Hoofdstuk 25 : De Koningin

91 8 0
                                    

"Aku tidak suka melihat kau bersama dengan Anna." begitu kalimat itu dilontarkan oleh Laila, Leo langsung menoleh padanya dan menatapnya tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Aku merasa cemburu jika kau bersama dengannya." sambung wanita itu lagi. Leo masih saja menatapnya. Kemudian detik selanjutnya Leo tersenyum, "Kau tidak boleh bicara begitu, Laila. Dia adalah istriku." ucap Leo.

"Kenapa kau mau menikah dengannya?" tanya Laila. Leo terdiam sejenak. "Karena aku merasa dia pantas." jawab Leo akhirnya.

Laila menunjukkan wajah tidak percayanya. "Lalu apakah aku tidak pantas?" tanya wanita itu dengan sedikit kesal. Leo tersenyum. "Tentu saja kau pantas. Mungkin aku tidak tahu alasan yang tepatnya. Lagipula aku sudah mulai merasa nyaman dengannya. Kau juga harus mulai bertemu seorang pria." ucap Leo.

"Aku masih menyukaimu, Leo. Kalau kau mengira selama aku pergi aku sudah melupakanmu, kau salah besar. Aku sangat merindukanmu. Dan aku akan melakukan cara apapun untuk merebutmu kembali." ucap Laila.

Leo terdiam sejenak. "Ini-" lelaki itu berhenti berbicara ketika ia mendengar handphone nya berdering. Leo mengambilnya kemudian mengangkat panggilan itu. "Ada apa Lionelle?" tanya Leo.

"Ayah membutuhkanmu, Leo." ucap adiknya itu dengan suara rendah dan rapuh. Seketika Leo langsung merasa seluruh tubuhnya membeku. Ia tidak menjawab Lionelle, ia tidak memperdulikan Laila yang sedang bertanya tentang apa yang terjadi padanya.

Leo langsung bergegas dan memasuki mobilnya, ia menginjak pedal gas dan meluncurkan mobilnya itu menuju istana. Tubuhnya terasa kaku, keringat dingin bercucuran dari seluruh tubuhnya. Pikirannya membayangkan segala hal buruk, dan hatinya terus berbicara, "Kumohon, jangan. Jangan sekarang. Aku belum siap."

Setelah lelaki itu sampai dan menginjakkan kedua kakinya di istana ini, ia langsung bergegas menuju kamar Ayahnya.

Disana ia melihat semua pelayan yang berada di kamar itu tampak menunjukkan rasa hormat mereka dan berduka. Sedangkan tepat disamping Ayahnya, ia melihat Lionelle, tak jauh dari sana tampak Anna dan Nebula yang berdiri sambil menunduk dalam kesedihan.

Leo menghampiri tempat tidur Ayahnya dan dengan tidak sadar air mata mengalir melalui kedua pipinya. Ayahnya tampak tersenyum lemah melihat kehadiran putra pertamanya itu.

"Lionelle, panggil Lanzo. Cepat!" seru Leo.

"Aku sudah mencari Lanzo, tetapi dia tidak disini." jawab Lionelle.

"Jangan. Aku tidak ingin Lanzo melihatku dalam keadaan seperti ini. Cukup hanya kalian berdua. Jika anak itu melihatku, ia akan menangis sampai satu minggu lamanya." ucap Lane sambil tersenyum.

"Ia akan sedih jika ayah pergi tanpa mengatakan apapun padanya." ucap Leo.

"Ia akan jauh lebih sedih jika ia melihatku seperti ini. Kau harus menjadi sosok Ayah pengganti baginya." balas Lane.

Kemudian Lane terbatuk, dan ketika Leo menyodorkan sarung tangannya, ia melihat darah yang keluar dari mulut Ayahnya itu.

"Aku rasa ini sudah waktuku." ucap Lane sambil tersenyum.

"Aku memercayai semuanya kepadamu, Leo. Jaga Lionelle, dan terkhususnya Lanzo. Jaga dia." ucap Lane.

Air mata itu tidak bisa berhenti keluar dari kedua mata Leo, lelaki itu mengenggam tangan kiri Ayahnya kemudian ia mengecupnya. "Yah, kumohon. Jangan tinggalkan kami seperti ini. Aku belum siap untuk semua ini. Aku sungguh belum siap." pinta Leo rendah.

"Aku tahu.... kau selalu siap... nak. Jaga istana ini untukku. Aku mengandalkanmu..." kalimat itulah yang terakhir keluar dari mulut Lane. "Yah, kumohon. Kau tidak bisa pergi seperti ini!" teriak Lionelle sambil meneteskan air mata. Leo masih saja mengenggam tangannya dengan erat tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Sepuluh detik terlalu berlalu dan Leo masih saja terdiam sambil mengenggam tangan itu. Detik selanjutnya lelaki itu berdiri kemudian berkata, "Panggil Lanzo. Ini sudah waktunya." ucapnya dengan dingin.

Lionelle ikut berdiri pada detik selanjutnya. "Apa kau gila? Ayah sudah bilang jangan panggil Lanzo." balas Lionelle sedikit tidak terima. Ia tahu bagaimana reaksi Lanzo jika ia mengetahui hal ini. Anak itu akan menangis dengan hebat.

"Cepat atau lambat dia akan tahu! Tidak ada gunanya menutupi ini darinya, Lionelle! Laksanakan perintahku, panggil Lanzo!" seru Leo. Kemudian seketika Laila memasuki ruangan ini dengan terkejut. Ia melihat Leo kemudian meraih tangannya dan berkata, "Leo-"

"Lepaskan aku!" bentak Leo sambil menghempaskan tangan wanita itu. Semua orang yang berada di dalam ruangan itu tampak terkejut termasuk Anna yang diam mematung.

Nebula yang berdiri tepat di sebelah Anna itu tampak sedikit takut, kemudian ia berkata, "Leo sudah berubah menjadi Leo yang dulu lagi." ucapnya dengan sedih sambil sedikit menunduk.

Anna menoleh. "Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya Anna.

"Tentu saja. Ia tidak menyangka Lane akan pergi secepat ini. Ia belum siap untuk menjadi Lane yang selanjutnya." jawab Nebula menjelaskan.

"Raja?" balas Anna.

Nebula mengangguk. "Semua orang yang berada di dalam istana ini tahu betul, siapa yang akan menjadi sang pewaris. Dan orang itu tentu bukanlah Lionelle ataupun Lanzo." jawab Nebula lebih mendetail.

Sementara di sisi lain, Laila masih berusaha menggapai Leo dan sibuk menenangkannya. "Leo, ada apa denganmu? Kenapa kau menjadi begitu?? Aku turut bersedih dengan kepergian paman." ucap Laila sambil berusaha menggandeng tangan Leo.

Namun dengan seketika, Leo menoleh kepada wanita itu dan menatapnya dengan dingin. "Semakin sering kau berada disekitarku, semakin cepat juga bagiku untuk membencimu. Kau dengar itu?" ucap lelaki itu dingin yang membuat wanita itu membeku seketika.

Setelah itu Leo mengalihkan pandangannya, dan ia menoleh pada Anna. Anna sontak terkejut dan berusaha menunduk untuk tidak bertatapan dengan lelaki itu.

Tetapi kemudian Leo melangkah maju menuju wanita itu dan berdiri tepat didepannya. Anna masih saja menunduk. Ia dapat merasakan dinginnya hawa Leo yang menghampirinya. Wanita itu tidak berani menatap kedua mata dingin itu.

Anna menunduk dan akhirnya melihat sepasang sepatu hitam kilat itu berdiri tepat di depannya.

"Angkat kepalamu." ucap lelaki itu. Suaranya tidak bisa dibilang dingin, hanya suaranya terdengar sedikit serak, dan juga rendah.

Dengan perlahan, Anna mulai mengangkat kepalanya dan berusaha menatap lelaki itu. Anna bisa melihat semua emosi itu berkecamuk di wajah pria itu dengan jelas. Marah, sedih, kesal, semua itu bercampur aduk. Tetapi, yang terlebih lagi, lelaki itu tampak sangat letih.

Kedua matanya tampak lemah.

Leo membuka mulutnya, dan detik selanjutnya ia berkata, "Berikanlah rasa penghormatanmu kepada Raja mu, dan aku, Leonardo Silvijn Vladexeoun menjadikan wanita ini, wanita yang berada tepat di depanku menjadi Ratu kalian." ucap lelaki itu dengan lantang tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Anna.

TO BE CONTINUED
VOTE N COMMENT NEEDED
THANKS
-
L Y C A N O

Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz