30. Belajar Bersama

995 62 0
                                    

Kalevi sampai di depan rumah Meysha dengan motor sportnya. Begitupun dengan Dika dengan mobil mewahnya. Hari ini mereka akan belajar bersama di rumah Meysha. Menjalankan Hukuman dari Bu Dona tentunya, lebih tepatnya Dika hanya membantu. Bukannya mengetuk pintu, keduanya malah saling bertatap mata sengit di depan pintu rumah Meysha.

"Dika Putra Mahendra, Si juara satu paralel di SMA Rajawali," ucap Kalevi sambil menatap remeh.

"Kalevi Wirasana, Si Ketua dari Pasukan Rajawali, cowok yang sering keluar masuk ruang Bk," balas Dika denga wajah tak kalah meremehkan.

Kalevi maju satu langkah mendekati Dika. "Gue tambahin. Pacar dari Meysha Nalandhipa, dan Ketua basket SMA Rajawali yang juara 1 tingkat Nasional," ucap Kalevi jumawa.

Dika pun maju selangkah. "Murid berprestasi, murid kesayangan guru, juara satu lomba Olimpiade tingkat Nasional, dan jangan lupa gue orang pertama yang memperjuangin Meysha." Dika tak mau kalah.

"Buat apa memperjuangkan tapi gak jadian," cela Kalevi.

"Buat apa pacaran tapi gak dianggap," balas Dika.

Keduanya saling bertatapan sengit, sangking sengitnya mereka sampai tak menyadari bahwa pemilik rumah sudah bersandar di depan pintu. Sedang menyaksikan mereka yang tengah beradu ketajaman mata. Sudah lama Meysha menunggu mereka, tetapi mereka malah asik berselisih di sini

Meysha maju dan berdiri di tengah-tengah. "Dan gue Meysha Nalandhipa. Cewek yang bisa berubah jadi Psikopat kalo nunggu lama."

Kedua lelaki itu tersadar lalu membelalakkan matanya ketika mendapati Meysha yang sudah berdiri sambil berkacak pingging di tengah-tengah mereka.

"Meysha?!" ucap keduanya kaget.

Meysha tersenyum. Senyum yang membuat Kalevi dan Dika meneguk salivanya susah payah. Gadis itu lalu menarik daun telinga kedua lelaki yang baru saja adu prestasi dan menyeret mereka ke dalam rumah. Membuat si pemilik daun telinga mengaduh Kesakitan. Meysha menghempaskan keduanya di sova ruang tamu.

"Gue udah nunggu kalian dari tadi! Ehh kalian berdua malah berantem di depan!" omel Meysha pada dua orang lelaki yang tengah mengelus-elus telinga merah mereka masing-masing.

"Jahat lo, Sya! Kalo kuping gue sampe copot gimana?!" gerutu Kalevi.

"B.O.D.O. Bodo!" ucap Meysha.

"Panas kuping gue Sya!" Giliran Dika yang menggerutu.

"Salah lo berdua! Ngapain coba memperebutkan gue. Iya gue tau gue cantik. Tapi gak segitunya juga kali," ucap Meysha percaya diri tingkat Dewa.

Kalevi dan Dika sontak menatap Meysha dengan tatapan malas. Sementara yang ditatap hanya tersenyum lebar, selebar jidat Pak Tarno.

"Bercanda, udah ayo mulai." Meysha membuka bukunya.

Dika pun juga mulai membuka bukunya, berbeda dengan Kalevi yang malah bersandar santai di sova, hingga darah Meysha kembali mendidih. Gadis itu mencubit perut Kalevi dengan sangat kencang.

"AAKKHHH!! SAKIT SYA!!" pekik Kalevi sambil mengelus perut bagian sampingnya.

"Lagian lo ngapain malah nyantai?!"

"Terus ngapain?" tanya Kalevi dengan polosnya.

Meysha mengelus dadanya. Ingin rasanya mencubit ginjal lelaki di hadapannya ini. "Ya belajar Kalevi! Mana yang lo gak paham tanyain ke Dika!" semprot Meysha kelewat santai.

"Iya-iya," ucap Kalevi pasrah lalu duduk di lantai bersama Meysha dan Dika.

Belajar bersama pun dimulai. Karena Kalevi dan Meysha  tidak tahu apa yang akan ditanyakan, akhirnya Dika memerintahkan keduanya untuk memahami materi pelajaran Matematika. Setelah itu Dika memberikan soal yang harus dijawab oleh keduanya. Seperti sekarang, sepasang kekasih itu tengah mengerjakan soal yang diberikan Dika tepat di hadapan juara satu paralel itu sambil bertengkar tentunya.

"Lo jangan nyontek, bodoh!" omel Meysha ketika mendapati Kalevi yang menyalin hasil pikiran Meysha. Ya walaupun baru beberapa deret saja Meysha mengerjakannya dan belum tentu jawabannya benar.

"Siapa yang nyontek?! Kan gue cuma liat!" kilah Kalevi.

Meysha menoyor kepala Kalevi. "Sama aja, Bego!"

"Kasar banget jadi cewek," Kalevi melirik Meysha sinis.

Dika menghela napas berat. Dua manusia di hadapannya ini benar-benar membuat kepala Dika serasa ingin pecah saja. Pantas saja Bu Dona angkat tangan untuk manangani keduanya.

"Udah selesai?" tanya Dika. Ia menatap jam yang melingkar di tangan kirinya. "Sepuluh menit lagi waktu kalian habis," beritahu Dika yang membuat Meysha maupun Kalevi membelalak.

"Kok dikasih waktu sih Dik? Gue baru jawab satu nomer!" protes Meysha.

"Tau lo! Kaya ujian aja dikasih waktu," Kalevi ikutan protes.

"Ini buat ngasah kedisplinan kalian, anggap aja lo berdua lagi ujian," jawab Dika santai sambil membaca buku.

Kalevi dan Meysha saling menatap. Apa kata lelaki itu tadi? Mengasah kedisplinan? Apa Dika waras? Jelas saja itu Bukan budaya Kalevi dan Meysha.

&  &  & &  &

"Cari tahu latar belakang gadis yang berada di foto itu," perintah Wirasana, melempar foto pada seorang lelaki yang seumuran di hadapannya.

Pria itu menatap foto-foto yang diberikan Tuan Wirasana kepadanya. Di foto itu nampak seorang gadis dengan rambut sebahu yang menggunalan seragam putih abu-abu. Dan gadis dalam foto itu tidak lain dan tidak bukan adalah Meysha Nalandhipa.

"Baik Tuan," jawab Pak Bram.

"Dan saya minta jauhkan Kalevi darinya. Kalau perlu ancam dia dengan cara apapun itu." Tuan Wirasana menatap Pak Bram. Lalu melanjutkan ucapannya, "bahkan dengan melukai gadis itu sekalipun. Tetap lakukan agar dia jauh dari putra saya," lanjut Tuan Wirasana.

Pak Bram membelalak. "Tapi Tuan-"

"Pak Bram, jangan lupa kejadian yang menimpa anda sekitar tiga tahun yang lalu. Jika saja saat itu saya tidak membebaskan anda, mungkin sekarang anda masih mendekam di penjara," sela Tuan Wirasana.

Pak Bram bungkam. Jika Tuan Wirasana sudah mengungkit kejadian itu, maka Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pak Bram berhutang budi pada Tuan Wirasana karena telah membebaskannya dari penjara. Dan tidak ada yang Pak Bram bisa lakukan selain menuruti keinginan Wirasana untuk membayar hutang budinya.

"Saya hanya meminta anda untuk menjauhkan gadis sialan itu dari putra saya. Apa itu sulit, Pak Bram?" tanya Wirasana sambil bersandar santai di kursi kebanggaannya.

Pak Bram menggeleng. "Tidak Tuan. Saya akan menjauhkan gadis di foto itu dari Tuan muda Wirasana," jawab Pak Bram, menatap foto yang tergeletak di atas meja.

"Bagus, saya mengandalkan anda, Pak Bram. Sekarang anda bisa pergi dari ruangan saya," titah Wirasana.

Pak Bram pun keluar dari ruangan Wirasana. Lelaki itu termenung sesaat di depan pintu masuk ruangan. Bimbang, itulah yang dialaminya saat ini. Perintah dari Tuan Wirasana sangatlah sulit untuk dilakukan. Terlebih Bram melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika Kalevi bertengkar dengan kedua orang tuanya di hari ulang tahun perusahaan Wirasana hanya untuk membela dan mempertahankan gadisnya.

Tetapi mau sesulit apapun itu, Ia harus tetap melaksanalan perintah dari Tuan Wirasana. Sebab Ia banyak berhutang budi padanya. Tuan Wirasanalah yang telah menyelamatkannya dari penjara dan telah memberi kehidupan yang lebih baik serta layak untuknya. Jadi, setidaknya Pak Bram bisa sedikit membalas hutang budi itu dengan melakukan perintah teman SMAnya dulu.

KaleviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang