Bab 5

80.1K 5.8K 275
                                    


Mau double update? Kalo gitu bolehlah komennya lebih dari 20. 😙😙😙







"Makasih, Rengga."

"Santai. Kayak sama siapa aja lo, Ra," sahut Rengga.

Tepat pukul 8 malam Kara akhirnya tiba di rumah setelah seharian ini nonton, makan, dan jalan-jalan dengan Rengga. Iya, mereka beneran nge-date, tapi tidak bisa dibilang nge-date juga. Mungkin, lebih pantas disebut teman traveling.

"Ya, udah. Sana pulang," usir Kara.

Tangan kanannya melambai-lambai ke arah Rengga.

"Dih! Gitu banget lo. Udah gue ajak jalan-jalan juga," protes Rengga.

"Rengga, pulang, ya. Udah malam. Gue mau mandi abis itu istirahat," pinta Kara dengan nada lembut yang terkesan dibuat-buat.

Bibir tipis Rengga mencebik. Agak sanksi dengan gaya bicara Kara yang demikian.

"Ya, udah. Gue pulang," pamit Rengga.

"Oke. Hati-hat, Rengga!" seru Kara.

Rengga tak lagi menyahuti seruan Kara. Sebab, cowok itu telah melajukan motornya, meninggalkan kawasan kompleks perumahan Kara.

Sunyi.

Setelah kepergian Rengga satu-satunya hal yang dapat Kara rasakan adalah sunyi, sepi. Rumahnya akan selalu sepi karena memang hanya Kara seorang yang ada di sana. Lalu, bagaimana dengan orang tua Kara? Mereka sibuk dengan bisnis masing-masing. Mereka hanya akan pulang pada saat-saat tertentu.

Suasana sunyi itu juga berlaku untuk rumah dua lantai yang berhadapan dengan rumah Kara. Rumah yang sangat sering ia kunjungi.

Iris cokelat Kara terpaku, menatap kamar di lantai dua yang masih tampak gelap. Pertanda sang pemilik belum kembali sejak tadi pagi.

"Mereka ke mana aja, sih? Udah jam segini masih belum balik," gerutu Kara.

Kara kesal? Jelas sekali. Cemburu? Tentu saja. Kara tak bohong bahwa ia suka pada Naresh. Perasaannya pada Naresh lebih dari sahabat. Apa lagi saat mengingat bagaimana cara Naresh memperlakukan dirinya dengan begitu manis dan perhatian. Kara tentu semakin terjebak dengan perasaannya sendiri. Lantas, saat Naresh mulai kembali mendapatkan cewek baru dan perlahan mengabaikannya, maka ia akan sadar bahwa perasaannya sungguh salah.

"Hah! Bodo amat. Kenapa juga gue harus peduli sama dia? Dia aja nggak peduli sama gue," ujar Kara, lalu membuka gerbang rumahnya.

Rumah Kara sebenarnya dijaga oleh seorang satpam bernama pak Marsan. Tapi, khusus hari ini pria usia 40 tahun itu izin tak masuk kerja karena ada acara keluarga.

Kaki Kara sudah berpijak di halaman. Sedangkan tangannya sudah bersiap mengunci gerbang. Tetapi, tiba-tiba suara deru motor terdengar semakin dekat. Hingga akhirnya benar-benar berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Pasti sudah bisa ditebak siapa orangnya, kan?

"Ra, bukain gerbangnya!" seru Naresh, tanpa melepas helm full face kesayangannya.

"Buat apa? Gue ngantuk mau--"

"Buka gerbangnya, Askara!" titah Naresh tak dapat dibantah.

Mau tak mau akhirnya Kara membuka gerbang rumahnya. Lalu, Naresh langsung melajukan motornya, memasuki halaman rumah Kara dan memarkirnya di sana.

"Lo mau ngapain, sih? Udah malam juga," sentak Kara, sebal pada kelakuan Naresh.

Cowok bersurai hitam itu baru saja melepas helmnya. Ia pun turun dari motor dan berhadapan dengan Kara.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now