129. Dendam Tersembunyi III : Janji

257 48 3
                                    

Hari demi hari mulai berlalu, Irena dan Martha lama kelamaan menjadi teman dekat.

Hal ini menjadi kecemasan tersendiri bagi Hera yang mulai mengawasi Martha dengan ketat. Sebelumnya ia mengancam anak itu untuk tidak memberitahukan siapapun tentang identitas dirinya, yang hanya dibalas dengan anggukan pelan oleh gadis berambut pirang tersebut.

Toh dia juga tak terlalu peduli, asalkan bisa bersama dengan ibunya lagi, ia sudah merasa bahagia. Walaupun sekarang ia merasa ibunya begitu berbeda seakan-akan bukan dirinya yang dulu.

Karena kecerdasannya pula, Martha disekolahkan lebih awal, dan hal itu mendapatkan dukungan penuh dari Irena yang saat itu merupakan ahli waris dari kekayaan rumah tersebut.

Martha kini mengetahui tentang masa lalu kelam dari gadis tersebut, ia adalah satu-satunya yang selamat dari perampokan yang mengakibatkan seluruh keluarganya meninggalkannya.

Ia kini merasa cukup bersyukur karena masih bisa memiliki seorang ibu, walaupun kini ibunya sudah tak seperti dulu lagi, dan selalu mengabaikannya.

Seperti biasanya, Martha saat ini pulang dari sekolah dan kini berada di depan gerbang rumah. Keceriaannya yang dulu perlahan muncul kembali karena Irena yang selalu mendukungnya.

Ia kini menganggap gadis berambut putih itu sebagai saudarinya sendiri, membuat ia akan selalu menunggunya sepulang sekolah didepan gerbang rumah.

Tapi kali ini berbeda, Irena tidak ada disana, suasana disekitarnya pun tak seperti biasanya, entah mengapa kali ini terasa begitu sunyi.

Martha terus berjalan kedalam rumah, ia saat ini berada di depan pintu masuk dan perlahan membuka pintu tersebut.

Kriiitt

Derit pintu bergema di sekitar ruangan gelap itu, namun ia tetap melangkah sampai akhirnya sebuah cairan lengket membuatnya terpleset dan terjatuh.

Tangannya segera menyentuh cairan lengket tersebut, membuatnya membelalakkan mata ketika menyadari cairan merah yang saat ini menyelimuti tangannya.

"Darah..."

Sebuah suara membuat tubuhnya menegang, ia sepertinya mengenali suara tersebut. Gadis itu perlahan berbalik, dan akhirnya melihat seorang pria yang kini sedang menyeringai ke arahnya dengan sebuah bingkisan di tangannya.

Tubuh Martha segera bergetar hebat ketika melihat pria itu, trauma yang ia alami setelah berbulan-bulan lamanya tinggal di tempat damai itu, kembali menghantuinya.

"Hoh.... Gadis kecil ayah, kau pikir aku akan membiarkan gadis kecilku pergi begitu saja?" Pria itu terlihat menyeringai.

Ia kemudian membuka bingkisan di tangannya sebelum melemparkan isi dari bingkisan tersebut yang segera menggelinding bagaikan bola dan terhenti tepat dihadapan gadis tersebut.

"No-vi?" Air mata perlahan turun dari mata gadis itu.

Ya.... bingkisam sebelumnya merupakan kepala dari seseorang yang sangat dikenal oleh gadis tersebut. Orang yang selama ini membantunya untuk sampai ke tempat itu.

"Dia sebelumnya cukup keras kepala untuk memberitahukan keberadaan putri ayah. ia sendiri yang mengatakan PENGGAL SAJA AKU! Dan ayah pun melakukannya." ucap pria itu sambil tersenyum.

Ia kemudian memandangi wajah Martha sebelum senyuman di wajahnya semakin lebar.

"Ya! HAHAHAH  Wajah itu! Wajah itu yang ingin sekali kulihat!" pria tersebut mulai tertawa bagaikan maniak, ia sangat puas melihat wajah Martha saat ini.

Gadis itu hanya bisa memandangi kepala itu dengan tatapan kosong benar-benar kosong, air matanya terus mengalir dan menetesi kepala tersebut.

Mengepalkan tangannya keras, kemarahan dan kesedihan kini bercampur aduk di hatinya. Ia kini memandangi pria itu dengan tatapan penuh amarah.

Alteia Land:The Fallen Hero's Revenge [End]Where stories live. Discover now