Hoofdstuk 32 : Grappenmaker

82 6 0
                                    

"Yang Mulia, saya telah mendengar kabar bahwa seorang utusan kita tertangkap di Indonesia." ucap seorang lelaki yang tengah berdiri di depan Leo sambil menunjukkan rasa hormatnya. Leo yang tengah duduk di atas kursi kebesarannya menaikkan salah satu alisnya heran.

"Utusan kita tertangkap di Indonesia? Aku tidak pernah memerintahkan seorang utusan untuk pergi kesana." balas Leo geram.

Lelaki itu menunduk dan menjawab, "Maafkan saya, Yang Mulia." jawab lelaki itu.

"Panggil Ratu kesini!" perintah Leo.

Tak sampai 3 menit kemudian, wanita yang bernama Annastasia itu sudah berada tepat di depan Leo, lebih tepatnya disamping lelaki yang merupakan pengawal itu.

Tanpa berbasa-basi, Leo langsung bangkit dari kursi kebesarannya, dan berjalan menuju Anna.

"Kenapa kau memerintahkan seorang utusan untuk pergi ke Indonesia?" tanya Leo dengan ekspresi dinginnya yang menghantui Anna.

"Aku hanya ingin melihat kondisi disana, apakah itu suatu tindakan yang salah?" balas Anna sambil menghindari tatapan lelaki itu.

Leo menghembuskan nafasnya kasar. "Kau boleh keluar." ucap Leo kepada lelaki yang merupakan pengawal itu.

Sekarang tinggal mereka berdua yang berada di ruangan yang cukup luas ini. "Lain kali kau tidak boleh mengirim utusan sebelum mendapatkan izinku." sambung Leo.

"Kenapa aku harus meminta izin darimu? Gelarku disini sama dengan gelarmu, bukan? Lagipula itu bukan masalah besar." jawab Anna tidak senang mendengar ucapan Leo tadi.

"Jika kau terus bersikap begini, kau akan membuat kerusuhan-"

"Jangan salahkan aku, aku tidak pernah mengatakan aku menginginkan posisi ini." potong Anna.

Leo menoleh pada wanita itu. "Memang dari awal aku salah menilaimu. Kau hanya mencari kesenanganmu sendiri, bukankah begitu? Setiap hari yang kau lakukan hanyalah menghabiskan waktu bersama para pangeran, bukankah begitu?!! Jawab aku!" bentak Leo akhirnya kehabisan tingkat kesabarannya.

Anna dapat merasakan kedua matanya yang sudah buram dilapisi oleh air matanya yang hendak turun. Tahan, tahan. Kau tidak boleh lemah, batinnya menguatkan diri.

Anna hanya terdiam. Ia tidak memiliki kekuatan lagi untuk menjawab Leo. Ia sudah mau menangis sekuat-kuatnya sekarang juga.

Leo mungkin menyadari hal itu. Lelaki itu tampak menatapnya lekat dan itu semakin membuat tangisan Anna hampir pecah.

Hingga akhirnya Anna merasakan air mata yang hangat mengalir menuruni pipi mungilnya, dan Leo menatapnya.

Wanita itu langsung berbalik, dan tanpa mengatakan sepatah kata pun, Anna segera keluar dari ruangan itu.

***

"Orang itu tertangkap, dan kurasa rencanamu kali ini gagal, Lanzo. Maafkan aku, tetapi aku sudah berusaha sebisaku." ucap Anna merasa bersalah.

Lanzo tersenyum hangat. "Tidak apa-apa, lagipula aku tidak mendesak untuk meminta bantuanmu. Aku akan menemukannya sendiri suatu saat nanti." balas Lanzo tersenyum.

"Pasti kau sudah menunggu sangat lama, dan bodohnya aku mengacaukan rencanamu kali ini." balas Anna yang tampak sedikit sedih.

Lanzo tersenyum. "Sudahlah, tidak usah kau pikirkan. Aku tidak mau kau merasa ini semua salahmu. Kau sudah mencoba, dan mungkin hasilnya tidak seperti yang kita inginkan. Mungkin ada rencana lain untukku. Kau malah harus memikirkan kondisimu. Setiap harinya kau terlihat semakin kurus, Anna. Apa kau baik-baik saja?" tanya Lanzo mengubah topik pembicaraan mereka.

Anna tersenyum lesu. "Kondisiku baik. Tetapi aku hanya belum terbiasa dengan semua ini." jawab Anna dengan jujur.

"Ini pasti berat bagimu. Apa kau masih berpikir untuk keluar dari sini?" tanya Lanzo.

Anna mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, aku tidak tahu lagi. Aku sudah merasa tidak ada lagi harapan untukku." jawab Anna.

"Kau juga sudah jarang tersenyum belakangam ini. Apa sudah ada perubahan diantara hubunganmu dengan Leo?" tanya Lanzo lagi.

"Tidak usah tanya. Kami bahkan hampir tidak bertemu lagi. Dan aku juga sudah tidak mau bersangkutan dengannya." balas Anna.

"Apa kau cemburu saat itu karena kau melihat Leo dan Laila?" ucap Lanzo sambil menatap wanita itu kali ini.

"Aku-"

"Itulah persis yang juga dirasakan Leo ketika melihatmu dan Lionelle bersama setiap harinya." potong Lanzo.

Anna tertawa.

"Jangan bercanda, Lanzo. Jika kau mengatakan itu hanya guna untuk menghiburku? Terima kasih, tetapi aku tidak perlu dihibur olehmu." balas Anna sambil tertawa.

Tetapi kali ini Lanzo tidak tersenyum, dan ia tampak serius dengan ucapannya.

"Aku sedang tidak bercanda saat ini, Anna," balas Lanzo.

"Kau kira aku mau memercayai semua dongeng-dongeng yang kau katakan itu?" balas Anna.

"Leo menyukai Laila, dan itu terpancar jelas di kedua mata lelaki itu ketika ia menatap Laila." sambung Anna.

Lanzo tersenyum miring. "Kenapa susah sekali bagimu untuk memercayai apa yang kukatakan? Cobalah Leo. Perlakukan dia dengan baik sekali saja, dan sikap dinginnya itu akan berubah drastis. Dengan syarat kau yang harus bersikap baik dengannya." ucap Lanzo sambil terkekeh.

"Nah, i'm not interested to be a freakin moodbooster."

"What?? See? Ini bukan soal aku yang mengarang cerita dongeng, tetapi ini permasalahan kau yang terlalu takut untuk mengetahui faktanya." sindir Lanzo sambil tersenyum miring.

Itu membuat Anna menatapnya sinis karena kesal kehabisan kata.

Lanzo tertawa setelah itu.

"Astaga, sekarang aku sadar kalau kau memang benar-benar seorang lelaki yang menyebalkan. Jika saja kau memiliki seorang kekasih, sepertinya kekasihmu akan mengunjungi rumah sakit jiwa setiap harinya." rutuk Anna.

"Oh, tidak Anna. Aku menjadi romantis dengan caraku sendiri. Kau lihat? Seandainya aku memiliki seorang kekasih, ia pasti akan menetap di bumi ini dalam jangka waktu yang lama karena kebanyakan tertawa." sambung Lanzo.

"Lihat siapa yang berbicara. Yang ada kekasihmu akan mati muda berada dekat-dekat dengan orang sinting sepertimu!" balas Anna yang diiringi dengan tawa Lanzo.

"Aku sangat suka dengan wanita, tetapi entah kenapa aku tidak pernah merasakan perasaan khusus ke mereka. Maksudku, kau tahu, aku terkadang heran sendiri melihat diriku." ucap Lanzo sambil tertawa.

"Tetapi aku sangat serius, kau tahu. Aku juga tidak mengerti dengan diriku." sambung Lanzo sambil tertawa.

"Kau harus mencari seorang gadis, Lanzo. Kau tidak bisa sendirian selamanya, bukan?" balas Anna.

Lanzo tertawa. "Itulah sebabnya aku ingin mencari adikku!" seru Lanzo terkekeh.

"What? Apa hubungannya mencari kekasih dengan mencari adikmu? Jangan bilang kau suka dengan adikmu yang kau tidak tahu siapa Ayahnya itu." balas Anna tidak percaya.

Lanzo tertawa terbahak-bahak.

"Bukan begitu maksudku! Tidak mungkin aku menyukai adikku sendiri, bukan?? Maksudku akan lebih enak jika seandainya aku menemukan adikku, maka aku akan menganggunya setiap hari." sambung Lanzo.

"Astaga, kau memang kakak yang mengerikan." komentar Anna.

"Aku menarik pemikiranku selama ini tentang aku yang ingin menjadi adikmu. Kau bisa membuatku merasa horror jika aku seandainya memang benar-benar adikmu." sambung Anna.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-L Y C A N O

Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt