100. Death Match Event, Start!

570 100 16
                                    

"Huh?"

Seorang Pria berjas mulai mengerutkan alisnya ketika melihat keberadaan pria berambut hitam dihadapannya. Ia mulai menelurusi setiap sudut ruangan, tatapannya kemudian terhenti pada Irena yang kini memandanginya dengan wajah terkejut.

"Putri, aku datang ke sini untuk meminta maaf...." Seolah tak mempedulikan keberadaan Reyhan, pria berjas itu mulai tersenyum sambil berjalan mendekati gadis berambut putih tersebut.

Irena yang melihat pria itu mendekat, mulai bersembunyi dibelakang Reyhan, tubuhnya mulai bergetar hebat, ketakutan dapat terlihat dengan jelas di wajahnya.

Hal itu membuat pria berjas itu mengerutkan alisnya. Tatapannya kemudian beralih pada pria bersurai hitam yang kini terlihat menundukkan kepalanya.

Hal itu membuatnya tersenyum percaya diri sambil terus berjalan mendekat. Ia mulai mengeluarkan seikat uang sebelum memasukkan uang itu kedalam kantong baju Reyhan, yang masih berdiri mematung di tempatnya.

Rio Adrian, seorang pengusaha sukses yang namanya begitu dikenal oleh banyak kalangan. Ia memiliki kekayaan yang bisa dibilang cukup melimpah, baik dari warisan kedua orangtuanya maupun dari hasil usahanya sendiri, membuat ia begitu di hormati oleh para kaum konglomerat.

Ia merupakan kenalan dekat dari pemilik rumah sakit tempat Irena dirawat, sekaligus salah satu donatur yang membiayai berjalannya rumah sakit tersebut.

Tak banyak yang mengetahui latar belakang dari rumah sakit itu, dimana seharusnya rumah sakit tersebut merupakan warisan yang di tujukan untuk Irena dari kedua orang tuanya. Namun karena keserakahan dari paman dan bibinya kala itu, mereka merubah surat wasiatnya dan kini mewariskannya pada anak mereka.

Selama bertahun-tahun, tidak ada yang mengetahui ke tidakadilan yang dialami oleh gadis tersebut, kecuali dirinya sendiri dan sahabatnya Martha. Hal itulah yang membuatnya begitu tertekan hingga penyakit yang dideritanya memburuk membuatnya lumpuh dan buta seperti saat ini.

Dan kini, semuanya di perburuk dengan keberadaan pria berjas itu. Ia begitu tergila-gila dengan Irena dan berencana untuk menikahinya. Gadis berambut putih itu tentunya menolak permintaan Rio, membuat pria berjas itu tersinggung.

Merasa bahwa dirinya dipermalukan, ia hampir saja melakukan hal yang tidak-tidak kepada gadis berambut putih itu. Untungnya, Martha datang di saat yang tepat membuat ia begitu trauma dengan kejadian itu.

Irena hanya bisa tertegun melihat Reyhan yang menundukkan kepalanya. Ia tak menyangka Reyhan yang merupakan harapan terakhirnya untuk menjauh dari Pria itu akan menjadi seperti ini. Jiwanya diliputi oleh ketakutan ketika melihat tangan Rio yang sedikit lagi menggapainya.

Ia secara reflek mematikan kamera pada drone yang melayang di sekelilingnya sambil memejamkan kedua matanya.

"Argh! apa yang kau lakukan!?"

Suara Rio yang kesakitan tiba-tiba terdengar ditelinganya, merasa penasaran ia segera membuka kedua matanya dan pandangannya masih saja gelap. Menepuk jidatnya, ia segera menyalakan kamera drone kembali sebelum melihat sebuah tangan yang mencengkeram lengan Rio dengan sangat kuat.

Hal itu bisa dilihat dari tangan Rio yang kini berwarna putih pucat, seolah tak ada darah yang mengalir. Pria berjas itu berusaha untuk melepaskan lengannya namun, cengkraman tangan Reyhan begitu kuat.

Ia segera memandang ke arah Reyhan yang masih menundukkan kepalanya sebelum tiba-tiba tertegun ketika pria berambut hitam itu mulai menampakkan wajahnya, menatapnya dengan tatapan dingin.

"I-ini, niat membunuh!?"

Rio hanya bisa menelan ludahnya. Sebagai seorang pengusaha yang biasanya terlibat dalam beberapa hal gelap seperti kriminalitas, ia bisa mengetahui niat membunuh yang kini ada pada tatapan Reyhan.

"..."

Pria berambut hitam itu disisi lain hanya terdiam, ia masih menatap Rio dengan wajah dinginnya. Tangannya masih dengan kuat mencengkeram tangan pria berjas itu. Mengalihkan pandangannya ke arah kantong bajunya, ia mulai mengambil seikat uang yang diberikan oleh Rio sebelumnya.

Plak!

Ia kemudian mulai menggunakan uang tersebut untuk menampar wajah pria itu, membuatnya terdorong dua langkah kebelakang. Ia masih menatap pria berjas itu dengan wajah dingin sebelum melemparkan uang tersebut ke wajahnya sekali lagi.

Rio mulai menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Ia sebelumnya tak pernah merasa dirinya dipermalukan seperti ini. Ia mulai merapatkan giginya sebelum  bangkit dan berniat untuk melayangkan sebuah pukulan ke arah Reyhan.

Namun sebelum ia sempat untuk melakukannya, sebuah tendangan mengenai ulu hatinya membuatnya kini terhempas beberapa meter ke belakang. Reyhan yang masih belum puas, secara perlahan mulai berjalan ke arah pria itu, tatapan dinginnya membuat Rio bergidik ngeri.

Plak!

Sebelum semuanya sempat untuk bereaksi, pintu tiba-tiba saja terbuka membuat Rio yang berada di ambang pintu lagi-lagi menghantam pintu itu dengan cukup keras.

"Huh? mengapa ketika aku masuk semua orang bersujud padaku? Apakah aku memang setamvan itu?" Peter mulai mengerutkan alisnya ketika melihat Rio yang kini terkapar sambil memegangi jidatnya.

Martha disisi lain tidak mempedulikan Peter, perhatiannya justru tertuju pada pria berjas itu.

"Kau! Mengapa kau datang kembali!?"  Wanita berambut pirang itu mulai menatap Rio dengan geram. Ia mulai memanggil keamanan rumah sakit untuk membawa pria itu keluar dari tempat tersebut.

Rio terlihat tidak begitu puas, ia kini memandangi Reyhan dengan tatapan tajam sebelum keluar dari tempat itu, atau lebih tepatnya diseret oleh petugas keamanan. Martha disisi lain dengan cepat memeriksa kondisi Irena untuk memastikan ia baik-baik saja.

"Siapa dia?" Peter yang melihat reaksi Reyhan sebelumnya mulai menanyakan seputar pria tersebut kepada pria berambut hitam itu yang hanya diam sambil masih mengepalkan tangannya dengan keras.

"Hah.... Seorang pria kaya manja yang sombong, kau tidak perlu terlalu memperdulikannya." Martha yang masih mengecek kondisi tubuh Irena juga memperhatikan perubahan sikap Reyhan yang tiba-tiba. Ia berniat untuk menanyakan perihal itu namun ia segera mengurungkan niatnya karena berpikir bahwa pria berambut hitam itu marah akibat tindakan Rio kepada Irena sebelumnya.

Reyhan disisi lain mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia mulai menatap keluar jendela dan melihat Rio yang masih di seret oleh para petugas keamanan dengan helaan nafas.

Irena yang memperhatikan perubahan reaksi Reyhan juga merasa ada sesuatu hal yang janggal, ia merasa pria berambut hitam itu seperti sedang menahan diri tadi. Namun, lagi-lagi ia segera menggelengkan kepalanya dan membuang pemikiran itu jauh-jauh.

Setelah memastikan kondisi Irena baik-baik saja, mereka kemudian mulai melanjutkan rencana yang sebelumnya mereka susun sebelum akhirnya login kedalam game tepat ketika jam menunjukkan pukul 13:00.

[Melakukan identifikasi retina mata..]

[Complete.]

[Melakukan identifikasi sidik jari..]

[Complete.]

[Melakukan identifikasi Rambut...]

...

[Identifikasi selesai, Selamat Datang Di Alteia Land.]

***

Angin berhembus, menerbangkan butiran pasir disebuah padang tandus. Kilatan cahaya silih berganti memenuhi langit, Butiran-butiran pixel mulai tercipta dari cahaya itu membentuk sesosok pria berambut hitam.

Pria itu mulai membuka kedua matanya, memperlihatkan sepasang siluet merah yang segera menatap sekelilingnya dengan perasaan campur aduk.

[Ding! Anda telah memasuki Area Event!]

Notifikasi sistem muncul dihadapan pria itu, membuatnya segera membalikkan badannya, menatap kearah butiran pixel yang mulai membentuk jutaan pemain yang tersebar di area itu.

"Sudah dimulai kah?"

Alteia Land:The Fallen Hero's Revenge [End]Where stories live. Discover now