Chap 62 End

3.5K 174 23
                                    

Yuuto diam mendengarkan perkataan Naoki yang sedang menjelaskan alasannya. Dan ia juga kesal pada dirinya sendiri, karena semua itu benar.

"Sekarang kau sudah tau kebenaran ini, dan kau juga tau alasan kenapa aku tidak mengatakan apa pun padamu. Sekarang tinggal keputusan mu, apa kah kau masih marah denganku? Apa kau masih membenciku? Jika iya, aku akan angkat kaki dari rumah ini dan tidak akan menemui mu lagi. Segala urusan mu akan ku serahkan melalui Yaze."

Mata Yuuto terbuka lebar mendengar ucapan itu, ia tidak mau kakaknya pergi. Yuuto tidak mau jika ia tidak dapat bertemu dengan Naoki lagi.

"Ma..af..." Seru Yuuto dengan nada rendah.

"Aku tidak dapat mendengar apa yang kau katakan, keraskan suara mu." Ujar Naoki.

Yuuto menatap Naoki dengan mata yang mengemban air mata dan segera memeluk sang kakak, Naoki.

"Maaf... Maaf... Maaf.... Kak Naoki jangan pergi, tetap disini dan temani aku. Aku tidak mau kak Naoki pergi. Aku tidak mau kalau aku tidak bertemu dengan mu lagi.
Maaf... Maafkan aku kak Naoki... Maaf..." Seru Yuuto yang semakin erat memeluk Naoki.

"Sudah jangan menangis..." Ucap Naoki.

"Aku tidak menangis!"

"Iya iyaa kau tidak menangis."

"Maafkan aku kak, maaf...."

"Kakak yang salah karena sudah merahasiakan ini padamu, kakak yang seharusnya meminta maaf." Ucap Naoki sembari mengusap lembut punggung sang adik dan sesekali mencium pucuk kepalanya.

"Tidak, kak Naoki tidak salah apa pun. Aku lah yang salah, aku minta maaf kak."

"Baiklah kakak akan memaafkan mu, tapi kau harus berjanji untuk tidak menjadi anak yang tidak tau terima kasih. Kau harus bisa dekatkan dirimu pada papa dan mama yang sudah membesarkan mu. Apa kau mau berjanji?"

"Iya aku janji." Yuuto pun melepaskan pelukannya dari Naoki, sang kakak tersenyum melihat Yuuto dan mengacak acak rambutnya.

"Hentikan kak..." Seru Yuuto.




Waktu berlalu begitu cepat, sudah satu bulan lamanya Yuuto menjalin hubungan dengan Zen. Malam ini ayahnya Zen mengundang Yuuto beserta Naoki untuk makan malam bersama.

"Jadi ini Yuuto adikmu Naoki? Mirip sekali dengan ibunya. Ku dengar kau satu sekolah dengan Hiroshi, bagaimana dia di sekolah? Apa dia membuat onar?" Tanya ayahnya Zen.

"Tidak sama kali paman, Hiroshi sangat baik dan populer di sekolah." Jawab Yuuto.

"Anak sedingin dia bisa jadi populer?" Saut Zen.

"Itu bagus. Lalu bagaimana hubungan mu dengan Zen? Apa dia menyulitkan mu? Yaah anak ini slalu memiliki keinginan yang harus dipenuhi. Benar benar anak yang menyebalkan, tidak pernah mau mendengarkan omongan orang lain." Tutur ayahnya Zen.

Tiba tiba membahas hubungan dengan Zen, membuat Yuuto merasa malu. Terlebih lagi itu ayahnya Zen sendiri yang menanyakannya.

"I-itu benar, dia sangat menyulitkan ku." Gumam Yuuto.

"Kenapa kau bicara seperti itu Yuuto?" Keluh Zen.

"Tapi itu memang benar adanya, aku suka merasa kasian sama adik kecilku ini. Dia harus tersiksa jalani hubungan bersama Zen." Saut Naoki.

"Naoki, kau...." Geram Zen.

"Hahaha sudah sudah, ayo kita lanjutkan makan malam kita." Seru ayahnya Zen menenangkan.

Usai makan bersama, Naoki pun pulang ke rumah terlebih dahulu. Sementara Yuuto di tahan oleh Zen. Dia mengajak Yuuto pergi keliling dengan tangannya yang menggenggam erat tangan kekasihnya itu.

"Sudah satu bulan ya... Aku merasa sudah sangat lama kita menjalin hubungan. Begitu banyak hal yang terjadi." Seru Zen.

"Un, banyak sekali. Pada saat itu aku merasa sangat yakin kalau aku tidak akan pernah menjadi pacarmu." Ujar Yuuto.

"Tapi kenyataannya sekarang kau menjadi milikku, yaah tidak sia sia aku berusaha membuat mu putus dengan Osamu haha.."

"Ya terima kasih untuk itu aku jadi terluka."

"Hah... Bukankah kau harus berterima kasih padaku karena sudah membuka matamu bahwa Osamu bukan yang terbaik untukmu?"

"Baiklah baiklah, aku juga berterima kasih untuk hal itu."

"Yuuto..." Panggil Zen lembut.

Yuuto pun menaikkan kepalanya untuk melihat wajah Zen. Saat itu dia sudah berada dekat dengan wajah Yuuto, dan Zen langsung mencium bibir Yuuto.

Kekasih kecilnya itu berusaha mendorong tubuh besarnya Zen, namun Zen memeluk Yuuto dengan eratnya. Mereka berciuman di malam hari yang sunyi, dan di bawah langit malam yang cerah. Terasa dingin, namun nikmat. Usai Zen menciumnya, Yuuto segera memukul perut Zen.

"Apa yang kau lakukan di tempat umum seperti ini? Bagaimana kalau ada orang lain yang lihat?" Keluh Yuuto.

"Tenang saja tidak akan ada orang lain yang lihat, ini sudah malam." Ujar Zen dengan santainya.

"Siapa tau saja kan ada seseorang yang tiba tiba lewat, kau itu benar benar mesum!"

"Percaya padaku tidak akan ada yang melihatnya. Oh ya Yuuto, aku membelikan mu sesuatu tadi pagi."

"Apa?"

Zen mengeluarkan dari saku celananya sebuah cincin pasangan dan di unjukkan pada Yuuto.

"Yuuto ini cincin pasangan, aku ingin kau memakainya. Dan berjanjilah untuk tidak pernah meninggalkan ku. Tetaplah di sisiku selamanya, sejak awal kita bertemu aku sangat yakin kalau kau adalah takdirku."

Yuuto mengambil cincin tersebut yang terlihat paling kecil dan memasangkannya ke jari manisnya.

"Pilihanmu tidak buruk juga, dan ukurannya sangat pas di jariku."

"Itu karena aku sudah tau segala hal tentangmu."

"Memang sudah seharusnya bukan." Ucap Yuuto dengan tersenyum.

"Jangan pernah pergi dan tetaplah disisiku." Pinta Zen yang terdengar seperti memerintah.

"Aku masih muda dan aku ingin mendapatkan masa muda ku, aku tidak berani janji soal itu hahaha..." Yuuto pun berjalan meninggalkan Zen.

Si Zen berdiam diri dan berkata, "Yuuto jangan membuatku marah."

Yuuto membalikkan badan, ia menunjukkan pada Zen wajahnya yang sangat bahagia yang terpapar jelas pada senyuman itu.

"Terima kasih, aku sangat mencintaimu kak Zen."




_End_

30 Januari 2020

Destiny (18+ / Ended)Where stories live. Discover now