55. Belajar bersama 2

835 56 5
                                    

"Wah gila, gak kerasa bentar lagi udah mau ujian kenaikan kelas aja. Mana gue gak paham materinya sama sekali," gerutu Reza sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Seperti biasa, anggota Pasukan Rajawali tengah nongkrong di markas mereka sepulang sekolah, dimana lagi kalau bukan di warung Bu Tuti.

"Kaya monyet lo Za," cela Ardan dengan enteng, tangannya bergerak untuk menyomot gorengan panas yang tersaji.

"Sialan lo Dan. Liat aja nanti gak bakalan gue kasih contekan," ancam Reza, mana terima Ia dikatai monyet.

"Ya tinggal nyontek Bara lah."

"Gak," sahut Bara yang tengah memahami materi.

Ardan berhenti mengunyah. Lelaki itu kini tengah menatap horor Bara yang duduk damai di depannya. Kalau tidak menyontek Bara, Ardan harus menyontek siapa lagi? Satu satunya sumber yang falid adalah jawaban ujian milik Bara, si rangking tiga pararel SMA Rajawali.

"Haha, lo bercanda kan Bar?" Ardan tertawa garing.

"Gak,"

"Mana solidaritas lo Bar? Katanya kita sahabat? Lo tega liat sahabat lo ini gak naik kelas?"

"Derita lo," ucap Bara.

"Muka lo mirip monyet Dan," maki Reza gantian.

Hampir semua orang yang ada di warung Bu Tuti tertawa lepas melihat wajah memelas Ardan yang kini tengah memohon kepada Bara. Berbeda dengan Kalevi yang sejak tadi hanya diam. Kebisingan yang ditimbulkan Ardan tidaklah sebising isi kepalanya. Sejak semalam Kalevi tak berhenti berpikir tentang perkataan Pak Bram sampai Ia tak bisa tidur. Ia masih bertanya-tanya, jika bukan Pak Bram atau orang suruhan Papahnya, lalu siapa yang ikut serta meneror Meysha? Dan apa maksud Pak Bram berpesan untuk menjaga keselamatan Papahnya?

"Bang lo sakit? Muka lo keliatan pucet."

Kegaduhan mulai berhenti ketika Tama menanyakan keadaan Kalevi. Seluruh pasang mata terarah pada lelaki yang tengah duduk melamun di bangku paling pojok, tepat di samping Ardan. Bahkan Kalevi masih belum sadar dari lamunannya.

"Lev." Ardan menyenggol sahabatnya tersebut.

Kalevi tersentak, Ia kemudian menoleh dan mulai sadar jika kini telah menjadi pusat perhatian. "Apa?"

"Lo gak denger pertanyaan Tama?" tanya Ardan.

Kalevi menggeleng. Ardan, Reza, Bara, dan Tama saling bertukar pandang. Mereka yakin suara Tama tadi tidaklah kecil, ditambah jaraknya dengan Kalevi juga dekat. Jadi tidak mungkin ketuanya itu tidak dengar.

"Ngelamunin apa lo sampai gak denger Lev? Padahal jarak Tama sama lo lebih deket dibandingin sama gue. Tapi gue bisa denger Tama nanya apa ke lo," ujar Reza.

"Tanya apa tadi?" tanya Kalevi kepada Tama yang duduk tepat di hadapannya.

"Lo sakit Bang? Muka lo keliatan pucet." Tama mengulang.

"Mau ke rumah sakit Bang? Ayo gue anter," tawar Rizky yang muncul dari luar. Sejak tadi Ia mendengarkan obrolan dari luar warung Bu Tuti bersama anggota yang lain.

"Atau kita beliin obat aja ke apotek?" tanya Jaka.

Kalevi menyentuh wajahnya yang dihiasa luka lebam yang mulai sedikit memudar. Ia menatap anggotanya yang ada di dalam ruangan dan terakhir kepada ketiga sahabatnya. Bara adalah tipikal orang yang sulit mengekspresikan perasaannya, tetapi tidak dengan Ardan dan Reza. Mereka terlihat memasang wajah serius sekarang, menandakan bahwa keduanya juga sedang khawatir. Kalevi bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke tempat yang sedikit lapang.

"Sini Tam," perintah Kalevi.

Baik Tama maupun yang lain sama-sama mengerutkan alisnya bingung dengan maksud Kalevi. Namun, Tama tetap melaksanakan perintah lelaki tersebut.

KaleviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang