14. Cemburu

1.9K 133 0
                                    


Aku milikmu
Tak ada seorang pun yang akan menggantikanmu di hatiku
Karena namamu sudah menjadi hak paten dalam hidupku

~Kalevi Wirasana~

Kalevi melewati begitu saja kedua orang tuanya yang tengah makan malam bersama, tak berniat untuk bergabung bersama mereka

"Dari mana saja kamu jam segini baru pulang, Tuan muda Wirasana?"

Langkah kaki Kalevi terhenti di undakan tangga pertama ketika Tuan Wirasana, Sang Ayah bertanya padanya. Ayolah, Kalevi terlalu lelah untuk menanggapi.

"Main," jawab Kalevi tanpa membalikkan badan.

"Kalau ada yang mengajak bicara itu lihat lawan bicaramu, Tuan Muda Wirasana!" tegur Wirasana.

Kalevi menghela napas berat. Karena tak ingin berdebat dengan Sang ayah Ia dengan terpaksa membalikkan badannya. Dapat terlihat raut tak bersahabat pada wajah anak tinggal dari keluarga Wirasana tersebut.

"Kemari."

Dengan langkah malas, Kalevi berjalan mendekati pria yang Ia panggil dengan sebutan 'Papah' tersebut.

"Duduk." Lagi-lagi Kalevi harus mematuhi perintah pria paruh baya yang mirip dengannya itu. Kalevi benar-benar seperti anjing yang harus mematuhi perintah dari majikannya.

"Tadi anak teman Papah baru saja pulang dari Amerika dan besok dia akan dipindahkan ke sekolah yang sama denganmu. Papah minta besok kamu jemput dia ke bandara dan ajak dia berangkat Sekolah bersamamu," perintah Wirasana.

Kalevi membisu, enggan merespon sama sekali ucapan Sang Papah. Ia malah memainkan kunci motornya membuat Wirasana kesal sendiri karena merasa tak dihargai.

"Kamu dengar tidak? Lihat Papah, Kalevi! Sudah berapa kali Papah mengingatkan untuk menatap mata lawan bicaramu!" tegur Wirasana.

Kalevi nampak menghela napas, lalu menatap Wirasana dengan malas. "Sejak kapan mata saya beralih fungsi menjadi indera pendengar?"

"Dasar anak kurang ajar!"

Baru saja Wirasana hendak menghajar Sang anak. Namun, Mayang, Istrinya menahannya terlebih dahulu. "Mas hentikan!"

Wirasa beralih menatap gahar ke arah istrinya. "Lihat didikan kamu! Karena didikanmu anak ini menjadi seorang pembangkang seperti sekarang!"

"Kenapa sekarang kamu menyalahkan aku?! Ini juga salahmu karena tak pernah peduli dengan keluarga!!"

Kalevi mengepalkan tangannya kuat-kuat. Selalu saja begini, kedua orang tuanya selalu bertengkar di hadapannya. Saling menyalahkan karena tidak mampu mendidik Kalevi dengan baik.

"Kamu yang-"

"Cukup!!" Wirasana dan mayang refleks menoleh ke arah anak semata wayangnya yang tengah tertunduk menahan amarah.

Kalevi menengadahkan kepala, menatap kedua orang yang sangat berarti dalam hidupnya. "Kenapa kalian saling menyalahkan? Didikan? Bukankah kalian lebih merawat dan mementingkan pekerjaan kalian ketimbang anak kalian sendiri?"

KaleviWhere stories live. Discover now