Bab 49

47.7K 3.9K 121
                                    


"Astagaaaa!!"

Naresh berteriak kesal. Suaranya bersaing dengan dering alarm di hari minggu tepat pukul 05.30. Dengan malas cowok berkaus hitam dan bercelana pendek sebatas lutut itu bangun. Rambut hitamnya tampak begitu acak-acakan. Wajahnya juga terlihat kumal dengan mata sebelah terbuka dan sebelah lagi tertutup.

Naresh berdiri di depan cermin kamar mandi. Ia memelototi bayangannya sendiri. Mungkin, bermaksud mengusir kantuk yang begitu betah menggelayutinya.

"Bangun! Ayo bangun!! Demi ayang!!" seru Naresh seraya menepuk-nepuk pipinya.

Detik selanjutnya, Naresh sibuk membersihkan diri dan bersiap-siap. Hanya butuh waktu beberapa menit untuk ritual mandi pagi. Meski badannya sedikit menggigil, tapi Naresh pantang mengeluh. Baginya ini belum seberapa dibandingkan dengan segala hal yang selama ini Kara lakukan untuknya.

Beberapa menit kemudian Naresh telah siap dengan penampilan yang lebih rapi dan wajah yang segar. Pagi ini Naresh memakai kaus hitam polos dan dipadukan dengan celana training abu-abu. Sementara kakinya dibalut sepatu yang senada dengan celana trainingnya.

"Saatnya membangunkan ayang," senandung Naresh.

"Ralat. Calon ayang," imbuh Naresh.

Cowok itu bergegas ke rumah Kara. Saat memasuki halaman, Naresh melihat Pak Disan tukang kebun di rumah Kara yang hanya akan bekerja selama beberapa kali dalam sebulan.

"Pagi, Pak Disan!" sapa Naresh.

Pak Disan yang sedang memotong rumput pun menoleh ke arah Naresh.

"Eh, Mas Naresh! Selamat pagi!" balas Pak Disan.

"Non Kara belum bangun kayaknya, Den," cetus Pak Disan.

"Ini baru mau saya bangunin, Pak," jawab Naresh.

"Sok atuh! Silakan!" seru Pak Disan diakhiri kekehan ringan.

"Oke. Selamat bekerja, Pak."

"Siap! Selamat berkencan di hari minggu, Mas Naresh!" balas Pak Disan.

Cowok tinggi itu pun memasuki rumah Kara. Ia langsung menuju kamar Kara dan mengetuk pintunya beberapa kali.

"Kara?"

"Yuhuuu!"

"Ra, bangun, Ra! Masa kalah sama gue. Gue udah bangun, nih!"

"Kara!"

Tak kunjung ada jawaban dari dalam kamar, Naresh pun membuka sedikit pintu di depannya. Kepalanya menyembul di sela-sela pintu guna melihat apakah Kara sudah bangun atau masih lelap dalam mimpi indahnya.

"Kara?" panggil Naresh pelan.

Ternyata Kara masih tenang dan nyaman dengan selimut tebalnya.

"Perawan jam segini, kok, belum bangun," celoteh Naresh sambil terkekeh dan masuk kamar Kara.

"Ra? Ayo bangun!" seru Naresh seraya mencolek-colek pipi putih Kara.

"Udah siang, nih!"

Padahal, jarum jam baru menunjuk angka 6 tepat.

"Hm?" gumam Kara. Matanya masih terpejam erat.

"Bangun, Ra!" seru Naresh.

"Apaan, sih? Kan, hari Minggu!" protes Kara.

Tiba-tiba Naresh menjepit hidung Kara di antara jempol dan telunjuknya. Alhasil, wajah Kara langsung memerah. Kedua matanya juga terbuka lebar. Bahkan nyaris melotot ke arah Naresh.

"Naresh!" seru Kara kepalang kesal.

Sedangkan Naresh hanya cengengesan. Ia menjauhkan kedua jarinya dari hidung Kara. Kara langsung bangun dan menghadiahkan sebuah pukulan di lengan kanan Naresh.

Possesive PlayboyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora