148. Pembunuh bayaran

156 40 3
                                    

Sinar rembulan yang tertutupi awan, membuat dunia gelap gulita.

Seorang pria berambut hitam sehitam malam, berjalan dengan tatapan dingin di sebuah lorong.

Terlihat pula beberapa tubuh tak bernyawa di lorong tersebut, dengan beberapa lobang di kepala, maupun anggota tubuh lainnya.

"Uh..." Salah seorang di antara mereka, terlihat masih hidup. Ia memiliki luka yang cukup parah di bagian kaki, membuat pria berambut hitam itu berjalan ke arahnya.

"Katakan dimana mereka menyekap para sandera."ucap Reyhan dingin.

Ia sebelumnya mendapatkan info bahwa Rio telah membawa lebih dari lusinan pasukan pembunuh bayaran dari beberapa percakapan acak yang tak sengaja didengarnya ketika mencoba menyusup kemari.

Para pembunuh bayaran itu di perintahkan untuk menyekap para sandera seperti dokter dan para perawat, untuk mengelabui polisi ketika Reyhan tetap berani untuk melakukannya.

Menatap mata dingin Reyhan, sang pembunuh bergidik ngeri. Entah apa yang terjadi tapi ia merasa tatapan dingin itu menusuk hingga ke dalam jiwanya.

Menjadi seorang pembunuh profesional, ia sudah begitu banyak melalui situasi hidup dan mati, jadi sebelumnya hal-hal yang seperti ini tidak akan terlalu mempengaruhinya.

Namun, entah mengapa kali ini berbeda. Seolah-olah pria berambut hitam dihadapannya ini dapat memberinya sesuatu yang lebih buruk dari kematian hanya dengan menatap mata dinginnya itu.

Dengan terbata-bata, ia segera menunjuk ke arah sebuah gedung yang tak jauh dari tempatnya berdiri, membuat pria berambut hitam itu mengangguk sebelum berdiri dan bergegas menuju gedung tersebut.

"Kena kau!"

Melihat kesempatan, ia dengan cepat meraih pistol di dekatnya sebelum mengarahkannya pada Reyhan.

Dor!

Namun sebelum ia sempat menarik pelatuknya, sebuah timah panas melesat ke arah kepalanya, membuat lobang yang segera menghabisi nyawanya.

"Aku sebelumnya telah memberimu kesempatan tapi, kau sendiri yang memilih kematian mu."ucap Reyhan sambil menghela nafas.

Pamannya yang selalu mengingatkannya untuk tidak memberikan belas kasihan kepada musuhnya dalam pertempuran hidup dan mati selalu terbayang ketika ia berada dalam situasi seperti ini.

Namun Ia sebenarnya tak memiliki niat untuk membunuh, ia terkadang akan memberikan musuhnya kesempatan dan tetap waspada untuk melakukan serangan balik jika saja ia menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Hah...." Menghela nafas, Reyhan hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia kemudian berlari menuju gedung yang di tunjuk oleh pembunuh sebelumnya.

Ia sebenarnya tak ingin mempercayai kata-kata dari sang pembunuh, bisa jadi itu adalah jebakan tapi ia sama sekali tak memiliki petunjuk lain dan hanya bisa berharap ia dapat menemukan mereka semua.

***

Ia terus bergerak dengan sembunyi-sembunyi, membunuh musuhnya secepat yang ia bisa tanpa meninggalkan jejak apapun.

Ia sudah hampir memeriksa seluruh ruangan yang ada di tempat itu, dan berhasil membebaskan beberapa perawat maupun dokter yang menjadi Sandera di tempat tersebut.

Ia kemudian memberikan peta yang menunjukkan rute aman bagi mereka untuk pergi dari sana, sebelum melanjutkan pencariannya mencari dan membebaskan lebih banyak sandera.

Ia sebenarnya ingin menghubungi polisi, namun entah mengapa ia merasa cukup ragu ketika mendengar bahwa Rio memiliki seorang kenalan polisi berpangkat tinggi dari Martha.

Alteia Land:The Fallen Hero's Revenge [End]Where stories live. Discover now