Hoofdstuk 52 : Twee Kanten

51 7 7
                                    

Setelah mereka sampai di hotel, Lou langsung memukuli Lanzo sementara lelaki itu berusaha menahan tangannya. "Sini kau!" seru Lou. Kemudian seketika saja telepon lelaki itu berdering, dan mereka berdua sempat terdiam.

Lanzo mengeluarkan handphone nya dan tertera nama 'Nebula' disana. Lou sempat melihatnya dan mungkin saja gadis itu bisa salah paham. Lou merebut handphone itu dari genggaman Lanzo, sementara Lanzo berusaha mendapatkannya kembali hingga Lanzo mengunci gadis itu di kasur tetapi Lou sempat menerima panggilan itu.

"Lanzo?" panggil suara yang bernama Nebula itu. Lou menatap mata biru Lanzo dengan marah kemudian menendang dada lelaki itu dan mencampakkan handphone Lanzo ke lantai kemudian hendak melangkah pergi dari kamar hotel itu.

Namun Lanzo langsung menahan tangannya, dan gadis itu menghempaskan tangannya begitu saja. "Jangan pernah kau sentuh aku lagi!" seru gadis itu kemudian pergi dan membanting pintu.

Lanzo mengacak-acak rambutnya frustasi. Kenapa gadis itu selalu saja salah paham? batinnya kesal. "Sial!" ucap lelaki itu.

Sementara sewaktu Lou berjalan-jalan sendiri, ia melihat mobil merah itu. Persetan dengan semua ini, batinnya. Seseorang mengenakan setelan hitam yang ia kenal itu turun dari mobil merah tersebut, kemudian menghampiri Lou. Lelaki itu menatapnya, "Cynthia." ucap lelaki itu memanggil namanya. Dan disaat itu juga ia tahu ia telah membuat kesalahan besar.

***

Ini sudah hampir gelap, dan gadis itu masih belum kembali. Berkali-kali Lanzo menelepon gadis itu, dan tampaknya tidak ada jawaban dari gadis itu sama sekali. Lalu kemudian tak sampai 3 menit, gadis itu sudah muncul dengan tatapannya yang tampak kosong.

Lanzo langsung menghampiri Lou. "Darimana saja kau??! Sudah jam berapa ini?!" bentak Lanzo kesal melihat tingkah Lou. Namun, gadis itu malah mengabaikannya dan duduk di ujung kasur. Pikiran Lou sangat-sangat kacau sekarang juga. Ia merasa sangat lemas dan ia hanya berkata, "Aku sangat lelah, kita bicara nanti saja." ujar gadis itu kemudian berbaring.

Lanzo akhirnya menghembuskan nafasnya. Ia kemudian ikut berbaring disamping Lou. "Masalah telepon tadi, Nebula hanya sepupuku. Ia adik Laila. Ia juga memiliki hubungan yang lumayan rumit dengan Lionelle." jelas Lanzo.

Gadis itu menoleh perlahan. "Jadi ia meneleponmu untuk membicarakan Lionelle?" tanya Lou. "Bukan. Aku yang pertama kali meneleponnya, karena aku membutuhkan bantuannya." balas Lanzo.

"Bantuan? Bantuan apa?" tanya Lou.

"Lupakan saja, Nebula biasanya memang selalu membantuku mengurus urusan kerajaan." jawab Lanzo berbohong pada gadis itu.

"Urusan kerajaan? Memangnya kau punya urusan apa disitu? Aku bahkan selalu melihatmu berkeliaran," jawab Lou heran.

"Tentu saja, bagaimana pun aku tetaplah seorang Pangeran." balas Lanzo menguatkan jawabannya. Lou hanya mengangguk pelan.

"Apa Nebula juga pernah suka padamu?" tanya Lou seketika. Lanzo menoleh padanya. "Nebula? Tidak mungkin. Ia tidak pernah mengatakan atau melakukan hal-hal yang memberi tanda bahwa ia menyukaiku. Memangnya kenapa?" tanya Lanzo.

"Aku teringat saja Laila pernah berkata bahwa semua gadis pasti pernah menyukaimu." jawab Lou.

"Omong kosong apaan itu," komentar Lanzo. "Itu tidak terdengar seperti omong kosong. Bahkan aku percaya dengan apa yang dikatakan oleh Laila saat itu. Maksudku, lihatlah dirimu. Jika ada orang yang mengatakan kalau kau itu tidak tampan, maka orang itu 100% berbohong, atau saja ia malas memujimu." balas Lou yang membuat Lanzo tersenyum.

Lanzo kemudian mengangkat tangan gadis itu hendak meemegang tangan Lou. Namun, lelaki itu tampak heran. "Mana cincinmu?" tanya Lanzo. Lou langsung menarik tangannya dari genggaman Lanzo dan. "Aku lupa, mungkin jatuh tadi." ucap Lou berbohong. Lanzo berdecak kesal. "Kenapa kau bisa sangat tidak berhati-hati? Aku bersusah payah membelinya dan kau menghilangkannya begitu saja." oceh lelaki itu. Lou tersenyum paksa, "Sudahlah, lain kali kita beli lagi. Untuk apa juga kau marah," balas Lou.

***

"Kapan Lanzo dan Lou akan kembali?" tanya Anna kepada Leo. "Mereka hanya menghabiskan waktu mereka disana seminggu." jawab Leo. "Lalu bagaimana dengan Lionelle?" tanya Anna lagi.

Leo menoleh. "Tidak tahu, aku sempat berdebat dengannya kemarin." jawab Leo sedikit kesal. Anna mengelus-elus tangan lelaki itu sambil memegang tangannya. "Kau ini, kenapa kalau kalian berdebat kau malah mendiamkan Lionelle? Seharusnya kau mengajaknya berbicara." ucap Anna menasehati Leo dengan lembut.

Leo masih tampak sedikit kesal namun ia tetap menjawab Anna dengan lembut, "Aku hanya sedikit kesal saja karena Lionelle kerap membanding-bandingkan dirinya dengan Lanzo." jawab Leo sambil mengecup punggung tangan wanita itu.

Anna tersenyum kecil, "Lionelle memang salah, tetapi bagaimana pun kau harus tetap memperhatikan Lionelle juga. Aku tahu kau menyayangi mereka berdua dan kau sangat peduli terhadap mereka. Tetapi jauh dari itu, aku tahu juga kalau kau paling peduli dengan Lanzo, walaupun Lionelle adalah saudara kandungmu." ucap Anna.

Leo tersenyum kecil padanya. "Aku hanya tidak ingin mereka berantam karena masalah sepele," ucap Leo akhirnya.

Leo kemudian mendekati wanita itu dan mengecup bibirnya. Detik kemudian lelaki itu mulai melumat bibir Anna dan membaringkan wanita itu di kasur. Ketika Leo baru saja ingin mengunci tangan wanita itu, Anna tiba-tiba nampak sedikit kesakitan. Wanita itu sontak memegang perutnya. "Kenapa?" tanya Leo. Anna langsung mengalihkan pembicaraan mereka, mengingat ia belum memberi tahu Leo kalau ia sedang hamil. "Tidak, lanjutkan saja." ujar wanita itu yang membuat Leo melanjutkan aksinya kembali.

***

Malam itu juga Nebula mengambil tiket penerbangan yang ada hari itu. Setengah hatinya mengkhawatirkan keadaan disana. Apakah Lanzo benar-benar berantam dengan Lionelle? Dan setengah hatinya lagi merindukan Lionelle. Ia tahu jika ia balik ia tidak akan bisa lagi beralih pada Lionelle. Namun entah kenapa hatinya tergerak ketika Lanzo meminta tolong kepadanya.

Setelah sekian lama berada di dalam pesawat, Nebula akhirnya masuk ke sebuah audi hitam yang sudah menunggunya di bandara. Mereka langsung menuju ke istana tanpa menunggu apapun lagi. Saat Nebula melangkahkan kembali kakinya kedalam istana ini, orang yang pertama Nebula temui adalah Lionelle. Lionelle menatapnya dengan datar. Ia tak mengumpat, dan ia tidak menatap Nebula seakan-akan Nebula menganggu baginya.

"Lionelle," panggil Nebula. Lelaki itu mengabaikannya dan melangkah menjauh begitu saja. Kemudian Nebula langsung memeluk lelaki itu dari belakang. "Aku merindukanmu." ucap Nebula pelan.

Nebula dapat merasakan nafas Lionelle yang terdengar tidak teratur. "Kenapa kau kembali?" tanya lelaki itu dengan nafasnya yang tidak beraturan.

"Apa karena kau mendengar kalau aku dan Lanzo berantam?" sambung lelaki itu bertanya. "Leon, kenapa kau menjadi seperti ini? Kenapa kau berubah?" tanya gadis itu.

Lionelle mengeraskan rahangnya. "Aku tidak pernah berubah, tetapi tampaknya kau berubah. Kau berubah demi Lanzo, camkan itu." ucap Lionelle kemudian melepaskan tangan gadis itu yang memeluknya dari belakang.

Nebula membeku mendengar perkataan lelaki itu. Dia menyukai Leon, tetapi dia tidak mungkin membiarkan Leon menyakiti Lanzo. Leon salah besar jika ia melakukan itu, batinnya.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-L Y C A N O





Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now