65. Perdebatan suami istri

1K 66 2
                                    

Mayang memutuskan pergi ke ruang kerja Wirasana untuk mengajak suaminya berbicara. Ia tak dapat diam saja ketika anaknya dihajar oleh tangan kekar Wirasana.

"Mas aku ingin bicara," kata Mayang setelah memasuki ruangan Wirasana tanpa izin.

Wirasana yang tengah duduk di kursi putar itu tak bergeming dari tempat, Ia tetap duduk menyamping menghiraukan kehadiran istrinya. Kepala lelaki berusia Empat puluh lima tahun itu mendongak sambil menerawang langit-langit ruangannya. Mayang yang merasa diacuhkan kemudian mulai mengikis jarak. Kini ibu dari Kalevi tersebut berdiri dengan tegak di hadapan suaminya.

"Aku gak terima kamu menghajar anakku sampai terluka, kamu pikir aku sebagai ibu kandungnya gak bisa merasakan sakitnya?!" ujar Mayang, mengalihkan perhatian Wirasana.

"Lalu kamu mau apa? Ingin meminta bercerai?" tanya Wirasana.

Mayang terdiam untuk waktu yang cukup lama. Dan setelah mengumpulkan keberanian Ia menjawab, "iya, kalo itu yang terbaik untuk kita maupun Kalevi."

Tanpa diduga, Wirasana malah tertawa membuat alis Mayang saling bertaut. Sedetik kemudian tawanya memudar, digantikan wajah serius. Wirasana berjalan ke arah Mayang dengan tatapan tak terputus dari Sang istri.

"Kemana saja kamu selama ini, Mayang? Setelah menghancurkan kepercayaan Kalevi terhadapmu, dan sekarang kamu ingin mulai memperbaikinya?" tanya Wirasana, mendekatkan wajahnya pada Mayang.

"S-setidiknya aku memiliki usaha untuk mendapatkan kepercayaan Kalevi kembali. Tidak seperti kamu yang setiap harinya hanya menambah rasa benci Kalevi terhadap Ayahnya sendiri!"

Plakk!

Suara tamparan Wirasana menggema ke penjuru ruangan yang sepi tersebut. Kini Wanita yang telah Ia nikahi selama dua puluh tahun itu sudah terduduk di lantai akibat tamparan kerasnya. Mayang memegang pipi kirinya yang terasa kebas. Air matanya mulai jatuh dengan deras. Wirasana bersimpuh, menyesuaikan dengan Mayang. Wanita itu refleks menutup matanya takut ketika tangan Wirasana kembali terangkat.

Tak disangka Wirasana malah memegang dagu Mayang dengan halus dan mengarahkan wajah Mayang agar menghadap padanya."Apakah sakit? Maaf aku kelepasan tadi." Wirasana mengelus jejak merah yang Ia ciptakan di pipi istrinya.

Mayang memberanikan diri untuk membuka matanya, menatap sang suami yang tengah menatapnya dengan sorot teduh. "Lain kali jangan pernah berkata seolah-olah kamu lebih baik daripada saya!" Wirasana menekankan sambil melepas sentuhannya dengan kasar dari wajah Mayang.

"Dengar, kamu adalah duplikat saya. Terima atau tidak, sadar ataupun tidak, kamu telah menyakiti putramu sama halnya seperti saya menyakitinya."

Tidak! Mereka tidak sama. Mayang terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa Ia berbeda dengan Wirasana. Mayang hanya mengabaikan Kalevi, sementara suaminya itu telah melukai putranya baik fisik maupun hati.

"Coba tanyakan kepada Kalevi siapa yang paling dia benci di antara kita, saya yakin jawabannya adalah kamu.
Ingin aku beritahu apa alasannya?" tanya Wirasana.

Mayang membisu dengan air mata yang tak kunjung berhenti.

"Sejak dulu Kalevi membenci saya  karena terlalu sibuk bekerja. Tetapi saya yakin sebagai lelaki Kalevi akan mengerti kewajiban saya walaupun hanya sedikit. Sementara kamu yang seharusnya ada untuk Kalevi malah lebih mementingkan urusanmu sendiri. Dan ya, apa yang kamu lakukan ketika saya memukuli Kalevi tadi? Kamu hanya diam sambil menangis, tanpa berniat melerai atau menghentikan saya. Karena kamu lebih takut jika kamu yang terluka daripada anak kandungmu sendiri."

Tangan Mayang terkepal kuat di lantai. Wajahnya memerah menahan amarah. Saat ini terjadi perdebatan hebat antara akal dan hatinya.

"Akui lah saja Mayang. Sejak awal kamu telah gagal menjadi seorang ibu yang baik untuk Kalevi," ucap Wirasana.

KaleviOù les histoires vivent. Découvrez maintenant