2. Kenangan pahit

3.5K 227 0
                                    

Lupakan masa lalu pahit itu dan mulai dengan lembaran yang baru
Karena kita semua pantas bahagia

-Amira Nalandhipa-

Meysha melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah yang cukup besar. Tempat dimana kenangan pahit itu selalu terngiang di pikirannya. Tempat dimana kedua orang tuanya menelantarkan dirinya dan Sang Kakak hanya untuk mengejar kebahagian mereka masing-masing.

Dulu rumah ini begitu hangat dan nyaman. Meysha maupun keluarga hidup bahagia di dalamnya. Hingga Wanita jalang itu datang dan merenggut segalanya. Kehangatan, keharmonisan, kebahagiaan semua lenyap bersama dengan perginya Sang Papah yang lebih memilih pergi dengan wanita selingkuhannya.

Papah yang selama ini Ia bangga-banggakan, Papah yang selama ini Ia idolakan, Papah yang selama ini Ia anggap pahlawan di keluarga ini ternyata penyebab utama kehancuran keluarga kecil mereka. Mamah yang Ia anggap Malaikatnya itu juga melampiaskan segalanya kepada pria lain. Malaikatnya itu ikut pergi meninggalkan Meysha dan Kakak perempuannya. Hanya berdua di rumah sebesar ini.

Meysha menghapus dengan kasar air mata yang menerobos begitu saja. Bagaimana jika Kakaknya melihat Ia menangis? Pasti Kak Amira ikut menangis, dan Meysha tidak suka itu. Kakaknya sudah terlalu lelah kuliah sambil bekerja untuk membayar uang sekolah dirinya sendiri maupun Meysha. Ia tidak ingin menambah beban Sang Kakak. Karena Meysha sangat menyayangi Amira Nalandhipa meskipun Meysha tak pernah memperlihatkannya. Meysha tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Amira.

Meysha membuka pintu utama rumah baju istana tersebut. Terlihat banyak sekali barang yang dikemas di dalam kardus. Kenapa ini? Siapa yang baru datang? Atau siapa yang akan pindah?

"Kamu udah pulang, Sya?"

Meysha menoleh ke arah sumber suara. Sang Kakak tengah menuruni tangga dengan membawa kardus di tangannya.

"Kenapa barang-barang pada dikemasin?" Meysha balik bertanya.

Amira meletakkan kardus yang Ia bawa tadi di lantai, kemudian mengajak Meysha untuk duduk terlebih dahulu. Keduanya duduk saling berhadap-hadapan di sova mahal peninggalan kedua orang tua mereka.

"Karena kita hanya tinggal berdua, Kakak memutuskan buat jual rumah ini dan tinggal di rumah yang lebih kecil dan sederhana. Dan uang hasil penjualannya bisa untuk memenuhi kebutuhan kita berdua," beritahu Amira sehati-hati mungkin.

Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Meysha. Gadis itu hanya membisu dengan pikiran yang begitu kelabu. Rumah ini banyak sekali menyimpan kenangan-kenangan indah dengan keluarganya, lalu bagaimana bisa Meysha pergi dari tempat ini? Melihat adiknya mematung, Amira berpindah duduk di sebelah Meysha lalu menggenggam tangan dingin tersebut. Ia tahu betul bagaimana perasaan Meysha.

"Kakak tau ini berat buat kamu, Kakak juga merasakan hal yang sama, Sya. Rumah ini banyak menyimpan kenangan indah keluarga kita, tapi rumah ini juga menjadi saksi bisu hancurnya kebahagian kita, Sya. Dan Kakak gak bisa lihat kamu terus menerus mengingat kenangan pahit itu," ucap Amira.

Meysha menatap mata cokelat hazel milik Sang Kakak. Warna Mata yang begitu persis dengan matanya, mata yang menggambarkan kesedihan yang begitu mendalam.

"Kita mulai lembaran yang baru. Melupakan masa lalu yang hampir setiap hari melukai hati kita. Karena kita juga pantas bahagia, Sya."

Meysha memeluk Amira dengan erat. Benar kata Kakaknya, mereka pantas bahagia. Mereka harus melangkah maju agar bisa menemukan cahaya.
Meskipun tanpa dampingan dari kedua orang tua.


                    &  &  &  &  &

Meysha terdiam di depan rumah Sederhana yang akan menjadi tempat tinggalnya dengan Amira. Rumah yang tidak besar tetapi juga tidak terlalu kecil. Rumah sederhana yang nampak nyaman untuk ditempati.

"Meysha, ayo masuk."

Meysha mengangguk. Kakinya secara perlahan beranjak memasuki rumah tersebut. Ekor matanya mengedar ke seluruh penjuru ruangan rumah tersebut.

"Kenapa? Kamu gak suka ya, Sya?" tanya Amira ketika adiknya hanya mematung.

Lagi, Meysha hanya membalas pertanyaan Kakaknya dengan gelengan kepala saja.

Amira meraih tangan Meysha. "Selamat datang di rumah baru, selamat datang di kehidupan dan lembaran baru. Mulai sekarang Kakak gak akan biarin masa lalu kelam itu menghantui kamu, Sya. Kita akan hidup bahagia, Berdua."

Lagi-lagi tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Meysha. Gadis itu memberi jawaban dengan anggukan saja. Sejujurnya Meysha ragu. Mungkinkah masa lalu kelam itu hilang dari kehidupannya? Rasanya tidak mungkin. Masa lalu itulah yang merubah Meysha yang Ramah, baik, dan manja menjadi gadis pembangkang seperti ini. Bahkan seantero sekolah Rajawali pun telah memberi gelar badgirl kepadanya.

___

Meysha keluar dari mini market di daerah tempat tinggal barunya. Membeli kebutuhannya dan Amira. Jika biasanya Kak Amira yang berbelanja, hari ini dirinyalah yang terpaksa berbelanja. Setelah tadi siang sibuk mengemasi barang-barang, Kakaknya langsung berangkat bekerja di cafe Lavanya dan tidak sempat pergi berbelanja.

Mata Meysha memanas ketika kebetulan melihat seseorang yang sangat Ia kenal tengah berpelukan lalu membukakan pintu mobil untuk istri barunya. Dia adalah Pandu Nalandhipa, Papahnya. Meysha tak akan lupa wajah Pandu meskipun sudah lama tidak bertemu.

Saat Pandu hendak masuk ke dalam mobil, matanya tak sengaja bertemu dengan mata hazel milik Meysha. Seketika senyum sumringahnya hilang digantikan dengan ekspresi keterkejutannya. Mata itu... sudah hampir 4 tahun lebih Ia tak melihat mata indah milik putrinya. Siapapun tahu bahwa Mata indah itu menyiratkan luka yang amat mendalam.

Ingin sekali Pandu menghampiri anaknya yang kini telah tumbuh dewasa menjadi gadis yang sangat cantik. Ingin memeluknya seperti dulu. Namun, bukannya menghampirinya Pandu malah beranjak masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan Meysha begitu saja. Gumpalan awan tersebut seketika memuntahkan isinya. Air mata Meysha tak dapat Ia bendung lagi. Mau Ia sekuat apapun menahannya tetap saja tak sanggup. Meysha rindu ayahnya, rindu pelukan hangatnya, rindu nasehatnya, Meysha rindu segalanya.


-

Bekerja menjadi Waiters di sebuah cafe membuat Amira terpaksa harus pulang malam dan jarang sekali berkomunikasi dengan sang adik. Amira terpaksa mencari pekerjaan paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan Meysha. Apalagi biaya kuliahnya dan uang sekolah Meysha tidaklah sedikit.

Tok Tok Tok!

Amira mengetuk pintu rumahnya. Ia sudah tak sabar makan bersama Dengan Meysha. Sepulang kerja tadi Ia menyempatkan diri untuk membeli Sate ayam, makanan kesukaan Adik kesayangannya.

"Assalamualaikum, Meysha."

Tak ada jawaban. Amira mencoba membuka pintu, Tak dikunci. Tanpa menunggu lama Amira masuk ke dalam rumah. Ada belanjaan yang tergeletak di kursi ruang tamu.

"Sya! Meysha!"

Amira mengecek seisi rumah. mulai dari kamar sang adik, kamar mandi, dapur semua Ia cek. Tapi Ia tak kunjung menemukan Meysha. Kemana anak itu? Jam sudah mulai menunjukkan pukul sepuluh malam. Apa Meysha lupa jalan untuk pulang? Bagaimana jika terjadi sesuatu pada adiknya?

"Kamu kemana sih, Sya?" gumam Amira khawatir, berusaha menghubungi Meysha.

KaleviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang