Hoofdstuk 8 : Als Je Vrouw

127 11 2
                                    

Leo kemudian menyusul Lanzo. Anak sinting itu tidak menuju ke kamarnya, tetapi ia menuju ke ruangan bawah tanah yang berada di istana itu. Yang tak lain adalah tempat penyimpanan minuman keras.

Saat mereka tiba didalam ruangan itu, Leo masih diam tak bersuara. "Kenapa kau mengikutiku?" tanya anak itu sambil tersenyum.

"Aku tidak mengikutimu. Kebetulan aku hanya ingin minum." ucap Leo dingin sambil mencari alasan. Lanzo tersenyum. "Kau tidak pernah minum kecuali kau sedang memikirkan sesuatu yang serius." ucap lelaki itu.

"Sejak kapan kau bertindak seperti kau mengetahui segalanya tentangku? Kita tidak sedekat itu." balas Leo sedikit dingin.

Adiknya itu tersenyum lagi. Lanzo memang memiliki sebuah senyuman yang dapat menenangkan hati orang yang melihatnya.

"Mungkin sekarang kita tidak sedekat itu. Kau benar. Tetapi dulu kita pernah dekat." canda Lanzo sambil menuangkan sebotol wine ke gelas Leo.

"13 tahun yang lalu, tentang Ibumu, aku ingin-"

"Tenang. Aku sadar akan kedudukanku sebagai seorang anak haram. Dan aku akan segera pergi. Itu akan membuat hatimu lebih senang, bukan?" potong Lanzo cepat sambil tersenyum.

Leo menghembuskan nafasnya tidak suka. "Lanzo, aku turut bersedih atas Ibumu. Dan maafkan aku karena memanggilmu dengan sebutan itu. Aku tahu aku adalah seorang kakak yang buruk. Maafkan aku." ucap Leo dengan bersusah payah.

Lanzo terdiam mendengar perkataan itu. 5 detik berlalu, kemudian anak itu tersenyum lagi. "Tidak. Kau adalah yang terbaik daripada Lionelle. Jangan sungkan. Tetapi, aku tetap akan pergi. Aku hanya lebih terbiasa dengan diriku ketika aku meninggalkan tempat ini." jawab Lanzo.

"Ayah, ia tak pernah sekalipun melewatkan kesempatannya untuk pergi ke dalam kamarmu. Ia tampak sangat berbeda sejak kepergianmu. Dan, Ibumu pasti akan sedih melihatmu meninggalkan tempat ini." ucap Leo.

"Hatiku akan terasa lebih sakit jika aku menetap disini dan melihat wajah Ayah setiap hari." balas Lanzo sambil tersenyum hangat.

"Tinggal lah, Lanzo. Kami semua membutuhkanmu disini. Setelah kepergianmu, semuanya berubah. Ayah berubah. Lionelle berubah. Dan begitu juga denganku. Terkadang aku merasa kesepian. Anak sinting yang membuatku marah sudah pergi. Aku sadar betapa sepinya istana ini tanpa kehadiranmu." ucap Leo.

"Kumohon, tinggal lah, dik. Untukku, untuk Ayah, untuk Lionelle, untuk keluarga ini." sambung Leo dengan tersenyum simpul.

Setelah 13 tahun lamanya, ia sadar kehadiran seorang Lanzo dapat membuat senyumannya terukir di wajahnya untuk kesekian kalinya.

Lanzo tersenyum miring. "Aku tidak pernah melihatmu tersenyum seperti itu sebelumnya. Apa aku alasannya?" tanya Lanzo.

Leo yang sadar akan perkataan itu langsung berhenti tersenyum. "Jangan bercanda." jawab Leo dengan dingin. Lanzo tertawa melihat kakaknya itu. Leo tampak sangat lucu, batinnya. Di luar, memang Leo adalah orang yang sangat dingin. Tetapi jauh didalam, Lanzo tahu ia adalah seseorang yang hangat.

***

Leo membuka matanya kemudian melihat jam. Ya Tuhan! Ini sudah jam 3 subuh. Leo mengeraskan rahangnya kemudian ia mencoba untuk menutup kedua matanya. Namun sial! Tidak peduli seberapa keras ia mencoba, ia tak dapat tidur!! Bayangkan saja, kenapa Anastasia memeluknya sambil meraba-raba perutnya yang berotot itu??!

"Anna!" panggil Leo kesal. Dan seketika tangan wanita itu membeku begitu saja. Kemudian detik selanjutnya ia mulai meraba-raba perut Leo lagi. "Anatasia Peony Roosevelt! Apa kau tidak tahu jam berapa ini??!" bentak Leo kesal.

Vladexeoun : Sacred ✅ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang