. Salahkan dirimu kenapa tadi kau mencarinya ketika dia belum muncul, Lou. Sekarang ia duduk disampingmu dan kondisi ini terasa semakin aneh mengingat kemarin malam ia baru saja bercumbu denganmu.

Leo yang sadar akan hal itu langsung menatapi Lanzo. Lanzo menoleh dan tersenyum miring. Ternyata adikku memang setan, batin Leo geli.

"Kalian berdua sudah nyaman satu sama lain?" tanya Anna sambil tersenyum manis. Lou hendak menjawab namun Lanzo langsung memotongnya.

"Tentu. Kami sangat nyaman." jawab lelaki yang berada disamping Lou itu seolah-olah urat malunya sudah putus begitu saja.

Satu detik kemudian lelaki bejat ini mendekatkan bibirnya ke telinga Lou sambil tersenyum dan berbisik, "Kapan bisa kutagih sisanya?" bisik lelaki itu dengan seringainya yang membuat Lou tersedak di depan semua orang.

"Lou, pelan-pelan." ucap Anna prihatin.

Lou hanya tersenyum kecil kemudian ia menoleh kepada Lanzo yang tengah tersenyum miring padanya.

Bajingan gila, kutuk Lou dalam hati.

Setelah sesi sarapan selesai, yang Lou lakukan adalah berjalan-jalan disekeliling istana ini. Ternyata masih banyak yang belum ia ketahui, batinnya.

Lalu Lou berhenti di sebuah taman. Ia tidur sebentar di rerumputan yang ada di taman itu sambil menikmati teriknya sinar matahari pagi. Ia tidak takut kotor. Lagipula ini terasa menyenangkan, batinnya. Ia baru saja menutup matanya, hingga ia merasa sesuatu menghalangi sinar matahari itu.

Ketika ia membuka matanya betapa terkejutnya ia bertatapan dengan mata biru Lanzo yang berada tepat di depannya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Lanzo kemudian berbaring juga di rerumputan itu tepat disebelah gadis itu. "Pengen tahu saja," balas Lou sambil memutar bola matanya.

"Apa kau pernah bercinta di alam terbuka seperti ini?" tanya Lanzo dengan begitu sensual. Lou langsung melotot kepada lelaki itu. "Tolong hargai privasiku," jawab gadis itu.

Lanzo tertawa kecil, kemudian ia kembali menatapi gadis itu.

"Kau tidak takut?" tanya Lanzo.

"Kenapa aku harus takut?" jawab Lou.

Lanzo tersenyum miring. "Siang bolong begini, di taman yang hanya ada kita berdua ini, aku bisa saja menidurimu secara paksa. Tidak ada juga yang akan mendengar teriakanmu." ucap Lanzo.

"Oh, jadi kau tipe orang yang suka memaksa?" balas Lou.

Lanzo yang tadinya berbaring langsung beranjak dan menindih gadis itu. "Lalu kau sukanya yang mana?" tanya Lanzo.

"Aku suka pria berambut pirang. Aku tidak suka yang warna rambutnya sepertimu." jawab gadis itu berbohong.

"Apa seksinya pria pirang? Mereka lebih tampak seperti lelaki pengecut dan tidak ahli dalam bercinta." ucap Lanzo meledek sebagian besar pria pirang yang ada di muka bumi ini.

"Mungkin kaulah yang tidak ahli dalam bercinta," jawab Lou asal-asal. Dan ketika ia melihat mata biru itu menggelap, ia tahu ia sudah mengatakan sesuatu yang fatal sekarang juga.

"Jawabanmu salah," ucap Lanzo serak kemudian ia mulai membuka kancing kemeja hitam yang dipakainya dengan tatapan yang bisa membuat Lou berhenti bernafas, hingga akhirnya lelaki itu sudah bertelanjang dada.

"Lanzo, aku..." ucap Lou hendak memperjelas. Namun, Lanzo menutup mulut Lou dengan langsung melumat bibirnya. Lou berusaha meronta-ronta hingga akhirnya ia berhasil mendorong pria itu dan berusaha lari.

Namun Lanzo berhasil mengejarnya dan menyudutkan gadis itu di pohon dengan kasar. Lanzo kemudian mengunci kedua tangan Lou. "Sudah kubilang aku benci dibantah, Keenan. Jangan membuatku mengulangi ucapanku untuk yang kesekian kalinya." bisik Lanzo dengan suara seraknya.

Lanzo menelusuri leher gadis itu dengan mulutnya dan turun ke dadanya. Ia juga menggigit gadis itu disana yang membuat tubuh gadis itu bereaksi menegang.

Lanzo dapat mendengar gadis itu mengerang ketika ia melakukan hal itu. Dan Lanzo semakin menghimpit tubuh mungil Lou ke pohon itu. "Aku ingin membuatmu meneriakkan namaku ratusan, bahkan ribuan kali." bisik lelaki itu dengan nafasnya yang tidak beraturan.

Detik selanjutnya, Lanzo mendekatkan pinggang gadis itu dengan miliknya yang membuat dirinya sendiri mengerang. Walaupun ia masih memakai celananya lengkap dan begitu juga dengan Lou, tetapi hal itu sudah cukuo menggodanya dibawah sana.

"Aku sudah tidak sabar lagi bagaimana rasanya memasuki dirimu. Aku mendambakannya." ucap lelaki itu mengaku.

"Tetapi aku akan menunggu saat kau yang memohon padaku untuk itu." sambung Lanzo sambil tersenyum miring. Kemudian Lanzo mengecup bibir Lou sekali lagi dan menggendong tubuh mungilnya. Ia membiarkan kemeja hitamnya tergeletak disitu.

"Apa yang kau lakukan??! Turunkan aku! Mereka akan melihat!!" bentak Lou sambil memukul dada lelaki itu. "Aku memiliki jalan rahasia yang akan membawa kita ke kamarku. Kau hanya perlu diam." jawab Lanzo santai.

Saat mereka sampai di kamar Lanzo, hal pertama yang Lanzo lakukan adalah meletakkan Lou di atas kasurnya dengan lembut. Lou masih saja membeku mengingat kejadian tadi dan gadis itu menatapi tubuh Lanzo yang terpahat sempurna. Lanzo yang sadar akan hal itu langsung mendekatinya dan berkata, "Kenapa kau melihatku seperti itu? Kau ketagihan dengan sentuhanku?" tanya lelaki itu dengan gaya bicaranya yang selalu sensual.

Lou masih terdiam membeku. Ia dapat merasakan jantungnya berdetak seribu kali lebih cepat dari biasanya karena lelaki ini.  "Kenapa? Kau mau kita terus melanjutkan?" tawar Lanzo. "Aku... ingin balik." ucap gadis itu dengan lemah.

"Tunggu," ucap Lanzo. Kemudian lelaki itu mengambil kemeja putihnya secara asal dan memakainya begitu saja sebelum menggendong Lou lagi.

"Aku bisa sendiri," ucap Lou dengan lemah. "Diam." balas Lanzo singkat. "Jika seseorang melihat kita, mereka akan salah paham." sambung Lou.

"Lalu? Kau pikir aku peduli dengan mereka?" tanya Lanzo tidak suka.

"Aku tidak ingin membuat masalah." jawab Lou.

"Kau akan membuat masalah sekarang juga jika terus-terusan mengoceh." peringat Lanzo.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-L Y C A N O




Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now