Bab 15

61K 4.3K 175
                                    

Nggak banyak minta. Yang pentinh vote dan komennya aja. Hehehe



----




Kotak bekal berwarna baby blue itu teronggok di atas meja. Dengan isi yang sudah tak bersisa. Sementara, Naresh selaku sang pemilik, kini tengah meratap penuh nelangsa pada benda tersebut. Di sampingnya Rengga hanya mampu menggelengkan wajah. Merasa prihatin, tapi juga geli dengan ekspresi Naresh.

"Anak anjing!" desis Naresh, penuh dendam.

"Masih pagi ja--"

"Kalo ketemu lagi bakal gue patahin, tuh, kakinya," pungkas Naresh.

Rengga menelan ludahnya kasar. Mulai was-was pada sahabat brengseknya itu.

Jadi, tadi saat Naresh dan Kara berdebat di koridor tiba-tiba saja ada manusia antah-berantah. Entah siapa namanya. Itu tak penting bagi Naresh karena yang teramat penting baginya adalah apa yang telah dilakukan sosok astral itu.

Ya, benar. Sosok itu --cowok berkulit sawo matang dengan surai kecoklatan agak keriting-- telah menabrak Naresh dan membuat bekalnya tumpah. Seluruhnya berceceran di lantai koridor. Mirisnya bekal hari ini adalah telur orak-arik kesukaannya.
Naresh makin galau sekaligus kesal jika mengingat hal tersebut.

"Resh, udahlah. Ikhlasin aja. Besok lo minta lagi aja sama Kara," usul Rengga.

"Gue maunya makan sekarang bukan besok," sungut Naresh.

Bibir Rengga terlipat dalam. Tak lagi berani menyanggah segala kalimat yang keluar dari mulut Naresh yang hari ini serasa sepedas bon cabe.

Tak lama, bel masuk pun berbunyi. Para siswa berbondong-bondong duduk di bangku masing-masing. Menunggu guru yang akan mengisi jam pelajaran pertama di pagi cerah ini.

"Jadwalnya apa?" tanya Naresh acuh tak acuh.

"Matematika," jawab Rengga seraya menyiapkan buku dan alat tulisnya.

Naresh mendengus tak minat. Mood-nya makin buruk ketika tahu sebentar lagi netranya akan disuguhi deret-deret angka dan rumus super rumit nan memusingkan.

Meski didera kesal dan uring-uringan, Naresh tetap mengeluarkan buku dan alat tulisnya. Naresh mungkin playboy yang menyebalkan dan patut dilabeli brengsek. Tetapi, cowok itu bukan tipe siswa yang bodoh. Dia adalah tipe siswa yang standar. Tidak pintar, tapi juga tidak bodoh. Tidak rajin, tapi juga tidak malas. Yang pasti seorang Nareshta selalu mengerjakan tugas dan mengumpulkannya tepat waktu. Mungkin, itu terjadi karena dirinya berada di antara Rengga dan Kara yang notabene anak rajin.

"Selamat pagi anak-anak!"

Sapaan bernada ringan baru saja menggema. Disusul oleh masuknya sosok paruh baya berkumis tipis dengan rambut klimis. Sosok itu adalah kepala sekolah SMA Ganesha. Pak Farid namanya, tapi lebih sering dipanggil Pak Klimis karena ciri khas rambutnya yang hitam klimis.

"Ada apa, ya, Pak? Perasaan kelas kita hari ini nggak ada yang manjat pager atau nyolong mangganya warga," celetuk Dito, si Ketua Kelas.

Pak Farid merotasikan bola matanya. Sudah biasa dengan kelakuan minus para penghuni kelas 11 IPA 1. Ya, namanya saja yang kelas 11 IPA 1, tapi kelakuannya terlalu bandel. Nyaris mengalahkan bandelnya anak-anak kelas IPS.

"Hari ini kalian kedatangan teman baru," ucap Pak Farid.

"Wah? Serius? Cewek apa cowok, Pak?" tanya Malvin, si bule yang selalu mendeklarasikan diri jadi saingan Naresh.

"Cowok. Mau apa?" cetus Pak Farid.

Sontak wajah Malvin langsung dihias raut cemberut.

Pak Farid mengalihkan atensinya ke ambang pintu. Seolah-olah memberi isyarat agar si murid baru masuk dan memperkenalkan diri.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now