Bab 38

55.4K 4.2K 420
                                    


Hai-hai! Seneng banget malam ini bisa update lagi. Lebih seneng lagi karena abis baca komen-komen kalian. Serius. Komen-komen kalian tuh bener-bener mood banget. 😂😂😂
Serius nanya juga emang karakter Naresh di cerita ini sengeselin itu, ya?

Aku juga mau ucapin terima kasih buat kalian yang selalu rajin vote dan komen setiap cerita ini update. Aku bener-bener menghargai semua itu. Walaupun aku nggak bisa balas satu demi satu, tapi aku selalu baca semua komentar kalian di cerita ini. Kadang kalo lagi baca aku suka senyum-senyum sendiri sampai orang rumah ngiranya aku lagi ada pacar🤣🤣🤣

Pokoknya makasih banyak, ya, guys. Semoga ke depannya cerita ini bisa tetap menghibur kalian dan tentunya nggak mengecewakan.

Happy reading!


---

Seperti hari-hari kemarin, hari ini pun Kara baru akan meninggalkan sekolah setelah sore menjelang. Tentunya karena beberapa agenda eskul yang tak bisa ditinggalkan. Suasana sekolah yang sudah sepi pun menjadi hal yang menemani setiap langkah Kara.

Sembari bersenandung kecil cewek berkuncir kuda itu terus mengayunkan langkah. Ia menuruni anak tangga, menyusuri koridor yang juga telah sepi hingga akhirnya tiba di gerbang sekolah.

Beberapa anak eskul marching band melintas di sana. Sapaan demi sapaan pun Kara dapatkan.

"Ra, duluan, ya!" seru Satriya.

Cowok itu melambai sembari tetap melajukan mobilnya. Terkesan terburu-buru karena tadi Satriya sempat bilang sedang ada janji dengan sang pacar, Disha.

Lantas, saat anak-anak eskul sudah tak lagi melintas, Kara langsung mengeluarkan ponsel dari dalam saku almamaternya. Ia berniat memesan ojek online.

"Masih 6 menit lagi," gumam Kara ketika melihat jarak tempuh ojek online yang ia pesan.

Bola mata Kara berotasi ke segala arah. Bermaksud memindai keadaan sekitar sekolah yang sore ini benar-benar sepi. Bahkan, warung depan sekolah yang biasanya ramai dikunjungi oleh para supir angkot pun sore ini tampak begitu lengang. Hanya ada seorang bapak-bapak berseragam PNS yang tengah makan gorengan di sana.

"Mana, sih?"

Sedikit demi sedikit rasa kesal mulai menghampiri saat ojek online-nya tak kunjung datang. Lantas, dua detik kemudian kekesalannya mulai mencapai puncak begitu deru motor yang amat ia kenal mulai terdengar. Kian lama kian dekat hingga akhirnya tiba di depannya.

Si pemilik motor melepas helm full face-nya. Wajah tampannya berpaling ke arah Kara.

"Pulang bareng gue, yuk!" ajaknya dengan nada terdengar canggung.

"N-nggak usah. Gue u-udah pesan ojol," jawab Kara sama canggungnya.

Tidak bertemu apa lagi bertegur sapa selama beberapa waktu ternyata mampu menggerus habis kesan nyaman yang pernah mereka rasakan antara satu sama lain. Kini, yang tersisa hanya perasaan asing. Asing yang mencekik.

"Ra, pulang sama gue aja, ya," bujuk Naresh.

"Nggak bisa. Ojol pesenan gue udah on the way," tolak Kara.

"Tapi--"

"Tuh, ojolnya udah datang. Gue duluan," pamit Kara, lalu menghampiri abang ojek online yang berhenti di belakang Naresh.

Yang mampu Naresh lakukan hanya menatap hampa kepergian Kara. Walaupun kakinya begitu gatal ingin mengejar, tangannya juga begitu ingin menahan cewek itu, namun Naresh cukup sadar diri. Saat ini ia tak bisa dan tak pantas menjadi sekeras kepala dulu.

Possesive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang