Bab 46

50.2K 4.4K 743
                                    


"Sakit banget, ya, Resh?"

"Hm."

"Aduh! Kok, bisa jatuh, sih? Aku antar ke rumah sakit aja, ya? Takutnya nanti ada apa-apa kalo cuma diobatin dokter UKS."

Yuna terus berceloteh panjang lebar dan meluapkan rasa khawatirnya setelah melihat kondisi pergelangan kaki Naresh yang agak bengkak. Cewek itu terlihat sangat panik hingga terus saja bicara tanpa menyadari raut wajah Naresh yang telah murung sejak saat pertandingan usai dan SMA Cendekia berhasil membawa gelar juara.

"Resh, ke rumah sakit aja, yuk! Aku antar," desak Yuna.

"Nggak usah," tolak Naresh.

Cowok itu berniat turun dari brankar UKS. Tapi, keberadaan sosok di ambang pintu yang hanya menatapnya demikian datar berhasil membuat Naresh menampilkan senyumnya untuk kali pertama di hari ini.

"Kara?" panggil Naresh.

Mendengar nama Kara disebut Yuna pun langsung membalikkan tubuhnya. Ia menghadap Kara yang perlahan memasuki ruang UKS.

"Hai, Ra! Kenapa? Kamu lagi nggak enak badan?" tanya Yuna dengan nada ramah seperti biasa.

"Nggak," jawab Kara.

"Terus?" tanya Yuna.

"Gue ... mau jenguk Naresh," tandas Kara.

Mengabaikan ekspresi Yuna yang agak terkejut, Kara pun memilih menghampiri Naresh. Ia berdiri di depan Naresh yang masih duduk di atas brankar. Pergelangan kakinya agak sedikit bengkak dan cukup memprihatinkan.

"Udah diobatin?" tanya Kara tanpa menatap Naresh.

"Udah, Ra," jawab Naresh.

Sejujurnya, Naresh tidak benar-benar mendengar apa yang Kara katakan. Sebab, sejak tadi ia hanya fokus menatap penuh kerinduan pada wajah Kara. Meskipun tanpa ekspresi, namun bagi Naresh, Kara tetaplah cantik. Kara selalu cantik tak peduli bagaimana suasana hati cewek itu.

"Apa kata dokter Arin?" tanya Kara sekali lagi.

"Cu--"

"Keseleo, Ra. Aku udah paksa Naresh buat ke rumah sakit aja, tapi dia nggak mau. Emang bandel banget," sahut Yuna tiba-tiba.

"Oh."

Sebuah respon yang teramat singkat untuk pernyataan Yuna yang terlampau panjang. Jelas terlihat bahwa Kara tak punya minat untuk menanggapi ocehan Yuna lebih jauh lagi.

Lantas, setelah puas memperhatikan kondisi pergelangan kaki Naresh, Kara bergegas menuju lemari obat-obatan. Ia meraih sebuah botol berisi minyak gosok, kemudian duduk di depan Naresh.

"Sini!" pinta Kara.

"Hng?"

"Kaki lo! Siniin!" desak Kara.

Meski enggan akhirnya Naresh membiarkan Kara menyentuh kakinya.

Dengan telaten cewek itu mengoleskan minyak gosok pada kaki Naresh yang agak bengkak. Ia juga memijitnya dengan pelan dan hati-hati.

"Gue mau ngomong sama lo," cetus Kara tiba-tiba.

Seakan paham dengan maksud Kara, Naresh langsung melabuhkan atensinya pada Yuna yang sejak tadi diam membisu, menyaksikan apa yang tengah Kara lakukan.

"Na, bisa keluar sebentar?" tanya Naresh.

"Tapi, aku--"

"Gue mau bicara sama Kara. Berdua!" tegas Naresh.

"Kalian bicara aja. Aku nggak akan ganggu, kok," ujar Yuna masih berusaha menolak permintaan Naresh.

Respon Yuna yang cukup bebal tentu membuat Naresh cukup terpengaruh. Ia yang semula sudah kesal karena kalah bertanding, kini jadi semakin kesal. Bahkan, saking kesalnya Naresh sampai menarik napas dengan gusar.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now