Bab 10

68.6K 5.6K 105
                                    

Terima kasih untuk yang udah vote dan komen. Semoga hari kalian selalu menyenangkan.
🤗🤗🤗





-----







Bunyi pantulan bola basket menggema, memenuhi setiap sudut lapangan basket indoor yang hanya dihuni satu sosok ber-head band hitam itu.

Iris pekatnya tampak fokus, mematut atensi pada ring di atas sana. Raut wajahnya pun terlihat begitu serius. Terlalu serius untuk ukuran orang yang sedang berlatih basket sendirian.

"Kara keracunan."

Alis tebal milik Naresh menukik tajam kala benaknya kembali mengingat kata-kata dokter Adnan 3 hari lalu.

"Sebelumnya, apa kamu tau makanan atau minuman apa saja yang dikonsumsi Kara?"

Suara pantulan material bulat berwarna orange itu semakin nyaring. Seiring dengan kecepatan tangan Naresh yang juga meningkat. Kata-kata dokter Adnan benar-benar berhasil mempengaruhi seluruh saraf berpikir Naresh. Mencuri seluruh fokusnya hingga berakhir seperti ini.

Lemparan super kuat terarah pada ring di atas sana. Namun, alih-alih memasuki ring, bola justru menghantam papan ring. Untuk pertama kalinya seorang Nareshta gagal mencetak poin.

"Sialan!" desis Naresh.

Pikirannya benar-benar kacau karena kejadian sore itu. Hingga kini ia tak pernah bisa tenang. Ia juga tak tidur nyenyak sejak sore itu. Segala cemas dan khawatir selalu ia rasakan setiap kali mengingat raut kesakitan di wajah Kara. Bagaimana wajah yang biasanya tersenyum manis dan penuh rona kemerahan itu tampak pucat nyaris seperti mayat.

Naresh mengayunkan kaki panjangnya menuju bola yang menggelinding di depan sana. Ia membawa bola tersebut kembali pada posisi semula, lalu memasang ancang-ancang untuk melemparnya ke dalam ring.

Iris pekatnya kembali menajam. Nyaris mampu melubangi papan ring di atas sana.

"Siapapun orangnya ... nggak akan gue biarin gitu aja," geram Naresh, lalu melempar bola basket tersebut.

Bola pun berhasil masuk dengan sempurna.

"Naresh!!"

Derap langkah tergesa terdengar setelah suara lantang tersebut menggema. Tubuh tinggi Naresh berbalik guna melihat siapa sosok yang telah berani mengusiknya.

Kening Naresh kini berkerut heran kala mendapati raga Rengga yang kian dekat dengannya. Hingga beberapa detik kemudian cowok bersurai hitam cepak itu benar-benar berada di hadapannya.

Napas Rengga terdengar begitu memburu. Pertanda sejak tadi cowok itu berlari. Entah sejauh apa Rengga berlari hingga membuatnya demikian.

"Lo kenapa? Dikejar anjing gila?" tanya Naresh, heran sekaligus kesal. Bukan pada Rengga, tapi pada sosok yang belum ia ketahui hingga detik ini.

"Resh ...."

Tubuh Rengga membungkuk dengan tangan bertumpu pada lutut.

"Kara ... Kara, Resh," ucap Rengga masih dengan napas terengah-engah.

"Kara kenapa?" tanya Naresh terlampau cepat.

Mendadak radar bahaya dalam kepala Naresh langsung menyala hanya karena mendengar nama Kara serta raut panik di wajah Rengga.

"Jawab! Kara kenapa?" desak Naresh.

"Kara ... dia dibawa ke rumah sakit," jawab Rengga seraya menegakkan tubuh.

"Sial," desis Naresh.

Otak Naresh mendadak kosong setelah mendengar kabar tersebut.  Ia lantas berlari, meninggalkan lapangan indoor serta Rengga yang masih bertahan di posisinya.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now