44. Negosiasi

894 64 1
                                    

Terkadang cinta begitu rumit
Di satu sisi kita mati-matian mempertahankannya agar tetep kokoh
tapi di sisi lain banyak pihak yang melakukan segala cara agar pertahanan itu roboh

~Devan Adijaya~

Kalevi menghempaskan tubuhnya dengan kasar pada kursi tunggu yang berada di depan ruangan Meysha. Suasana hati dan pikirannya benar-benar tambah kacau setelah mendengar penjelasan dari Tuan Pandu. Jika tidak sedang berada di rumah sakit, mungkin Ia akan melampiaskan segalanya pada apapun yang berada di dekatnya.

"Arrgghh!" Kalevi menjambak rambutnya frustasi.

Apakah yang diucapkan Tuan Pandu di kantin tadi adalah kebenaran? Tetapi kenapa ayahnya senekat itu hanya demi sebuah pertunangan yang bahkan tanpa dilandasi rasa cinta. Apa ayahnya tidak pernah berpikir jika tindakan mampu merenggut nyawa seseorang? Sialan! Pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran membuat kepala Kalevi semakin pening saja.

"Keliatan frustasi banget lo."

Kalevi tak mampu mengontrol ekspresi keterkejutannya ketika mendapati seseorang duduk tepat di sampingnya. Bukan berlebihan, hanya saja Kalevi tak menyadari sama sekali kedatangan lelaki tersebut.

"Kak Devan? Bukannya lo tadi nemenin Kak Amira di dalem?" tanya Kalevi.

"Tadi keluar sebentar buat ngurus administrasi."

"Kok lo yang bayar? Biar gue aja."

Belum sempat Kalevi bangkit dari tempat duduk, Devan sudah lebih dulu menahannya. "Anak sekolah kayak lo dapet duit dari mana sampe sok-sokan mau bayar biaya rumah sakit orang lain?"

Kalevi tahu betul bagaimana sifat ceplas-ceplos sepupu dari Bara ini. Tetapi kata-kata 'orang lain' yang Devan lontarkan membuat Kalevi sedikit tersinggung, terlebih suasana hatinya sedang tidak baik.

"Bukan orang lain, dia cewek gue." Kalevi menepis tangan Devan dari bahunya. "Lo juga siapa sok-sokan bayar biaya perawatan cewek gue?" sarkas Kalevi. Sensi...

"Gue bos dari Kakaknya, jadi fine-fine aja bayarin biaya rumah sakit Meysha," balas Devan. "lagian gue lebih berhak daripada lo yang bukan siapa-siapa," lanjutnya. Kok berantem??

Kalevi melirik tak suka ke arah lelaki di sampingnya. "Gue pac-"

"Status 'pacar' yang lo bangga-banggain itu belum tentu bisa menjamin kalo dia milik lo seutuhnya," sela Devan.

Kalevi bungkam.

"Bercanda Lev. Gitu aja ngambek." Devan merangkul Kalevi sambil terkekeh.

Setelah itu hening. Baik Kalevi maupun Devan terdiam dengan pikirannya masing-masing. Devan bersandar pada dinding sambil menatap lurus, sementara Kalevi lagi dan lagi hanya bisa menunduk lesu.

"Cinta itu kadang rumit banget ya, Lev. Di satu sisi kita mati-matian mempertahankannya biar tetep kokoh, tapi di sisi lain banyak pihak yang melakukan segala cara biar pertahanan itu roboh," ucap Devan setelah terjadi keheningan yang cukup lama di antara mereka.

Kalevi menoleh dengan kerutan yang terpatri pada dahinya.

"Dan pada akhirnya kita harus memilih antara berjuang atau merelakan," lanjut Devan.

Entah benar atau tidak, tetapi Kalevi merasa jika kata-kata itu ditujukan untuknya. Baru saja hendak menanggapi ucapan Devan, pintu ruangan Meysha terbuka, tampak Amira yang keluar dari ruangan.

"Kalevi tolong temenin Meysha sebentar ya, Kakak mau beli makanan dulu buat kalian," ucap Amira.

"Meysha udah bangun?" tanya Kalevi yang dibalas anggukan dan senyum oleh Amira.

KaleviМесто, где живут истории. Откройте их для себя