147. Monster

155 33 5
                                    

"Rey, cepat bawa kompresnya ke sini." Seorang wanita paruh baya, terlihat sedang merawat luka seorang gadis berambut pirang yang saat ini terbaring tak sadarkan diri.

Reyhan keluar dari kamar mandi sambil membawa loyang berisikan air dan kain tipis. Ia kemudian memberikan loyang itu kepada sang wanita, membuatnya segera membersihkan luka dan kotoran yang ada di sekujur tubuh gadis itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Reyhan disisi lain kini melamun, menatap ke arah Martha yang berada dalam kondisi memprihatinkan tersebut.

Ia sebelumnya cukup terkejut, menemukan gadis itu berada di dalam rumahnya. Ia berniat untuk menghubungi pihak rumah sakit namun, sama sekali tak ada jawaban yang membuatnya lagi-lagi kebingungan dan tak tahu harus melakukan apa.

Merasa tak ada pilihan lain, ia kemudian mengubungi ibu Rendy dan Luna untuk membantunya merawat gadis itu, setidaknya hingga ia sadar untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Iren..."

Martha disisi lain mulai mengigau, membuat Reyhan lagi-lagi mengerutkan alis.

Tak berapa lama, gadis itu membuka kedua matanya yang segera bertemu dengan sosok Reyhan.

"Iren! Kapten, dimana Iren?"

Ia dengan cepat terbangun dari posisi tidurnya, hanya untuk membuatnya meringis kesakitan, merasakan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang tubuhnya.

"Eh... Jangan bergerak dulu nak, kondisimu masih belum stabil." Ibu Rendy segera menidurkan Martha kembali dengan pelan, sambil menatap ke arah Reyhan yang kerutan di wajahnya semakin mengerut.

"Dia sudah pulang dari tadi, ada apa? apa yang terjadi?" Martha yang mendengar hal itu membelalakkan mata terkejut.

"Kau, membawanya pulang ke rumah sakit?" Martha lagi-lagi bangun dari posisi tidurnya, menatap ke arah Reyhan yang kini juga menatapnya dengan bingung.

Ia pun mulai menceritakan apa yang telah terjadi padanya sebelumnya, dan bagaimana para binatang itu akan memperlakukan Irena jika mereka menemukannya.

Secara tiba-tiba, ponsel Martha berdering membuatnya bahagia ketika melihat siapa yang menelepon.

"Iren! Kau dimana? Cepat pergi dari sana, mereka-"

"Halo Martha, kurasa sekarang kau berada di tempat yang aman ya, dan kutebak Fang juga berada disana." Namun, berbanding terbalik dengan ekspektasinya, suara pria dengan nada licik terdengar dari seberang telepon, membuat dunianya seakan runtuh.

Beban yang sangat berat tiba-tiba terasa di pundaknya, kakinya seakan-akan kehilangan tenaga untuk menopang tubuhnya, membuatnya jatuh berlutut.

"Fang, jika kau mendengar ini datanglah ke puncak rumah sakit sendirian, jangan pernah libatkan polisi. Aku- tidak kami akan menunggumu di sana."ucap suara dari seberang telepon dengan nada brensek sebelum menutup teleponnya.

Reyhan yang mendengar hal itu kini mengepalkan tangannya keras. Kedua telapak tangannya kini berdarah akibat kuku-kukunya yang menembus kulit, menggambarkan bagaimana ia kini benar-benar menahan amarahnya.

"Sial!"

Ia kini memukul sebuah meja kayu, yang segera terbelah menjadi dua akibat pukulan itu.

"Bibi, tolong jaga Martha aku akan pergi." ucapnya sambil menundukkan kepala, menyembunyikan pandangan dinginnya.

Ibu Rendy tiba-tiba merasa khawatir, ia entah bagaimana merasa bahwa ini tidak akan berakhir baik.

"Kak Rey..." Seorang gadis kecil tiba-tiba memeluk kaki Reyhan, namun Reyhan hanya mengelus kepala gadis itu, membuatnya melepaskan pelukannya.

Alteia Land:The Fallen Hero's Revenge [End]Where stories live. Discover now