Hoofdstuk 55 : Nep

45 6 2
                                    

"Leo, ayo." ajak Anna. Leo menoleh. "Kenapa?" tanya Leo heran. Anna tersenyum. "Makan bersama, tentunya. Semuanya sudah menunggu." jawab Anna tersenyum. Leo tampak heran. "Lanzo dan Lionelle juga?" tanya lelaki itu memastikan. "Bukankah kedua anak itu sedang berantam?" tanya Leo tidak percaya. "Aku punya caraku sendiri untuk mengajak mereka, sudah ayo." jawab Anna kemudian menarik tangan Leo.

Dan benar saja, semuanya sudah menunggu dirinya. Lanzo tetap tampak tenang, sementara Lionelle masih saja tampak usil seperti biasanya. "Leo kau membuat kami menunggu lama," komentar Lionelle. Leo menatap Lionelle, "Maaf karena aku terlalu lama," jawab Leo singkat kemudian mereka makan seperti biasanya.

Seketika saja Laila membuat keributan seperti biasanya. "Lanzo, kau tampak tidak berselera malam ini. Ada apa?" tanya Laila sambil tersenyum yang membuat Lanzo sadar dari lamunannya dan menatap Lionelle. Ia masih teringat perkataan Lionelle tadi. Dan Lionelle hanya tersenyum kecil padanya.

"Tidak ada apa-apa," jawab Lanzo singkat kemudian melahap makanannya.

Di sisi lain, Nebula terus memerhatikan Lionelle yang tampak memusatkan perhatiannya pada Lou. Nebula merasa sedikit kesal dengan hal itu. Lionelle tampaknya tahu kalau Nebula sedang cemburu, yang membuatnya semakin menjadi-jadi.

"Lou, makanannya enak?" ucap Lionelle seketika yang membuat mereka semua menoleh pada Lou dan Lionelle secara bergantian. Lanzo masih saja terdiam, dan Lou hanya mengangguk kecil.

"Lionelle biarkan dia makan, jangan menganggunya." ucap Leo langsung karena ia dapat melihat Lanzo tidak suka dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Lionelle.

"Aku hanya bertanya, siapa tahu dia tidak suka," balas Lionelle singkat. Satu detik kemudian, Lanzo bangkita dari tempat duduknya. "Aku sudah siap," ucap lelaki itu. Namun Leo masih berusaha membuat ia tinggal. "Kenapa cepat sekali? Tinggal lah lebih lama," balas Leo. Lanzo tersenyum miring. "Lain kali saja, Kak. Aku punya janji dengan teman." jawab lelaki itu. Leo pun mengangguk. "Baiklah," ucap Leo menyerah. Dan Lanzo pun menghilang seketika.

Ia mengganti setelan yang ia pakai. Walaupun itu adalah dua setelan dengan model yang sama percis, tetapi ia tetap menggantinya dengan yang baru. Ia juga memakai kemeja hitam sebagai dalamannya. Ia benar-benar berpakaian serba hitam sekarang juga.

Kemudian lelaki itu berjalan ke pintu utama dan ia sudah dapat melihat Ferrari hitam miliknya sudah disiapkan oleh petugas. Lanzo langsung menaiki mobilnya dan meluncur.

Ferrari hitam itu diparkirkan dengan baik lalu lelaki itu keluar dan berjalan  ke atas jembatan. Ia memerhatikan air  sungai yang tenang yang berada dibawah jembatan itu. Tidak sampai 1 menit kemudian, Max sudah menampakkan diri. "Tuan," sapa Max dengan hormat. Lanzo hanya mengangguk pelan seperti biasanya.

"QUEZO sudah aman?" tanya Lanzo bersuara. "Untuk saat ini sudah, namun tampaknya Lionelle masih berusaha mengakses masuk." jawab Max.

"Aku sudah memperingatkanmu dengan anak-anak, bukan?" ucap Lanzo merasa sedikit kesal. "Ya, Tuan." jawab Max. "Kau harus benar-benar menjaganya dengan baik, kau mengerti? Jika Lionelle sempat melihat lebih dalam lagi, aku akan menghancurkan kalian. Sebarkan perintahku ini," jelas Lanzo.

Max mengangguk. "Kau boleh pergi," ucap Lanzo yang membuat Max menghilang begitu saja. Sementara Lanzo, ia masih berada disitu. Setelah sudah puas melihat air yang tampak tenang itu, Lanzo naik kembali ke mobilnya dan ia mengurungkan niatnya untuk balik ke istana. Ia pergi ke kelab miliknya. Seperti biasanya, semua orang disini tidak mengetahui kalau dia adalah seorang Pangeran, ataupun pemilik kelab ini.

Lanzo masuk melewati kerumunan, dan ketika ia berjalan melewati entah berapa banyak orang di kelab ini, ia mendengar seseorang berbisik padanya. Suara itu mengucapkan, "Cainn,"

Lanzo langsung melihat ke sekelilingnya. Tidak ada satupun orang yang dia kenal ataupun mitra kerjanya disini, lalu siapa yang memanggil namanya barusan? Ia yakin ia tidak salah dengar tadi.

Peristiwa itu sempat mengisi pikirannya berhari-hari semenjak hari dimana ia menginjak kelab itu. Lanzo masih saja bingung. Apa mungkin dia hanya sedang tidak fokus saat itu akibat musik DJ yang terlalu kuat sehingga ia berhalusinasi? Tetapi tidak mungkin. Suara itu kedengaran sangat jelas di telinganya.

***

"Aku merasa semua ini semakin aneh," ucap Lanzo sambil menatap Leo. Leo menatapnya balik. "Apa maksudmu?" tanya Leo. "Entahlah, aku juga belum tahu jelas." jawab Lanzo kemudian.

"Apa yang aneh?" tanya Leo lagi.

Lanzo pertamanya ragu untuk mengatakannya, namun akhirnya dia memutuskan untuk menceritakannya pada Leo. "Keenan," ucap lelaki itu. "Maksudmu Lou?" tanya Leo memastikan.

Lanzo mengangguk.

"Apa anehnya dia?" tanya Leo. Lanzo menoleh pada Leo. "Apa mungkinkah kau sedikit keliru dalam menyelidiki dia?" tanya Lanzo ragu. Leo langsung mendekat pada Lanzo. "Maksudmu kau curiga dia bukan adikmu yang kau cari?" balas Leo memperjelas.

"Kurang lebih seperti itu," jawab Lanzo.

"Yang pertama, Keenan pernah mengatakan padaku kalau Ibuku mengadopsi dia," sambung Lanzo. "Lalu? Memangnya apa anehnya itu? Bukankah itu bagus yang berarti kau dan dia bukan kakak beradik disaat kalian berdua saling menyukai satu sama lain?" balas Leo.

"Itu memang bagus, bukan itu masalahnya. Aku memang suka padanya, dan aku tidak peduli entah dia memang anak Ibuku dengan pria lain ataupun Ibuku mengadopsi dia. Yang menjadi pertanyaanku adalah apakah memang dia orang yang kucari itu? Kau tahu, bisa saja kita salah orang." perjelas Lanzo.

"Dan, atas dasar apa kau bisa mengatakan kalau kita kemungkinan salah orang?" tanya Leo balik.

"Lionelle sepertinya tahu sesuatu," jawab Lanzo.

"Bagaimana kau bisa yakin dengan perkataanmu itu?" tanya Leo.

"Kemarin aku sempat bertengkar dengan Lionelle, kemudian ia menyebutkan sesuatu yang terkait dengan kepolosan gadis itu," jawab Lanzo.

"Dan ketika aku menyentuhnya pertama kali ia sudah tidak polos-"

"Tunggu dulu! Kau sudah melakukannya??!" tanya Leo terkejut memotong ucapan Lanzo sambil bangkit dari tempat duduknya. Lanzo menatap Leo yang kaget dengan ekspresi datar. Kemudian Lanzo menjawab, "Ya. Bisakah kau duduk kembali? Aku masih ingin melanjutkan," ucap Lanzo yang kemudian membuat Leo duduk kembali.

"Saat itu juga Lionelle-"

"Ngomong-ngomong dimana kau melakukannya?" potong Leo lagi bertanya dengan usil. "Bisakah kita fokus, sekarang?" balas Lanzo.

"Aku cuma penasaran tempat idealmu untuk bercinta," ucap Leo mengerjai adiknya itu.

"Di balkon, di kolam renang, di atas meja, dan satu lagi di taman belakang, tapi taman belakang belum sempat terjadi." jawab Lanzo dengan seringainya.

"Kau pasti sudah gila." komentar Leo.

"Di balkon? Kau pasti bercanda denganku di balkon. Ada banyak penjaga, Lanzo!" seru Leo tidak percaya.

"Ya, terserahmu mau percaya atau tidak. Kau juga harus mencobanya sekali-kali, jangan terus-terusan melakukannya dengan Anna di kamarmu yang membosankan itu." ledek Lanzo sambil tersenyum miring.

"Akan kuterima tips darimu," komentar Leo.

"Baik, kulanjutkan kalau begitu. Lionelle menyinggung hal itu kepadaku seakan-akan ia tahu kalau gadis itu adik tiriku atau adik adopsiku, ia pasti masih polos." ucap Lanzo melanjutkan.

"Pertanyaanku adalah darimana bisa Lionelle mengetahui adikmu seharusnya polos atau tidak?" balas Leo.

"Kecuali jika Lou yang sekarang ini palsu dan kita belum bertemu dengan Lou yang aslinya." jawab Lanzo menggunakan otak cermatnya.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-L Y C A N O



Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now