Hoofdstuk 31 : Een Kleine Belofte

74 6 0
                                    

Lionelle tersenyum miring mendengar tawaran Lanzo itu. Memang Lanzo adalah orang tercerdik yang pernah ada dimuka bumi ini, batin Lionelle. Anak itu bahkan bisa memanfaatkan segala situasi untuk memecahkan sebuah masalah.

"Sialan, kau mengancamku. Apa yang bisa kulakukan kalau begitu?" jawab Lionelle menyerah.

Lanzo tertawa rendah mendengar jawaban kakaknya itu. Kemudian Lanzo tersenyum, dan berkata, "Nebula akan senang dengan keputusanmu." ucap Lanzo.

Lionelle tertawa. "Hentikan itu, Lanzo. Jika gadis itu tiba-tiba lewat dan mendengar, aku akan memotong lehermu." canda Lionelle.

Lanzo tersenyum miring. "Jadi, bagaimana menurutmu? Apa kau memerlukan bantuanku dalam mengatasi Nebula?" tawar Lanzo.

"Tidak. Ayolah, aku tidak akan melakukan apapun padanya, Lanzo. Aku tidak ingin ia berada di dekatku." jawab Lionelle jujur.

Lanzo tampak terkekeh mendengar jawaban kakaknya itu. "Dia sudah menunggumu sangat lama. Jangan buat dia terus menunggu." balas Lanzo.

Lionelle menoleh kepada Lanzo. "Lalu jika ia menunggu terlalu lama? Apa aku harus mengajaknya tidur bersamaku? Aku tidak bisa, Lanzo. Ia adalah sepupu kita, dan ia masih terlalu muda." ucap Lionelle.

"Astaga, kak. Jangan bercanda! Aku tidak menyuruhmu mengajaknya tidur bersamamu, hanya... buatlah pergerakan-pergerakan kecil. Kau bahkan tidak pernah menyentuh atau bahkan menciumnya, bukan? Hal-hal seperti itulah yang kumaksud." balas Lanzo.

Lionelle masih menatap Lanzo sampai adiknya itu menyelesaikan kalimat terakhirnya, kemudian Lionelle mengalihkan pandangannya acak.

Ia menghembuskan nafasnya dan berkata, "Jika saja aku adalah kau, mungkin aku sudah menidurinya setiap kali aku melihatnya. Tetapi aku terkadang kesal kenapa aku tidak memiliki sifat brengsekmu itu, Lanzo." jawab Lionelle sambil terkekeh.

Lanzo tertawa sekeras-kerasnya, kemudian ia berkata dengan senyuman mautnya, "Percayalah padaku, Kak. Nebula tidak sepolos yang kau pikirkan. Suatu saat nanti ia yang akan menggodamu, dan yang kau lakukan pada saat tersiksa seperti itu adalah mengutuk dirimu sendiri dalam hati." balas Lanzo sambil tertawa.

***

Leo menatap sebuah sosok yang hendak berjalan ke arahnya. Sosok itu adalah Laila. Laila tersenyum kepadanya, tetapi Leo tak kunjung membalas senyuman itu. Ia hanya menatap Laila dengan tatapannya yang kosong.

Kemudian Laila duduk disampingnya, dan berkata, "Apa yang sedang kau lakukan sendirian?" tanya Laila sambil tiada hentinya menatap Leo. Leo menoleh sambil menghembuskan nafasnya pelan, "Tidak ada," jawabnya.

Laila menatap lelaki itu dengan tatapan yang dalam, kemudian bertanya padanya. "Apa kau benar-benar sudah tidak seperti kau yang dulu lagi?" tanya Laila pelan tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun.

Leo menoleh padanya. "Memangnya aku yang dulu seperti apa?" tanya Leo dengan suara rendahnya.

"Kau yang selalu bersamaku, kau yang sering tertawa, kau yang selalu menuliskan surat untukku setiap minggunya." jawab Laila.

Leo terdiam sesaat. Ia benar-benar tidak bisa menjawab wanita itu.

"Kau sudah berubah sekarang. Tetapi aku belum, aku masih mencintaimu." sambung Laila yang membuat Leo menatapnya balik.

Selama beberapa detik, ruangan itu dipenuhi oleh keheningan diantara mereka berdua, yang membuat Leo tidak dapat berkata-kata.

Detik selanjutnya lelaki itu membuka mulutnya dan berkata, "Aku akan berpura-pura tidak mendengar itu." ucap Leo.

"Tidak. Aku akan terus mengucapkannya hingga kau bisa mendengarku." balas Laila.

"Laila..." ucap Leo geram.

"Bukankah kau sudah jatuh cinta pada istri barumu? Apa kau tidak penasaran dan bertanya padanya? Apakah dia merasakan hal yang sama padamu, atau mungkinkah ia merasakan hal yang sama pada saudaramu yang lain?" sindir Laila.

"Laila, cukup!" bentak Leo kehabisan kesabarannya.

"Kenapa? Kau takut? Bila memang benar salah satu dari saudaramu akan mengelabuhimu? Mungkin kau salah menempatkan dirimu kali ini, Leo." sambung Laila.

"Itu bukan urusanmu. Apapun yang terjadi diantara istriku dan aku, orang luar sepertimu tidak pernah berhak untuk tahu. Kau memang sepupuku, tetapi kau harus tetap sadar akan batasanmu. Aku membiarkanmu melewati batas belakangan ini, tetapi lain kali aku tidak akan membiarkanmu lewat dengan begitu mudah." balas Leo dingin.

***

Lionelle baru saja hendak berjalan di sekelilinv taman ini sambil membawa-bawa gelas kesayangannya yang berisi susu kesukaannya, sampai suatu ketika ia melihat Nebula yang tengah berdiri tak jauh darinya.

Lionelle hendak pergi dari situ, tetapi batinnya mengatakan yang lain. Ia teringat pada perkataan Lanzo adiknya si bajingan, yang menyuruhnya setidaknya berinteraksi dengan Nebula.

Astaga, Nebula sudah melihatnya ternyata. Tidak ada jalan balik lagi, batinnya. Lanzo kau harus membayar untuk ini, batin Lionelle kemudian mendekati gadis itu.

Seperti biasanya, Nebula selalu tampak ceria. Lionelle pun menghembuskan nafasnya kemudian berjalan ke arah Nebula.

"Lionelle, apa kau sedang berjalan-jalan sendirian??" tanya Nebula dengan bersemangat.

"Ya kurang lebih seperti itu." jawab Lionelle sedikit tegang.

"Kau bahkan membawa susumu! Apa itu berarti kau sedang tidak sibuk??" tanya Nebula lagi.

"Yah, tidak terlalu sibuk. Aku hanya ingin bersantai." jawab Lionelle.

"Kalau begitu, bisakah kau pergi denganku malam ini?" tanya Nebula dengan semangatnya yang membara-bara.

"Malam ini?"

"Ya! Ayo temani aku membeli kue ulang tahun!" seru Nebula.

Lionelle terdiam sejenak, dan ia ternyata hampir melupakan sesuatu hal yang sangat penting. Besok adalah hari ulang tahun Nebula! batinnya.

Astaga, kalau ia tidak bertemu Nebula pasti ia lupa kalau besok adalah hari yang penting.

Tetapi ia tidak mungkin pergi dengan gadis ini. Ia tidak bisa berada berduaan hanya dengan Nebula. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tak diinginkannya. Memang ia tampak seperti seorang pengecut, tetapi ia hanya bisa menjauhi gadis ini.

"Aku tidak bisa." jawab Lionelle.

Senyuman yang ada di wajah gadis itu langsung memudar seketika ketika mendengar jawaban Lionelle. Ia bertanya dengan raut wajahnya yang tampak kecewa, "Kenapa?" tanyanya.

"Aku sudah memiliki janji lain dengan Anna malam ini." sambung Lionelle.

Gadis itu terdiam sesaat setelah mendengar jawaban Lionelle lalu berkata, "Benar juga, pasti menemani Anna lebih bermanfaat bagimu, terlebih lagi dia seorang Ratu." jawab gadis itu sedikit sedih.

Mendengar itu Lionelle sedikit kesal.

"Bukan begitu-"

"Kau pasti sangat menyukai Ratu Anna, kau bahkan sangat sering pergi dengannya." potong Nebula.

"Nebula, aku-"

"Tidak apa-apa, aku akan pergi sendiri. Aku masuk duluan, hari sudah mulai gelap." ucap Nebula dengan senyuman lesunya.

Gadis itu berbalik dan hendak melangkah, dan entah apa yang merasuki Lionelle, ia menahan tangan gadis itu, yang membuat Nebula menoleh dengan tatapannya yang tampak heran.

Menyadari hal itu, Lionelle langsung melepaskan genggamannya, dan berkata, "Besok adalah hari ulang tahunmu, bukan? Aku akan datang, aku janji." ucap Lionelle.

Mendengar perkataan itu, sebuah senyuman langsung merekah di wajah gadis itu.

"Terima kasih." jawab Nebula sambil tersenyum lebar, kemudian ia berlalu sambil berlari-lari layaknya seorang anak kecil yang baru saja ditembak kekasihnya.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-L Y C A N O


Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now